Atasnama Agama?

Other

by Eka Setiawan

 

Pekan ketiga Agustus lalu, Pengadilan Negeri Medan memvonis Meliana dengan 18 bulan penjara atas kasus penodaan agama yang terjadi di Tanjung Balai, Medan, Sumatera Utara.

Vonis ini menuai kontroversi. Ada yang menganggap vonis tidak memenuhi rasa keadilan, ada pula yang menilai vonis ini hanya memenuhi tuntutan dari kelompok intoleran.

Kasus ini, singkatnya tentang protes Meliana atas suara azan dari speaker Masjid yang dianggap mengganggu.

Insiden itu memicu kejadian lain hingga berbuntut perusakan dan pembakaran rumah ibadah umat lain pada Juli 2016. Selain, Meliana sendiri kemudian jadi korban, rumahnya dirusak dan mendapatkan teror dari sekelompok orang.

Serangkaian insiden itu pun menimbulkan jungkir balik logika. Setidaknya logika akal sehat saya.

Bagaimana tidak? Bagaimana orang-orang bisa menjadi anarkistis atasnama agama? Perbuatan mengintimidasi, merusak, membakar dan serangkaian perbuatan negatif lainnya, apa iya betul didasari agama?

Bukankah agama seharusnya menjadikan kita lebih manusiawi? Setahu saya, tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk melakukan kekerasan. Manusia beragama seharusnya membawa perdamaian.

Kita kan hidup di Indonesia. Negara yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, menjunjung tinggi toleransi dan dikenal masyarakatnya yang ramah-ramah.

Memang betul, Indonesia adalah negara hukum. Sehingga apapun perbuatan yang dinilai melanggar hukum, bisa berakibat hukuman. Ini sesuai aturan undang-undang yang berlaku di negeri ini.

Tapi kalau iya, masyarakat lalu menjadi beringas dan akhirnya ikut-ikutan melakukan perbuatan-perbuatan melanggar hukum, apalagi bertindak seolah-olah membela agama, membela Tuhan, apa iya itu dibetulkan?

Di Indonesia kan juga dikenal namanya musyawarah mufakat. Jadi hemat saya, persoalan apapun, seharusnya bisa dirembuk, dicari solusinya dengan kepala dingin.

Yang salah meminta maaf, yang tersinggung berlapang dada, maka damailah Indonesia.

FOTO EKA SETIAWAN

Komentar

Tulis Komentar