Kenangan di Masjid Ar Rayyan dan Idul Fitri Terakhir di Lapas Kelas 2A Salemba Jakarta Pusat (1)

Other

by Arif Budi Setyawan

Ramadhan 1438 H / 2017 M yang lalu saya masih berstatus narapidana kasus terorisme di Lapas Kelas 2A Salemba Jakarta Pusat. Ada banyak kenangan yang tak terlupakan dari Lapas Salemba yang masih sangat berkesan hingga hari ini. Beberapa di antaranya aalah kenangan menjalani puasa dan lebaran di balik tembok tinggi lapas.


Dari dua kali edisi puasa dan lebaran di Lapas Salemba, yang paling berkesan adalah edisi terakhir, yaitu Ramadhan 1438 H/2017 M.


Selama sebulan penuh saya bisa mengikuti tarawih di masjid lapas yang diberi nama Masjid Ar Rayyan. Tidak seperti Ramadhan sebelumnya yang harus digilir dengan dengan blok lain sehingga tidak setiap hari bisa tarawih di masjid. Ketika sedang tidak dapat giliran saya dan kawan-kawan tarawih di musholla blok.


Khusus di Ramadhan 1438 H para napiter dan napi lansia yang menghuni deretan sel Blok C Lantai 1 sayap kiri diijinkan mengikuti tarawih setiap hari. Sedangkan yang selainnya tetap harus mengikuti jadwal giliran.


Mengapa harus digilir ? Karena kapasitas masjid yang terbatas tidak mampu menampung semua napi dari masing-masing blok yang ada. Yang pasti ikut tarawih setiap hari hanyalah para santri program Pesantren Darul Ilmi dan napiter serta napi lansia yang menjadi tetangga para napiter.


Meskipun sebenarnya napiter yang ikut tarawih di masjid hanya dua orang, tetapi kami senang para bapak-bapak lansia tetangga kami bisa ikut diizinkan ikut tarawih di masjid setiap hari. Para lansia itu sangat senang dengan hal itu, sebab sebelumnya mereka tidak pernah mendapat kesempatan seperti itu. Mereka menyebutnya sebagai berkah bertetangga dengan napiter. Hehehe... !


Selain tarawih setiap hari, ada hak istimewa yang hanya diberikan kepada saya dan satu orang teman napiter, yaitu bisa mengikuti buka bersama para santri Pesantren Darul Ilmi di Masjid Ar Rayyan setiap hari. Sebelumnya tidak ada kebijakan ini.


Tarawih dan shalat jamaah adalah momen di mana kami bisa berinteraksi dengan para napi dari blok-blok lain dalam suasana yang syahdu dan akrab penuh kekeluargaan. Itu bisa sedikit mengobati rasa rindu kami untuk bisa tarawih bersama keluarga di rumah.


Ya, bagi kami merekalah keluarga kami saat itu. Dan bapak-bapak para petugas dan pejabat lapas adalah bagaikan orangtua kami yang melayani dan membimbing kami dengan setulus hati.


Ketika hari Idul Fitri tiba, suasana gembira meliputi semua warga binaan yang beragama Islam. Karena di hari itu mayoritas mereka akan dikunjungi oleh keluarganya dan mendapatkan remisi khusus yang besarnya antara 15 hari sampai 60 hari. Lebih berbahagia lagi bagi napiter yang ketika mendapatkan kebebasan setelah menerima remisi Idul Fitri. Saya pun sempat membayangkan betapa bahagianya orang yang bebas di hari Idul Fitri.


Suasana syahdu dan khusyu memenuhi lapangan tempat kami semua melaksanakan shalat Ied. Semua warga binaan beragama Islam hampir pasti hadir di lapangan kecuali yang sedang sakit tentunya. Yang membuat saya terharu adalah para petugas dan pejabat lapas yang hadir di pada saat shalat Ied tersebut.


Betapa tidak. Mereka rela berlebaran di penjara demi melayani kami yang akan melaksanakan shalat Ied dan menerima kunjungan dari keluarga kami. Jadi ketika mata saya berkaca-kaca ketika bersalaman dan berpelukan dengan bapak-bapak itu adalah karena terharu dengan dedikasi mereka dan tentunya juga karena teringat dengan keluarga di rumah terutama orang tua.


Lalu bagaimana rasanya ketika di hari Idul Fitri tidak bisa bertemu keluarga dan tidak ada yang besuk ? Bagaimana saya masih bisa menemukan kebahagiaan di hari Idul Fitri tanpa kehadiran keluarga ? Nantikan pada tulisan selanjutnya.


Note : Gambar courtesy dari situs http://lapassalemba.kemenkumham.go.id/


Source Image : http://lapassalemba.kemenkumham.go.id/images/87.jpg

Komentar

Tulis Komentar