Terorisme dan Konservasi Alam, Adakah Hubungannya?

Other

by Rosyid Nurul Hakiim

“Inilah orang yang bertanggung jawab. Alan Jonah. Mantan Kolonel di Angkatan Bersenjata Inggris yang berubah menjadi seorang eco-terrorist ini terobsesi untuk mengembalikan tatanan alam yang semestinya,” ujar Dr. Viviane Graham menjelaskan tentang kelompok teroris yang berada di belakang bangkitnya para titan.

Kelompok ini menganggap bahwa manusia sudah menjadi virus bagi bumi. Sehingga tatanan alam perlu dikembalikan melalui kehancuran yang bakal dilakukan oleh para raksasa atau titan. Setelah kehancuran itulah, bumi akan beregenerasi.

Istilah eco-terrorist bukan hanya dibuat untuk film Godzila: King of the Monsters, itu saja. Namun, pada kehidupan nyata, mereka yang dilabeli eco-terrorist juga benar-benar ada. Sekali lagi, ini membuktikan bahwa terorisme bukan soal agama tertentu, akan tetapi lebih pada tindakan atau metode yang dilakukan orang atau sekelompok orang untuk menciptakan teror demi tujuan politiknya.

Federal Bureau of Investigation (FBI) dalam beberapa catatannya pernah menyebut bahwa eco-terrorism ini merupakan ancaman paling serius yang harus dihadapi di dalam negeri, Amerika Serikat. Bahkan mengalahkan ancaman domestik lain yang berasal dari ekstremis sayap kanan ataupun ekstremis sosialis. Dalam arsip FBI, pada awal hingga pertengahan tahun 1900an, tindakan terorisme yang bernuansa konservasi lingkungan ini sudah mencatatkan 600 kali tindakan kriminal dengan kerugian sebesar 43 juta dollar. Angka ini dilaporkan pada tahun 2002 di sebuah dengar pendapat.

Enam tahun berselang, seperti yang dikabarkan oleh FoxNews, FBI kembali menyebutkan bahwa eco-terrorism adalah ancaman domestik nomor 1 di Amerika Serikat. Pada tahun 2008 itu, catatan kerugian yang diakibatkan oleh serangan-serangan dari kelompok teror tersebut meningkat menjadi 100 juta dollar.

Dua kelompok besar yang sering disebut-sebut sebagai eco-terrorist adalah Animal Liberation Front (ALF) dan Earth Liberation Front (ELF). Sejak tahun 1990an, mereka menyerang perusahaan-perusahaan yang dianggap melakukan tindakan yang tidak pantas pada hewan dan juga merusak lingkungan. Organisasi ini melakukan teror dengan bentuk pembakaran fasilitas dari perusahaan-perusahaan tersebut. Berbekal teknologi sederhana, mereka memicu timbulnya kebakaran, sesaat setelah mereka meninggalkan tempat kejadian.

Tidak hanya di Amerika saja, eco-terrorist ini juga dapat ditemui di belahan dunia yang lain. Pada tahun 1980an, di Rhone, wilayah Perancis yang berbatasan dengan Swiss, lima buah roket meluncur ke arah proyek pembangkit listrik bertenaga nuklir yang sedang dalam tahap pembangunan.

Roket tersebut berhasil mengenai beberapa bagian bangunan, namun tidak mengakibatkan korban jiwa. Dalam penyelidikan, Polisi menemukan bahwa senjata yang digunakan adalah RPG-7 dari tahun 1963.  Serangan ini merupakan kelanjutan dari protes ribuan orang yang menolak nuklir atas alasan keselamatan lingkungan.

Menilik lebih jauh soal eco-terrorist ini, sepertinya menarik untuk mendiskusikan perihal label teroris tersebut. Para ekstremis lingkungan ini bergerak berdasarkan konsep ideal untuk menjaga kesimbangan alam, mempertahankan keutuhannya yang pada akhirnya bermanfaat untuk manusia juga. Sehingga mereka hanya menyerang industri-industri yang memberikan dampak pada lingkungan, seperti pertambangan, pembalakan hutan, atau eksplotasi sumber daya alam lain.

Namun, dengan alasan yang cenderung memiliki nilai positif terhadap bumi yang kita tinggali ini, apakah mereka masih layak disebut teroris? Atau label ini hanya sebuah strategi dari mereka yang secara ekonomi dirugikan?

Bagaimana pendapat teman-teman tentang ini, yuk kita diskusikan lewat fasilitas Chat yang ada di sisi kanan bawah website ini.

 

 

Komentar

Tulis Komentar