Tidak Ada Alasan Tunggal Seseorang Tergelincir ke Lingkaran Radikalisme

Other

by Eka Setiawan

Orang-orang Indonesia yang sempat bergabung ke kelompok ISIS di Suriah meminta pulang. Beberapa kejadian teror terjadi di Indonesia, seperti contohnya jelang Lebaran lalu di Pos Polisi Kartasura.

Dua insiden ini, meski jauh secara jarak, berbeda lokasinya, kerap dihubung-hubungkan. Tak terkecuali para netizen di media sosial. Beberapa komentar seakan mengkonfirmasi bahwa tak usahlah mereka itu pulang (dipulangkan) ke Indonesia, sebab bisa saja menjadi penyebab terjadinya bom-bom lainnya.

Opini begini, tentu saja tidak salah, tapi sekaligus tentu saja belum sepenuhnya benar. Apa sebabnya?

Dari beberapa orang yang sempat tergelincir di lingkaran radikalisme yang pernah saya temui, kemudian wawancara, berinteraksi, ternyata tidak ada alasan tunggal orang tergelincir ke kelompok tersebut. Entah apa itu kelompok radikalnya.

Ada yang niat awalnya ingin membantu orang-orang Muslim yang digambarkan di tayangan video sedang tertindas, kemudian karena semangat mudanya tersulut, bergabunglah dia ke kelompok yang dianggapnya bisa jadi jalan menyalurkan energinya untuk ikut beraksi.

Ada orang yang terjerat kesulitan ekonomi, dan sebab ada janji manis kemakmuran, orang itu akhirnya terjerumus ke lingkaran radikalisme.

Ada pula orang yang terpengaruh media sosial, ingin eksis, kemudian mencoba atau malahan nekat bergabung ke kelompok radikal meski harus meninggalkan negaranya sendiri.

Ada pula yang ingin menyusul orang yang dicintai, walaupun harus masuk ke wilayah kekuasaan kelompok radikal, niat itu tetap saja dijalankan. Akhirnya, ikut-ikutan kena cap yang sama; bagian dari kelompok teroris.

Ada pula sebab-sebab lain, yang tentunya terus berkembang seiring dengan informasi-informasi yang juga terus berkembang.

Ini juga merupakan sebuah konfirmasi, bahwa tidak ada alasan tunggal orang tergelincir ke lingkaran radikalisme.

Sebab itulah, tak bijak rasanya jika menggeneralisir, gebyah uyah, menganggap semua persoalan sama penyebabnya. Perlu kelapangan hati, untuk bisa memberikan kesempatan kedua. Merangkul untuk memahami apa penyebabnya, sekaligus mencari solusi terbaik untuk menyelesaikannya.

Siapa tahu, itu akan mengurangi atau bahkan menghentikan lingkaran kekerasan? Meski memang harus waspada, tapi tak ada salahnya mencoba. Itu tentu jauh lebih baik daripada saling berprasangka.

 

FOTO EKA SETIAWAN  

Komentar

Tulis Komentar