Ketika Cinta Bersemi di Sebuah Parit

Other

by Rosyid Nurul Hakiim

Perang Dunia I bisa saja kalah tenar dengan Perang Dunia II. Film-film yang mengupas ambisi Hitler ‘menguasai Eropa’ memang jauh lebih banyak dibandingkan pembunuhan yang dilakukan oleh organisasi rahasia Black Hand terhadap Archduke Franz Ferdinand yang kemudian memicu Perang Dunia I. Namun, perang yang juga melibatkan Jerman melawan sebagaian besar negara Eropa lainnya itu sebenarnya menyimpan kisah-kisah menarik lho.

Salah satunya adalah surat cinta.

Perang, tanpa harus menyebutkan secara detail prosesnya, sudah menimbulkan horor tersendiri. Apalagi di Perang Dunia yang berlangsung dari tahun 1914 sampai 1918 ini ada yang namanya perang parit. Jadi, salah satu strategi tembak-tembakan antara dua kubu yang berlawanan itu adalah menggali tanah hingga setinggi pundak manusia. Parit-parit itu dibuat berliku untuk mobilisasi prajurit. Para prajurit harus hidup di parit tersebut dan bertahan dari rentetan peluru, lintah, tikus, dan bangkai rekan seperjuangannya.

Bisa dibayangkan kan, betapa horor kondisinya. Oleh karena itu, para prajurit ini memerlukan dukungan moral yang besar untuk tetap mempertahankan semangatnya. Cinta memang bisa menjadi kekuatan besar untuk membuat seseorang bertahan hidup. Karena saat itu tidak ada video call seperti saat ini, maka surat dari yang tercinta lah yang bisa membangkitkan semangat para prajurit tersebut.

Surat, apalagi surat cinta, menjadi media penting untuk menambah semangat para prajurit di medan perang  ini bermula dari curhatan seorang prajurit. Pada tahun 1915, sebuah koran di London memuat curhatan tersebut. Pria yang sedang berperang itu merasa kesepian dan ingin mendapat surat dari siapa saja.

Dalam waktu singkat, koran yang memuat nama dan kesatuan dari prajurit itu mendapatkan respon yang luar biasa. Dalam seminggu si prajurit mendapatkan 3000 surat dan 98 paket ditujukan padanya. Menariknya, dia mencoba menjawab sebisa mungkin surat-surat tersebut dan mengirimkannya kembali ke Inggris. Sejak saat itulah, prajurit lain melakukan hal yang sama.

Contoh surat cinta dari parit-parit Perang Dunia I yang sempat di dokumentasikan adalah surat menyurat antara Dora Willat dan Letnan Dua Cecil Slack. Korespondensi itu berujung pada pernikahan mereka di tahun 1919, setelah perang dunia berakhir. Meski sempat saling tidak yakin akan rencana pernikahannya. Namun, hubungan LDR (long distance relationship) mereka tetap bertahan dan berhasil pada akhirnya.

Ungkapan cinta juga bisa datang dari seorang anak gadis kepada ayahnya. Marjorie mengirimkan gambar karyanya sendiri kepada sang ayah, Penembak Wilfrid Cove. Namun sayang, Wilfrid tewas di tahun 1917 dengan surat dari anaknya itu di saku bajunya yang bersimbah darah.

Bahkan ada juga surat dari seorang istri prajurit kepada komandan suaminya. Surat itu berisi permohonan izin atas suaminya untuk bisa dalam waktu tertentu pulang dan menemui dirinya. Sehingga pasangan suami istri tersebut bisa memadu kasih. Sang istri bahkan mengaku tidak tahan jika harus jauh dalam waktu lama dengan suaminya.

Surat-surat cinta ini bercampur dengan ribuan bahkan jutaan surat dan paket lain yang menjadi satu-satunya penghubung antara mereka yang sedang berjuang di garis depan dengan kekasih atau keluarga yang berada di rumah. Adalah General Post Office (GPO) yang memiliki peran penting dalam pengiriman surat-surat tersebut. Terutama untuk mereka yang berasal dari Inggris. Bukan pekerjaan yang mudah karena terkadang petugas pos harus berada di garis depan untuk bisa mengumpulkan surat-surat dari prajurit yang berjaga di parit atau mengirimkan kepada mereka, surat dari keluarga.

Menurut catatan sejarah, ada sebanyak 12 juta surat yang dikirimkan kepada para prajurit setiap minggunya selama Perang Dunia I berlangsung. Bisa dibayangkan betapa sibuknya para petugas pos tersebut menyortir dan mengirimkannya. Untuk melakukan tugasnya itu, GPO harus membangun kantor khusus penyortiran surat di Regent Park, London. Kantor yang disebut sebagai Home Depot itu berupa bangunan besar dari kayu yang menutupi hektaran lahan. Disana, tidak kurang dari 2.500 staff yang setiap harinya memilah-milah surat.

Ekspresi cinta memang beragam bentuknya. Energi positifnya lah yang kemudian memberikan manfaat pada manusia. Oleh karena itu, mari kita selalu mengapresiasi cinta, meskipun dalam bentuknya yang paling sederhana.

Komentar

Tulis Komentar