Gelandangan Kok Harus Bayar Denda ke Negara?

Other

by Eka Setiawan

Kalau gelandangan didenda terus mereka mau bayar pakai apa? Tempat tinggal saja nggak punya, kok ya masih harus bayar denda kepada negara?

Pemidanaan terhadap gelandangan ini masuk dalam salah satu pasal dalam draft Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), yang rencananya bakal diresmikan DPR pada Selasa 24 September mendatang.

Regulasi soal gelandangan itu termuat pada Pasal 432 (draf RKUHP). Bunyinya begini “Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan denda paling banyak kategori I”

Dendanya adalah Rp1juta. Lha mending gelandangan itu dikasih uang Rp1juta biar bisa bayar sewa kosan.

Soal sanksi bagi gelandangan, sebenarnya pada KUHP lama –warisan Kompeni- sudah diatur. Pada KUHP yang masih berlaku saat ini, gelandangan diancam pidana maksimal 3 bulan penjara.

Itu ada di Pasal 505 KUHP. Bunyinya:

(1) Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan penggelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan

(2) Penggelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan

Pada KUHP lama bisalah gelandangan disanksi (Dari sudut pandang kolonial tapi tentu tidak dari sisi kemanusiaan). Wong aturan itu dibuat oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Tepatnya berasal dari Wetboek van Strafrecht yang diresmikan pada tahun 1915 dan baru diundangkan tiga tahun setelah itu, lewat Staatsblad atau Lembaran Negara nomor 732.

Karena penjajah, nggak mungkinlah mau ngurusi daerah jajahannya, apalagi ngurusi para gelandangan.

Tapi ketika negara ini, dengan aturan yang dibuat sendiri malah “meneror” warganya? Akal sehat seperti apa yang jadi penyebab pasal itu dibuat?

Bukankah konstitusi negara ini memerintahkan negara harus mengurus mereka? Para gelandangan itu.

Nggak percaya? Coba lihat Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945, di ayat (1) disebutkan bahwa “Fakir miskin dan anak telantar dipelihara negara”.

Melihat konstitusi itu, kalau gelandangan itu disebabkan karena memang mereka miskin (entah itu anak-anak ataupun orang dewasa), masih pantaskah mereka harus dipidana?

Tidak semua orang punya kesempatan untuk jadi kaya raya, jadi cukong, jadi miliarder. Masih banyak orang yang bekerja saja belum tentu bisa punya rumah, paling banter jadi “kontraktor” alias kontrak rumah ataupun ngekos. Itu aja kadang bayarnya kadang lancar kadang macet.

Lalu kalau gelandangan masih harus dipidana bagaimana akal sehat ini bekerja? Semoga Wakil Rakyat yang terhormat itu berpikir 1000 kali sebelum mengesahkan aturan baru ini.

 

FOTO RUANGOBROL.ID/EKA SETIAWAN

Komentar

Tulis Komentar