Bagaimana Para Pendukung ISIS Menghadapi Bencana Alam ?

Other

by Arif Budi Setyawan

Melihat fenomena banjir yang melanda Ibu Kota negara kita, saya sontak teringat pada para pendukung ISIS. Mereka ini kan punya sudut pandang yang tidak lazim dalam melihat sebuah persoalan yang sedang dihadapi. Menganggap negara ini sebagai negara kafir dan pemerintahannya adalah pemerintah murtad, adalah salah satu pandangan ekstrim mereka yang sudah banyak diketahui masyarakat.


Tetapi akan sangat menarik adalah mengetahui bagaimana sikap mereka dalam menghadapi ujian berupa bencana alam. Bencana alam adalah sebuah ujian yang menimpa masyarakat secara umum. Siapa saja bisa kena. Tidak pilih-pilih mana yang soleh mana yang durhaka. Tidak pilih-pilih mana yang pro NKRI dan anti NKRI.


Kita tahu bahwa ketika terjadi bencana alam di suatu daerah, apakah itu berupa tanah longsor, gempa bumi, atau banjir seperti yang terjadi di Ibu Kota saat ini, warga yang rumahnya terdampak oleh bencana alam kebanyakan akan mengungsi ke tempat pengungsian yang disediakan oleh pemerintah.


Pemerintah juga akan aktif memberikan bantuan logistik dan peralatan untuk bertahan hidup dalam kondisi darurat sampai bencana telah berlalu dan masalah teratasi.


Nah, para pendukung ISIS itu kan menganggap pemerintah ini sebagai pemerintahan murtad, thaghut, negara ini kafir, dst. Selain itu mereka mereka juga tak jarang sangat eksklusif dalam pergaulan sehari-hari dengan masyarakat.


Lalu bagaimana kiranya mereka menghadapi bencana alam yang menuntut mereka untuk ikut mengungsi bersama masyarakat, di mana fasilitas dan logistik di pengungsian disediakan oleh pemerintah?


Sebagai orang yang pernah berada di kalangan yang mengkafirkan negara dan pemerintah, sedikit banyak saya tahu bagaimana mereka menyikapi bencana alam yang menimpa diri mereka dan bagaimana sikap saudara-saudara sepemikiran mereka.


Saya mendapati sebagian kisah mereka dari postingan mereka di media sosialnya ketika terjadi beberapa bencana alam yang qadarullah menimpa orang-orang yang mengkafirkan negara dan pemerintah Indonesia itu.


Bagi yang tertimpa bencana, awalnya mereka itu mau tidak mau akan ikut mengungsi ke tempat pengungsian umum yang disediakan oleh pemerintah. Bercampur dengan masyarakat umum yang kemudian sedikit banyak akan membuat mereka risih karena harus bercampur seperti itu. Tapi kondisi darurat membuat mereka tidak punya pilihan.


Setelah itu biasanya mereka akan segera mengabarkan kondisi mereka ke saudara-saudara sepemikiran mereka melalui media sosial maupun jalur komunikasi personal. Nah, dari media sosial mereka itulah orang seperti saya bisa mengetahui kondisi mereka.


Lalu di kalangan mereka biasanya ada dua hal yang dilakukan, yaitu penggalangan dana dan penyediaan tempat tinggal sementara.


Jika pada masyarakat umum penggalangan dana dilakukan untuk membantu para korban bencana alam tanpa membeda-bedakan siapa yang jadi korban, maka di kalangan mereka melakukan penggalangan dana yang hanya dikhususkan untuk diberikan kepada saudara-saudara sepemikiran mereka yang sedang kena musibah.


Narasi yang dimainkan adalah bahwa suadara-saudara sepemikiran mereka itu lebih berhak atas bantuan mereka daripada masyarakat umum yang mau menerima bantuan pemerintah. Bagi mereka bisa menghindari bantuan dari pemerintah adalah sebuah kemuliaan.


Di samping itu di kalangan mereka juga dianjurkan untuk meminjami atau mencarikan tempat bernaung sementara bagi saudara-saudara sepemikiran mereka yang terkena musibah agar tidak ikut bernaung di pengungsian yang disediakan pemerintah. Sekali lagi itu karena bagi mereka bisa menghindar dari bantuan pemerintah adalah sebuah kemuliaan.


Begitulah kira-kira bagaimana para pendukung ISIS menyikapi bencana alam yang menimpa mereka. Setidaknya itulah yang pernah terjadi di masa lalu. Dan saya yakin itu juga masih berlaku sampai saat ini.



ilustrasi: pixabay.com

Komentar

Tulis Komentar