Nilai Kebenaran Harus Jadi Kebiasaan

Other

by Eka Setiawan

Berbagai platform media sosial yang bisa diakses dengan mudah secara online bak pisau bermata dua. Sebab, salah satu yang tersedia di sana adalah berbagai informasi, entah itu informasi yang benar atau tidak alias hoax.

Warganet alias pengguna internet harus bisa memilah informasi tersebut. Sebab, penyebaran hoax akan menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Semarang, Dr. Drs. Suparno, M.Si, menyebut pihaknya menaruh perhatian khusus terkait adanya fenomena hoax dan media sosial tersebut.

“Pemerintah tentu sudah berupaya lewat Kementerian Kominfo yang blokir-blokir itu, tapi deteksinya kan tidak mudah. Berapa juta orang pakai internet?,” kata Suparno ketika diwawancarai, Selasa (26/3/2019) siang.

Akademisi yang juga pengajar teori administrasi dan perilaku organisasi ini menyebutkan pihaknya tentu prihatin dengan banyaknya hoax yang beredar di tengah masyarakat luas melalui media sosial.

“Nilai-nilai kebenaran harus menjadi kebiasaan, bukan sebaliknya nilai-nilai kebiasaan menjadi kebenaran, kuncinya ini,” lanjutnya.

Di sisi lain, Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden/Wakil Presiden, Anggota Legislatif (DPR, DPR TK I, DPR TK II) dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dijadwalkan pelaksanaannya pada 17 April mendatang juga memiliki arti strategis bagi keberlangsungan kehidupan bangsa dan pembangunan menuju Indonesia Emas tahun 2045.

Kontestasi terjadi, khususnya pada 2 pasangan calon Presiden/Wapres. Ini juga mendorong meningkatnya suhu politik, ujaran kebencian atau hate speech dan juga hoax.

Hal-hal negatif itu jika terus menyebar akan memicu kerawanan sosial yang berpotensi konlik antarpendukung paslon. Hal itu juga dapat mengusik kondusivitas sosial serta merusak persatuan dan kesatuan masyarakat.

“Jadi penegakan hukum harus diambil untuk hal itu,” tegasnya.

 

Komentar

Tulis Komentar