Secepat itukah kau pergi, kawanku?!

Other

by Eka Setiawan

Oleh: Kharis Hadirin


“Selama kita masih punya kesempatan hidup, kenapa kita harus berhenti belajar, ya nggak? Dan hal yang paling berharga adalah ketika kita memiliki kesempatan untuk belajar dari pengalaman orang-orang besar,”


Penggalan kalimat itu terucap dari bibir Raden Syarif saat kami berbincang di suatu sore nan syahdu di beranda kantor Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP), pertengahan 2016 silam. Saat itu, kami sedang duduk bercengkerama, saling bertukar kisah.

Secangkir kopi hitam menemai obrolan kami di antara penatnya Jakarta. Sesekali tawa kami pecah karena cerita guyon masing-masing.

Sore itu adalah momentum pertama saya bisa berjumpa dengan Raden Syarif untuk mengobrol panjang setelah beberapa kali membuat janji temu tapi selalu gagal. Karena saat itu memang masih sibuk kuliah dan skripsi, jadi memang ada-ada saja yang membuat janji kami untuk jumpa terhalang.

Saya dan Raden Syarif, cepat akrab dengan singkat. Sebab, kami memiliki kesamaan nasib dan mimpi. Dua faktor itu setidaknya yang menurut saya cukup kuat untuk mengikat simpul persahabatan jauh melebihi apapun.

Kami berdua lahir dari sebuah mimpi kecil, yakni bisa berbuat baik dan bermanfaat untuk sesama. Menjadi bagian dari perubahan kecil untuk masyarakat dunia.

Kami pernah berencana membuat komunitas anak muda sebagai media berbagi ide, gagasan, cerita dalam rangka membangun kerja sosial. Mendiskusikan dan mengkaji berbagai persoalan yang muncul di tengah masyarakat, serta merumuskan berbagai solusi yang nantinya bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Raden Syarif sering menyampaikan, ada dua sosok yang berjasa dalam hidupnya. Mengajarinya tentang bagaimana seharusnya melihat dunia dan berbuat baik untuk sesama. Dua orang itu; Mas Robi Sugara dan Mas Fahd Pahdepie. Menurutnya, ini adalah bagian dari rahasia langit tentang bagaimana Sang Pencipta mempertemukannya pada nasib baik.

Mas Robi Sugara adalah dosen di FISIP UIN Syarief Hidayatullah Jakarta dan juga menjabat sebagai Direktur IMCC (Indonesian Muslim Crisis Centre)  Ciputat, Tangerang. Sebelum memperoleh beasiswa pendidikan Master di RSiS Rajaratnam School di Singapura, Mas Robi sempat membantu di YPP (Yayasan Prasasti Perdamaian) pimpinan Noor Huda Ismail.

Namun, di balik kesuksesan itu, ada secuil kisah yang menjadi proses perjalanan hidup Mas Robi. Untuk membiayai pendidikan sarjananya di UIN Syarief Hidayatullah, ia sempat menjadi office boy (OB) sebelum akhirnya dilibatkan dalam kerja-kerja sosial di YPP.

Kehidupan pahit inilah yang menempa dirinya berjuang lebih keras dalam meraih mimpi hingga akhirnya bisa meraih beasiswa ke Singapura.

Sementara Mas Fahd Pahdepie, merupakan lulusan dari Monash University di Melbourne, Australia. Ia adalah penulis produktif dan berhasil menghasilkan beberapa karya buku best seller, bahkan salah satu bukunya “Hijrah Bang Tato” rencananya akan difilmkan oleh MD Production.

Bagi Raden Syarif, mereka berdualah guru yang mengajarinya berani bermimpi dan menantang hidup. Meski segala kemungkinan paling sulit sekalipun ada di depan. Semuanya bisa dihadapi.

Mungkin karena rasa kagumnya, ada hal lucu yang saya perhatikan. Raden Syarif ini, saya melihatnya mengikuti cara berpakaian dari idolanya itu...hi hi hi. Saya sering tertawa sendiri mengenangnya.

Tawa itu berubah pagi tadi. Lewat pesan yang masuk smartphone saya, tersiar kabar Raden Syarif, kawan saya itu berpulang menemui Tuhannya. Setelah hampir 5 hari koma karena pecah pembuluh darah di otak, dia berpulang. Tangan Tuhan telah menggariskan takdir hidupnya.

Innalillahi wainna ilaihi raji’un, sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.

Sahabat, meski ragamu kini telah disemayamkan di altar keharibaan, namun mimpimu tetap hidup berkelana menebar inspirasi bagi banyak orang yang kau tinggalkan di bumi fana ini. Saya termasuk di sana. Saya kehilangan, tapi seperti katamu, selama masih punya kesempatan hidup tentu mimpi-mimpi besar kita akan terus saya kejar.

Semoga dengan benih kebaikan yang telah kau tanam, akan bermekaran menjadi pundi-pundi amal yang akan dipetik di kehidupan nan abadi di sana...

Jakarta, 21/04/2018 15.06 WIB.

Komentar

Tulis Komentar