Mengapa Para BMI Perempuan Rentan Terpengaruh Paham Radikal?

Other

by Arif Budi Setyawan

Masih melanjutkan bahasan seputar radikalisasi pada BMI perempuan.

Semakin lama saya di penjara semakin banyak kasus ‘pemanfaatan’ para akhwat yang saya temui dan saya dengar ceritanya. Mulai dari modus pengumpulan dana sampai diperistri. Sejak dari Rutan Mako Brimob sampai ketika di Lapas. Korbannya pun dari beragam latar belakang. Para BMI perempuan yang jadi korban itu hanya sebagian saja.


Adanya media sosial, akses internet yang semakin mudah dan murah, serta semakin murahnya smartphone membuat kegiatan merayu atau tebar pesona di dunia maya menjadi semakin banyak pelakunya.


Khusus di kalangan para narapidana terorisme, ada banyak oknum yang menjadikan kegiatan merayu dan tebar pesona itu sebagai bidang keahlian yang ditekuni. Faktor pendorongnya banyak. Tidak ada kerjaan, butuh teman ngobrol, butuh aktualisasi diri, butuh duit, sampai yang tertantang untuk mendapatkan cinta meskipun sudah beristri.


Saya menjadi saksi atas beberapa kelakuan mereka. Yang saya tahu biasanya mereka ketika sudah dapat mangsa akan sering berceramah by phone yang isinya seringkali hasil membaca artikel yang beredar di kalangan mereka. Bahkan ada yang berceramah by phone sambil membaca artikel tersebut di layar smartphone-nya.


Tapi yang tidak saya ketahui secara persis adalah bagaimana mereka menemukan mangsa yang dari kalangan BMI perempuan. Belakangan saya baru bisa memahami bagaimana itu bisa terjadi setelah saya bebas dari penjara dan mewawancarai salah satu tetangga saya yang pernah jadi BMI di Hongkong. Ia terakhir pulang dari Hongkong di tahun 2014 dan tidak kembali lagi hingga sekarang.


Saya bertanya mengapa banyak BMI perempuan di Hongkong yang terpedaya oleh para jihadis radikal atau terpapar oleh virus ekstremisme? Jawabannya sungguh menarik.


Menurutnya rata-rata yang terpengaruh oleh paham ekstrim itu karena mereka punya masalah dalam kehidupan mereka yang tak kunjung selesai. Misalnya; masalah dengan keluarganya di kampung halaman yang biasanya rata-rata adalah konflik rumah tangga dengan suami mereka. Atau bermasalah dengan lingkungan tempat mereka bekerja seperti majikan yang kejam, terlalu dikekang, beban pekerjaan yang berat, pembayaran gaji yang bermasalah, dll.


Mereka yang bermasalah ini kemudian mencoba mencari pencerahan atau sekedar mencari tempat curhat di media sosial. Mudah dan praktis. Tidak perlu keluar rumah.


“Lha mungkin teman-teman sampean itu melihat postingan kata-kata galau di media sosial mereka terus didekati, dikasih perhatian, ditunjukkan materi-materi taushiyah, sehingga mereka akhirnya terpikat untuk mengikuti semua arahan dari teman-teman sampean itu dik, terus jadi radikal,” begitu tutur si mbak tetangga saya menyimpulkan.


Hmm...kesimpulan yang sangat masuk akal. Dari cerita itu saya bisa menyimpulkan juga bahwa bisa jadi para BMI perempuan yang lagi bermasalah itu tertarik dengan kawan-kawan saya di penjara yang aktif tebar pesona di media sosial mereka. Para BMI itu karena kepolosannya menganggap akun yang rajin posting ajaran agama dan tausiyah adalah seorang yang berilmu sehingga patut dijadikan tempat konsultasi dari masalah yang mereka hadapi.


Maka mulailah mereka curhat tentang permasalahan mereka. Dan kawan-kawan saya itu dengan lihainya memainkan perannya sebagai sosok yang bisa memberikan solusi dari permasalahan mereka itu bermodal copy paste materi yang bertebaran di internet. Lalu pelan-pelan mereka digiring agar menjadi pendukungnya, dicekoki dengan doktrin-doktrin, sampai ada yang mau diperistri dan ada yang sampai bersedia menjadi pelaku bom bunuh diri.


Ya namanya orang di penjara tidak ada kerjaan, maka ngerjain para BMI itu bisa setidaknya menjadi ajang aktualisasi diri. Syukur-syukur dapat yang bisa dimanfaatkan untuk membantu masalah ekonominya. Lha orang di penjara kan masih butuh duit untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya.


Selain motif-motif di atas, bagi jihadis radikal pendukung ISIS, baik yang di penjara maupun yang tidak, tebar pesona dengan menyebarkan materi-materi paham ISIS itu bisa mereka anggap sebagai ibadah karena bagian dari bentuk ketaatan kepada pemimpin ISIS untuk menyebarkan ideologi ISIS.


Kalau para pelaku tebar pesona di media sosial dengan menyebarkan materi-materi paham ISIS semakin banyak, sementara di sisi lain banyak para wanita termasuk mbak-mbak BMI yang bermasalah dalam hidupnya yang mencari pencerahan di media sosial, maka fenomena para wanita termasuk BMI perempuan yang terpapar ideologi ekstremisme akan semakin bertambah pula.

Komentar

Tulis Komentar