Drama COVID-19 : Perjalanan dalam Bayang-Bayang Corona

Other

by Arif Budi Setyawan 5

Beberapa hari lalu, di tengah pandemi Covid-19, saya mendapatkan tugas penting. Melakukan penelitian dan pengumpulan data yang sifatnya harus segera didapatkan. Saya harus melakukan perjalanan setidaknya ke tiga kota yang berbeda. Wah, ngeri-ngeri sedap ini.


Tapi tak apa. Saya hanya perlu menjaga diri dengan menyiapkan alat pelindung diri (APD) dan menghindari bersentuhan dengan orang lain. Hand sanitizer selalu ada di kantong. Setiap mau naik dan setelah turun dari bus dan juga setiap akan makan atau minum saya selalu cuci tangan instan dengan hand sanitizer.


Selain itu berusaha untuk tidak menyentuh wajah. Jika harus menyentuh maka saya akan menggunakan tisu. Dan tak lupa memakai masker agar bila bersin atau batuk tidak mengganggu orang terdekat.


Merepotkan memang. Tapi harus berangkat karena tuntutan pekerjaan dan panggilan hati. Saya juga penasaran bagaimana kondisi orang-orang yang terpaksa harus melakukan perjalanan seperti saya di tengah wabah yang tengah merebak.


Di awal perjalanan dari kampung menuju kota terdekat belum begitu terasa perubahannya. Mungkin karena para penumpang rata-rata adalah penumpang jarak dekat antarkecamatan dan antardesa. Hanya satu dua yang menuju kota.


Tapi ketika memasuki terminal di kota perbedaan itu mulai jelas terlihat. Setiap penumpang yang turun dari bus harus di-scan dulu suhu tubuhnya oleh petugas dari PMI dan Dinas Perhubungan. Lalu ditanya apakah ada keluhan kesehatan?. Setelah itu juga harus cuci tangan dengan sabun sebelum menuju terminal keberangkatan.


Masih belum cukup, sebelum naik bus antarkota juga ada petugas yang meminta agar cuci tangan dulu. Dan di dalam bus pun disediakan hand sanitizer di dekat pintu bus. Memang saya lihat masih banyak yang belum menyediakannya karena sifatnya hanya himbauan. Tapi bus yang saya tumpangi menyediakan hand sanitizer di dekat pintu.


Meskipun kebanyakan penumpang tidak menggunakan fasilitas itu, tapi upaya dari pengusaha otobus itu patut diapresiasi.


Dari obrolan dengan salah satu awak bus saya dapat informasi bahwa telah terjadi penurunan penumpang sampai hampir separuhnya. Hal ini membuat perusahaan mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi armada yang beroperasi dan penurunan besaran setoran. Selain itu untuk para awak busnya diberlakukan sistem bergilir sebagai konsekuensi pengurangan armada.


“Aduh Mas, pokoknya harus pintar-pintar berhemat. Ini lebih parah dari krisis 1998 kayaknya," kata bapak paruh baya yang jadi kenek bus yang saya tumpangi.


“Untuk bus jarak jauh antar kota antarprovinsi malah lebih parah lagi Mas, penurunannya sampai 75%, banyak bus yang dikandangkan," tambahnya.


Ketika mau check in di hotel langganan saya ketika singgah di kota itu, ada juga prosedur layanan yang berubah, yaitu self check in. Mengisi formulir check in sendiri lalu diletakkan di meja bersama kartu identitas baru diambil oleh petugas hotel. Semua petugas juga memakai masker. Physical distancing terasa banget di hotel itu.


Sebelum mengisi formulir check in juga diharuskan untuk cuci tangan dengan hand sanitizer yang disediakan. Seorang satpam terus mengawasi dari jarak 1,5 meter memastikan semua mengikuti prosedur. Di berbagai sudut ruangan dan lorong juga banyak ditempel imbauan terkait pencegahan penyebaran Covid-19.


Menurut petugas hotel, tingkat hunian hotel juga menurun drastis sejak merebaknya pandemi Corona. Malam itu katanya hanya ada 10 tamu termasuk saya. Padahal biasanya rata-rata perhari tingkat hunian di atas 75 %.


Para narasumber penelitian saya pun menerapkan phisical distancing yang ketat. Sebelum masuk dan berjabat tangan saya harus disemprot hand sanitizer dulu. Dan posisi duduk kami juga mengikuti petunjuk para ahli kesehatan, yaitu berjarak 1 meter lebih.


Dari kisah perjalanan saya di atas dapat disimpulkan betapa dahsyatnya dampak wabah Corona ini bagi perekonomian rakyat Indonesia. Harga kebutuhan pokok yang kian melambung ditambah hilangnya banyak pekerjaan karena sepinya pergerakan orang membuat banyak orang mengalami kesulitan hidup.


Saatnya kita meningkatkan solidaritas dan kepedulian terhadap sesama. Di tengah wabah kita harus saling menguatkan. Dan jangan lupa berdoa semoga wabah ini segera berlalu.



ilustrasi: pixabay.com


Komentar

Tulis Komentar