Tagar 2019

Other

by Eka Setiawan

Pemilu Presiden Indonesia masih tahun 2019 alias tahun depan. Tapi di sana-sini, belakangan ini sudah terjadi konflik. Apalagi kalau bukan soal #2019GantiPresiden, sebagian menolak sebagian lagi mendukung gerakan ini.

Misalnya; terjadi di Riau ketika Neno Warisman yang hendak menghadiri deklarasi itu diprotes massa sampai tertahan di bandara. Karena alasan keamanan, penyanyi dan bintang film era 80'an itu akhirnya dipulangkan Polda Riau.

Lalu musisi Ahmad Dhani juga mendapat gelombang protes hingga diusir dari kampung  halamannya sendiri di Surabaya, pekan lalu.

Kedatangan Dhani tentu bukan untuk konser, melainkan hendak mendukung deklarasi #2019GantiPresiden. Kalau Dhani datang untuk konser mungkin dia malah disambut fansnya.

Gerakan ini juga memecah opini. Seperti dua sisi mata uang. Satu mendukung, satunya lagi menentang.

Mengutip Kompas.com, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani, menyebut fenomena ini adalah perbedaan pendapat yang patut dihargai. Gerakan #2019GantiPresiden sederajat dengan gerakan mendukung Jokowi dua periode.

Sementara pendapat berbeda juga terjadi. Misalnya diungkapkan Sekjen PSI, Raja Juli Antoni. Dia berpendapat aksi itu cenderung mengarah ke kampanye hitam dan rentan provokasi.

"Misalkan dengan gagasan #2019PrabowoPresiden #PASmenang dan lain sebagainya tentu lebih mendidik masyarakat," kata dia seperti diberitakan Kompas.com.

Konflik horizontal yang terjadi tentunya sangat disayangkan. Bahkan adu mulut sampai adu jotos.

Memang, negara kita ini menganut asas demokrasi. Tapi bukan berarti semena-mena mengabaikan aturan.

Mengenai fenomena ini, Pendiri Rumah Pancasila dan Klinik Hukum Semarang, Yosep Parera, memberikan pendapat hukumnya.

Yosep menilai, gerakan #2019GantiPresiden itu bisa dikategorikan sebagai perbuatan makar. Mengganti Presiden prosedurnya jelas; melalui Pemilu, atau sidang istimewa DPR, MPR kemudian putusan Mahkamah Konstitusi.

"Jadi secara hukum dapat dilihat ada sekelompok masyarakat yang berupaya melakukan pergantian Presiden pada tahun 2019. Siapapun Presidennya dan itu tidak melalui ranah Pemilu karena tidak disebutkan secara jelas melalui ranah Pemilu," katanya kepada ruangobrol.id, Kamis (29/8/2018) malam.

Pihaknya, kata Yosep, mengajak seluruh masyarakat untuk mematuhi peraturan dan perundangan-undangan yang ada. Mengingat Indonesia adalah negara hukum.

"Jadi jangan hadir untuk membuat keributan di Indonesia. Karena Anda, saya dan kita semua wajib untuk menyiapkan masa depan yang baik bagi generasi kita yang akan datang. Sebab itu, kita mulai dari kedamaian, kebersamaan dan kritik - kritik yang membangun. Siapapun Presiden Anda, silakan pilih," sambungnya.

Demokrasi memang memungkinkan semua orang menyampaikan pendapatnya secara bebas. Tapi perlu digarisbawahi harus sesuai koridor yang ada, melihat peraturan perundangan yang berlaku.

Dan tak kalah penting, para Capres tentunya harus ambil sikap dengan fenomena ini. Jangan sampai rakyat terpecah belah dan diam-diam saja tak ambil tindakan. Adu visi misi tentunya lebih bijak jika dilakukan. Membuat nyaman semua warga.

Karena toh demokrasi bukan hanya soal penggalangan massa di jalanan. Tapi tentang bagaimana memberikan pilihan yang cerdas kepada warga negara melalui visi misinya. Ini akan lebih elegan dan mendamaikan.

Salam #IndonesiaDamai.

 

Sumber Gambar:

http://foundationsforpeace.com/wp-content/uploads/2016/08/JYJSnEO-world-peace-wallpaper.jpg

 

 

 

 

Komentar

Tulis Komentar