DIBURU UNTUK DIJADIKAN BUDAK SEKS, INILAH SEKILAS KISAH JOANNA PALANI SI PEMBURU ISIS

Tokoh

by Muhammad Rifat Sauqi

Joanna Palani lahir di sebuah kamp pengungsian di Gurun Ramadi, Irak, selama Perang Teluk pada 22 Februari 1993. Palani merupakan seorang keturunan Iran-Kurdi, ayah dan kakeknya merupakan pejuang peshmerga. Sejak kecil, palani sudah tak asing dengan bau mesiu dan teriak peperangan. Hal itu lah yang telah membangun jati dirinya hingga saaat ini. Palani kecil kemudian bermigrasi ke Denmark pada usia 3 tahun bersama keluarganya untuk mencari kehidupan yang lebih damai.

Pada masa kecil Palani, Sang kakek sering mengjaknya untuk berlatih menembak. Kemudian pada saat Palani tengah menjajaki bangku perguruan tinggi. Palani memutuskan untuk meninggalkannya dan memilih bergabung dengan pasukan militer. Hal ini dipilihnya lantaran ia mendengar dan melihat pada sejumlah media bahwa ISIS telah memperlakukan bangsa kurdi dengan semena-mena. Disitulah awal mula kebencian Palani terhadap ISIS.

Palani mulai berangkat ke Suriah pada tahun 2014. ia mengawali karir peperangannya dengan menjadi seorang militan dalam hal sabotase pada serangkaian propaganda ISIS. Di Suriah, Palani dilatih oleh banyak kelompok di Kurdistan dan di luar wilayah Kurdi di Suriah. Dalam kamp pelatihan, Palani ternyata menunjukkan keahlian menembak jitu. Setelah menyelesaikan masa pelatihan, ia kemudian masuk dalam skuat penembak jitu/sniper YPG dan beroperasi di wilayah otonom Kurdi di Irak maupun Suriah. YPG atau yang memiliki kepanjangan “Yekîneyên Parastina Gel” adalah sebuah pasukan elit militer Kurdi dan merupakan bagian terpenting dari Pasukan Demokrat Suriah.

Selama di Timur Tengah, Palani merupakan bagian dari pasukan yang telah membebaskan sekelompok gadis Yazidi yang diculik untuk dijadikan budak seks di Iran. Dia juga dilaporkan memerangi pemerintahan rezim Bashar al-Assad di Suriah. Tak main-main, sejak tahun 2014, reputasinya sebagai seorang penembak jitu langsung melejit di berbagai pertempuran melawan ISIS. Berbekal dua senapan andalannya SVD Dragunov dan Kalashnikov, Palani telah membunuh lebih dari 100 milisi ISIS.

Kedua senjata tersebut merupakan senjata asal Rusia, SVD Dragunov adalah salah satu jenis senapan runduk/sniper dengan laras sepanjang 610mm dan menggunakan peluru caliber 7,62 x 54 mmR mampu menempuh jarak tembak sejauh 600m dengan jarak efektif sejauh 300m. Sedangkan senjata Kalashnikov yang Palani gunakan merupakan jenis senapan serbu yang ramah dengan sebutan AK-47 yang dirancang oleh Mikhail Kalashnikov. Menggunakan peluru kaliber 7,62 x 39 mm dan memiliki pilihan tembakan (selective-fire) pada pengoprasiannya. AK-47 termasuk salah satu senapan serbu pertama dan hingga kini merupakan senapan serbu yang paling banyak diproduksi.

Kelihaiannya menembak secara tepat pada titik-titik vital lawan, membuat Palani dikenal sebagai "Perempuan Kematian" (Lady of Death) di kalangan pejuang ISIS. Bahkan, ISIS sampai membuat sayembara bagi anggotanya yang bisa membunuh atau menangkap Palani akan diberi imbalan sebesar 1 Juta Dollar AS atau setara dengan Rp 13 miliar.

"ISIS bernafsu menangkap dan menjadikan saya sebagai budak seks. Tapi, seperti yang anda tahu, mereka tak pernah berhasil. Saya juga ditakuti oleh mereka. Sebab, dalam keyakinan mereka, setiap militan tak bisa masuk surga kalau dibunuh oleh seorang perempuan," tuturnya pada Dailymail.

Pada tahun 2016, Palani tertangkap. Tapi bukan oleh ISIS melainkan negaranya sendiri Denmark karena bergabung dengan angkatan bersenjata secara illegal. Dalam perundang-undangan yang berlaku di Denmark, Palani dinilai telah melanggar undang-undang paspor yang berlaku di Denmark dalam hal membendung arus pejuang yang ingin ikut berperang ke Timur Tengah. Denmark merupakan negara nomor dua setelah Belgia yang telah memberlakukan kebijakan ini di Eropa. Undang-undang ini bertujuan untuk mencegah orang yang bepergian ketika dalam perjalanan dapat mengancam keamanan nasional atau "membuat ancaman besar terhadap ketertiban umum". Selain itu, Palani juga dipandang sebagai sosok yang berbahaya oleh masyarakat, bahkan orang-orang terdekatnya. Meski dia mengaku sadar dengan konsekuensi dari pilihannya bergabung dalam perang melawan ISIS, namun dia tidak menyangka bakal diusir oleh keluarganya sendiri sebagai hasil dari ideologinya.

Komentar

Tulis Komentar