Cinta Ibu Pejuang ISIS

Other

by Febri Ramdani

Ibu menjadi wujud cinta pertama ketika seorang manusia tercipta. Bahkan sebelum lahir, cinta ibu telah tercurah tanpa batas melebihi cinta pada dirinya sendiri. Namun sering kali kita malah sibuk galau dan justru menutup diri dari cinta ibu dan membuka untuk cinta yang lain.

Sebut saja namanya Abu Hatim. Laki-laki empat puluhan tahun itu pergi ke Suriah beserta anak dan Istri. Ia padahal tahu betul bahwa ibunya tak memberi restu. Namun, janji khilafah islamiyah membuatnya tetap nekat berangkat ke negeri yang tak pernah ia jajaki tersebut.

Abu Hatim adalah anak kesayangan ibunya. Sebenarnya ia sempat ragu meninggalkan wanita paruh baya yang melahirkannya itu. Ia sendiri galau sesampainya disana karena ternyata janji khilafah islamiyah tak seperti yang ia bayangkan.

Abu Hatim bercerita kepada saya dengan mata yang berkaca-kaca. Kegaulauannya bertambah ketika ia mendengar keadaan ibunya melalui pesan singkat. Ibunya setiap hari menangis di kampung halaman di Indonesia karena dirinya. Bahkan mata ibunya hampir buta karena terus mengeluarkan air mata.

Ibu menaruh harapan agar kelak anaknya bisa menjadi orang yang berhasil dan sukses. Lalu semudah itu sang anak mengejar cinta dan mewujudkan harapan yang lain. Pertemuan saya dan Abu Hatim di Idlib saat itu memang nampak menampar saya.

Tak berlebihan jika kita memprioritaskan ibu dalam banyak hal. Karena sebegitu besarnya cinta ibu kepada anaknya. Meski kadang saya paham bahwa cerita ini tak selalu sama dialami semua orang.

Di luar sana banyak anak yang harus bermasalah dengan ibu kandungnya sendiri. Namun, permasalahan seperti apapun mungkin tak bisa sebanding dengan jerih payahnya 9 bulan berbagi nyawa dengan kita yang masih lemah.

Setiap orang punya kisah tentang cinta ibu, bagaimana dengan kamu?

Komentar

Tulis Komentar