Benarkah Jama’ah Islamiyah Masih Eksis?

Analisa

by Kharis Hadirin

Pasca penangkapan Para Wijayanto (PW) alias Abang alias Aji Pangestu alias Abu Askari alias Ahmad Arif alias Ahmad Fauzi Utomo pada Sabtu 29 Juni 2019 pukul 06.12 WIB di Hotel Adaya, Jalan Raya Kranggan No. 19-20, RT. 03/RW. 09, Jatiraden, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat lalu, hingga kini masih menyisakan sejumlah pertanyaan.

Pasalnya, selain dirinya dianggap sebagai pimpinan jaringan kelompok Jamaah Islamiyah (JI), Juga rekam jejak pada kelompok ini yang tidak bisa dianggap sebelah mata.

Status PW sebagai pimpinan jaringan jelas mengundang ketertarikan banyak orang. Sebab penangkapan ini tentu mengingatkan kembali banyak orang akan rekam jejak kelam kelompok yang dipimpinnya.

Lalu benarkah bahwa kelompok JI sudah tidak lagi eksis semenjak adanya putusan dari pemerintah Indonesia yang menyatakan bahwa Jama’ah Islamiyah (JI) sebagai organisasi terlarang dan dibubarkan sejak 2007 melalui keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan? Ataukah memang mereka masih ada namun pemerintah sengaja menutupinya? Setelah PW tertangkap, bagaimana dengan anak buahnya?

Menjawab persoalan ini, tentu tidak bisa lepas dari sejarah panjang keterlibatan kelompok ini dalam dunia teror di Asia Tenggara, terutama Indonesia. Bom Bali misalnya, kelompok JI dituding sebagai pihak paling bertanggung jawab sebagai dalang di balik aksi serangan. Meski belakangan, tudingan ini dibantah oleh sejumlah kalangan bahwa organisasi JI secara struktural tidak memberikan 'restu', namun tidak menampik bahwa para pelaku yang terlibat adalah anggotanya.

Organisasi ini sendiri tidaklah muncul secara tiba-tiba, namun melalui proses panjang dan berliku.

Bermula dari sebuah mimpi ingin mendirikan Daulah Islamiyah di Indonesia yang kemudian lahir organisasi DI/TII yang yang didirikan oleh Sekarmadji Maridjan (SM) Kartosoewirjo yang kemudian mendeklarasikan Negara Islam Indonesia (NII)  pada 7 Agustus 1949 di Desa Cisampang, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Gerakan ini sendiri muncul sebagai wujud protes terhadap pemerintah Soekarno kala itu yang menghapus 7 kata dalam Piagam Jakarta sebagai pembukaan UUD 1945 yang tercantum pada sila pertama Pancasila, yakni '...dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya'.

Oleh Mohammad Hatta, ketujuh kata dalam sila pertama Pancasila kemudian dirubah menjadi 'Yang Maha Esa' sebagaimana yang kita ketahui dalam butir pertama Pancasila saat ini.

Rupanya, keputusan pemerintah untuk menghapus dan merubah 7 kata dalam Piagam Jakarta membuat sebagian kelompok merasa gerah. Kelompok inilah yang kemudian menyatakan sikap perlawanan terhadap pemerintah Indonesia dengan membentuk NII yang bertujuan untuk merancang kembali dasar negara dengan prinsip syari’at Islam melalui organisasi DI/TII.

Hingga pada 1950, menjadi awal perlawanan organisasi terhadap pemerintah Indonesia yang kemudian memunculkan beberapa aksi pemberontakan yang terjadi di sejumlah wilayah. Diantaranya pada bulan Oktober 1950, DI/TII tercatat melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pos-pos kesatuan ABRI (TNI-POLRI).

Kemudian pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai dengan ‘Proklamasi’ Daud Beureueh  bahwa Aceh merupakan bagian ‘Negara Islam Indonesia (NII)’ di bawah pimpinan Imam Kartosoewirjo pada tanggal 20 September 1953.

Lalu pemberontakan DI/TII oleh Amir Fatah di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan oleh Kahar Muzakar.

Pemerintah Indonesia kemudian bereaksi dengan menjalankan operasi untuk menangkap SM. Kartosoewirjo.

Perjuangan Kartosoewirjo berakhir ketika aparat keamanan berhasil menangkapnya setelah melalui perburuan panjang di wilayah Gunung Rakutak di Jawa Barat pada 4 Juni 1962.

Pemerintah Indonesia kemudian menghukum mati Kartosoewirjo pada 5 September 1962 di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, Jakarta.

Pasca eksekusi mati terhadap Kartosoewirjo, di Solo, Jawa Tengah muncul tokoh baru bernama Abdullah Sungkar yang kelak akan meneruskan perjuangan NII melalui bendera baru, yakni Jama’ah Islamiyah.

 

Link gambar: https://linikota.com/2017/04/ajaran-nii-sensen-menyimpang-dan-sekarang-sedang-diperiksa-atas-dugaan-makar/

Komentar

Tulis Komentar