Bagaimana “Terorisme” Dikomunikasikan? (Bagian Ketiga: Logo)

Other

by Boaz Simanjuntak

Sebuah organisasi pasti memiliki logo. Pembeda dari sebuah organisasi, salah satunya, akan termuat dalam bentuk logo. Walaupun sebuah logo berukuran kecil, namun memiliki makna dan pesan yang kuat. Logo merupakan identitas utama bagi sebuah kelompok. Bagaimana dengan kelompok teroris jika dituangkan dalam bentuk logo dan apa maknanya bagi penyebaran ide terorisme? ISIS adalah kelompok yang mempromosikan dirinya melalui logo pada kaos, baju hangat bertudung (hoodie), topi baseball, mainan, dan pernak-pernik lainnya. Secara organisasi, ISIS tidak memiliki toko fisik untuk memasarkan produk-produk yang berhubungan dengan logo mereka. Namun, sebagai bentuk kampanye merek untuk menarik basis dukungan internasional, pemasaran produk-produk yang berhubungan dengan logo ISIS muncul di dunia maya.

Di Indonesia, menurut laporan yang dilansir Vocativ, produk-produk berlogo ISIS bisa didapatkan di toko online melalui media sosial atau website. Promosi pun dilakukan untuk menarik pembeli dengan hadiah sebagai promo. Selain itu, mainan menggambarkan militan ISIS yang dijual adalah upaya menarik anak-anak. Logo yang menempel pada suatu produk akan membuat seseorang penasaran, mencari, dan melakukan tindakan. Rangkaian proses tersebut, jika pengelolaan logo sebagai bentuk komunikasi non verbal dilakukan serius, hasilnya akan berdampak kepada loyalitas terhadap produk. Dalam konteks kelompok teror, perubahan dari simpatisan menjadi pendukung atau bahkan menjadi pelaku bisa saja terjadi. Walaupun, proses pembentukan menjadi teroris tidak semata-mata hanya melalui melihat logo, tetapi harus ada sentuhan hubungan sosial.

Pemasaran paradoks, menjual produk yang tidak biasa seperti yang berhubungan dengan kelompok teror menjadi sesuatu yang tidak masuk akal sehat. Cara ISIS membangun keterikatan dengan publik dengan menawarkan “Jihadi Cool”, sebuah konsep “terlihat keren” jika memakai produk-produk yang berhubungan dengan ISIS atau melihat militan ISIS berwajah ganteng berjenggot di wilayah konflik menenteng senjata laras panjang serta menaiki mobil dengan penggerak empat roda.

Logo sebagai wadah untuk mengkomunikasikan terorisme ternyata memiliki elemen-elemen yang hampir sama untuk mengerti apa yang sebenarnya yang sedang diperjuangkan oleh kelompok teror. Gambar senjata yang bersilangan, peta wilayah, buku atau kitab, wajah hewan buas, bendera, dan warna, adalah beberapa gambar pada logo kelompok teror yang sering kita lihat. Senjata bisa dimaknai sebagai bentuk perlawanan, jika ditambahkan dengan senjata tradisional kemungkinan besar berhubungan dengan sejarah perjuangan, dan ini adalah cara dalam mengingatkan sejarah penyebab mengapa melakukan perjuangan melalui cara teror sekaligus melegitimasi kekerasan yang dilakukan. Pilihan kata pada logo biasanya diambil dari kitab suci, sebagai bentuk legitimasi secara keagamaan. Sedangkan peta wilayah menunjukkan arah dari perjuangan pada suatu wilayah. Warna pun menjadi penting dalam logo. ISIS yang memilih warna putih dan hitam menggambarkan kesucian dan kekuatan.

Peneliti ICPVTR Singapura, Mustazah Bahari dan M. Haniff Hassan menjelaskan bahwa warna hitam dan putih tidak disebut dalam kitab suci. Tetapi, hadits yang menyatakan, “Pada suatu saat di akhir zaman akan datang pasukan dari Khurasan menuju Yerusalem yang mengibarkan bendera hitam. Itulah tanda kedatangan Imam Mahdi,” “Mesias” menurut Islam. Pasukan berbendera hitam inilah yang akan memimpin Islam dalam kejayaan melawan musuh-musuh Islam. Tiga hal yang bisa kita cermati dari logo ISIS yang terdapat pada produk-produk, adalah: logo sebagai strategi pemasaran merek dan ide dalam konteks penggambaran citra kelompok, logo sebagai cara untuk menarik perhatian sehingga menimbulkan rasa ingin tahu serta tidak mudah dilupakan, dan logo sebagai pencipta trend untuk meraih simpati serta dukungan sebagai bentuk diferinsiasi dengan kelompok lain.

Foto: Business Insider

Komentar

Tulis Komentar