Hidup berbangsa dan bernegara, saling memberi nasihat dalam kebaikan sangatlah penting. Agar sama-sama bisa membangun untuk kemajuan bersama.
Di sini, toleransi jadi sangat penting untuk itu. Apalagi nasihat kebaikan itu adalah tentang ide, gagasan, prinsip dasar, untuk kemajuan bangsa.
Sifat sombong, angkuh yang ujungnya tidak mau menghargai adanya perbedaan haruslah dihilangkan. Ini agar masing-masing dari kita bisa menghargai sesama.
Hal itu disampaikan Ustaz Ali, MD pada khutbah Jumat di Masjid An-Nahdlah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jakarta, pada 3 Agustus 2018 lalu.
Ustaz Ali mengatakan nasihat-menasihati kebaikan dan kesabaran adalah salah satu perintah Allah SWT dan Nabi-Nya.
“Nasihat atau petuah itu adalah prinsip fundamental, prinsip ajaran yang mendasar dalam Islam. Mengapa? Satu di antaranya karena jelas di dalam Surat Al-Asr, ada 4 aspek yang diingatkan oleh Allah SWT yang menjadikan kita selamat dunia dan akhirat,” kata Ustaz Ali.
Selain iman dan amal saleh itu adalah wasiat atau dalam kata lain berwasiat saling menasihati tentang kebenaran dan kesabaran. Nabi SAW, kata Ustaz Ali, juga bersabda bahwa agama itu adalah nasihat, baik bagi para pemimpin umat Islam dan bagi umat Islam seluruhnya.
Nasihat itu adalah ajakan kepada kebaikan, bukan ajakan kepada kemungkaran maupun kerusakan. Juga berarti mencegah, menghindarkan kita ataupun orang lain dari segala bahaya, dari segala yang dapat merusak sendi-sendi agama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Nasihat ini begitu penting, andaikan nasihat itu tidak penting, maka tidak ada artinya nasihat itu. Andaikan nasihat itu tidak penting maka tidak ada reformasi akhlak, tidak ada reformasi moral, tidak ada reformasi etika ataupun istilah sebutan yang lainnya,” lanjutnya.
Sebab itu, Imam al-Ghazali dalam kitabnya yang populer Ihya Ulumuddin, sebut Ustaz Ali, berkata; andaikan akhlak, perilaku kita, perilaku bangsa kita tidak bisa diubah, tidak bisa dibenahi dari perilaku yang tidak baik menjadi yang baik, tidak bisa ditingkatkan kualitasnya, maka tidak ada artinya semua wasiat, tidak ada artinya semua nasihat dan petuah baik, dan tidak ada artinya pendidikan moral dan tidak ada artinya karakter building.
Hal itu menunjukkan bahwa nasihat, petuah yang baik itu punya nilai yang signifikan untuk mengubah satu kondisi perilaku kita berbangsa dan bernegara dari yang tidak baik menjadi lebih baik.
Caranya, dengan memperbaiki akhlak, moral yang tidak baik itu adalah dengan cara mujahadah, sungguh-sungguh riyadoh, latihan kontinyu terus-menerus untuk melakukan kebaikan.
Wasiat Generasi
Ustaz Ali mengemukakan, di era sekarang ini, di media sosial banyak sekali konten negatif bertebaran. Mulai dari sesuatu yang berisi hoax, ujaran kebencian hingga fitnah.
Dia mengingatkan, berbagai konten negatif itu apalagi sebagai Muslim lalu kita ikut menyebarkan, mengunggah, maka tidak sesuai dengan ajaran Islam. Di antara tanda kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat
Dikatakan Ustaz Ali, Imam al-Ghazali sudah memberikan nasihat kepada kita dalam kitabnya Ayyuhal Walad: di antara tanda Allah SWT itu berpaling, tidak memperhatikan kita adalah karena kita sibuk dengan segala remeh-temen, sibuk dengan sesuatu yang tidak ada nilai positifnya, sesuatu yang tidak bermanfaat.
“Imam Al Ghazali menegaskan nasihat ini sungguh-sungguh bagi orang yang mau belajar, mau mengambil hikmah dan pelajaran. Tapi sebaliknya, bagi orang yang karena like and dislike, karena suka dan tidak suka, bagaimanapun bentuknya nasihat, bagaimanapun bentuknya segala penjelasan yang dikemukakan itu sulit untuk diterima,” sambungnya.
Berbagai nasihat baik, petuah, dengan segala bentuknya adalah mudah dicari, baik di media, ceramah, mimbar, televisi, radio atau segala jenis sarana lain. Namun, persoalannya adalah apakah orang mau atau tidak dengan penuh kesadaran mendengar, menerima dan melaksanakan nasihat baik itu.
Sebab itulah, kata Ustaz Ali, kenapa begitu banyak ceramah atau nasihat yang ada tapi belum banyak memberikan efek positif pada umat Islam, karena orang masih suka mengikuti hawa nafsu
“Kata Imam Al Ghazali karena nasihat itu bagi orang yang suka mengikuti hawa nafsu itu terasa pahit,” sebutnya.
Hawa nafsu itu beraneka macam, di antaranya adalah penyakit hati mulai dari; egoisme, keakuan, kesombongan, ketakaburan dan merasa paling hebat.
Mengapa nasihat itu terasa pahit bagi mereka? Kata Imam Al-Ghazali, karena kemaksiatan itu dalam berbagai macam bentuknya, kezaliman dalam berbagai macam bentuknya sudah mendarah daging tertanam di hatinya.
Hati itu kalau sedikit demi sedikit terkena noda kemaksiatan dalam apapun bentuknya, itu hati akan menjadi kotor, dan sulit untuk menerima segala kebaikan.
Salah satunya, banyak orang yang menolak satu konsep gagasan yang sangat penting yakni Islam Nusantara. Tapi bagaimanapun penjelasan yang dikemukakan, nasihat yang disampaikan, sungguhpun itu lengkap, komplit, rinci, tapi karena keangkuhannya orang jadi sulit menerima bentuk itu.
“Padahal jelas-jelas Islam mengajarkan agar kita toleran, menghormati, menghargai segala bentuk perbedaan. Apalagi itu adalah ide, gagasan, prinsip dasar untuk kemajuan suatu bangsa,” tandasnya.