Ketika Densus dan Teroris Berbincang Piala Dunia

Other

by Eka Setiawan

 

Piala Dunia Rusia 2018 ini, sudah memasuki partai final. Tinggal menghitung hari. Dua tim terbaik: Prancis dan Kroasia akan bentrok di laga final, setelah masing-masing berhasil menyingkirkan lawannya di semi final: Belgia dan Inggris.

Ajang turnamen sepakbola empat tahunan ini memang menjadi magnet siapa saja. Entah itu pegila bola ataupun mereka yang ‘musiman’. Pun tak peduli dengan status apa yang disandang saat gelaran dimainkan: pertandingan harus tetap diikuti.

Begitupun terhadap eks napi teroris (napiter) satu ini yang saya wawancara pekan lalu di Jakarta.  Begitu cintanya pada sepak bola, hingga saat ditangkap anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, dia masih sempat-sempatnya bertanya kepada anggota yang menangkapnya. Yang ditanyakan, tentang apakah tim kesayangannya menang tanding atau tidak.

Kala itu dihelat Piala Dunia 2014 di mana Brasil menjadi tuan rumah.  Eks napiter ini yang memang sudah diburu petugas, akhirnya tertangkap. Saat ditangkap, dia mengaku dibawa ke tempat ‘antah berantah’ untuk dilakukan interogasi sebelum dibawa ke markas polisi.

Saat itu, dia menuturkan, masih dalam masa 7 hari pertama pascapenangkapan. Di suatu malam, ada dua petugas yang menjaganya berbincang tentang Piala Dunia. Dia kemudian nyeletuk.

“Jerman masih terus menang, Mas?,” kata si eks napiter itu kepada petugas Densus 88.

Celetukan itu mengagetkan petugas. Lha bagaimana tidak, mungkin dipikirnya, ini orang masih dalam keadaan interogasi, diborgol, bukannya mikir bagaimana kasus yang menjeratnya malah memikirkan sepakbola.

“Lho! Kamu ngikutin Piala Dunia juga?,” jawab salah satu petugas terheran-heran.

“Iya, Mas. Saya jagoin Jerman untuk jadi juara dunia,” timpal si eks napiter yang saya temui itu.

Sejurus kemudian terjadilah percakapan berikutnya antara petugas Densus 88 dengan yang ditangkap itu. Tak membahas kasus, malah cukup larut dalam perbincangan tentang sepak bola.

“Kalau aku pegang Brasil. Selain bagus, dia kan tuan rumah,” jawab si petugas tak mau kalah menjagokan tim favoritnya.

Mereka kemudian kembali terlibat perbincangan soal piala dunia. Mereka asyik membahas analisa pada beberapa tim Piala Dunia. Si eks napiter itu menuturkan, bahkan sempat ditawari kopi oleh petugas Densus 88.

“Tapi lagi nggak selera. Lha bagaimana mau selera, tangannya diborgol, mata ditutup,” lanjutnya kepada saya.

Dia melanjutkan ceritanya kepada saya. “Saya ngomongin soal sepakbola itu untuk meredakan ketegangan dan mencairkan suasana,” kata dia.

Dia saat itu masih di 7 hari pertama pascapenangkapan sebelum dibawa ke markas. Menurutnya, petugas punya prosedur tetap (protap) 7 hari pertama pascapenangkapan adalah saat untuk mengorek informasi alias pendalaman sebelum ditetapkan ditahan.

Ketika membicarakan tentang tim Jerman, dia ini begitu yakin. Dan analisanya tepat, pada 2014 silam, Jerman akhirnya keluar jadi juara dunia selepas mempecundangi tuan rumah Brasil dengan skor telak 7-1. Samba Brasil harus menanggung malu di negerinya sendiri, dilibas Panser Jerman.

“Lha saya suka sepakbola, fans Liverpool dari tahun 2005. Yang menarik dari sepakbola adalah hal-hal yang meliputi sepakbola itu, seperti industri pernak-pernik sepakbola, pertunjukkan, pariwisata, dan budaya para suporternya. Selain itu juga ada sejarahnya. Tapi, yang paling menarik menurut saya, skill para pemain dan budaya para suporternya,” jelas eks napiter itu bersemangat.

Olahraga, tak terkecuali Piala Dunia, memang menjadi magnet bagi siapa saja. Ajang turnamen sepak bola itu bahkan mampu merekatkan siapa saja, menembus sekat-sekat antar individu dengan berbagai labelisasinya. Seperti perbincangan Densus dan teroris itu. Mereka larut dalam analisa-analisa pertandingan sepak bola tim kesayangannya.

 

 

Sumber foto: http://primaradio.co.id/wp-content/uploads/2018/02/Maskot-Piala-Duna-2018.jpg

 

 

 

Komentar

Tulis Komentar