Credible Voices Goes To International: Creating Demand

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Di hari pertama workshop merupakan sesi sharing dari beberapa lembaga anggota SEAN-CSO tentang program-program mereka selama tahun 2021. Dari semua paparan yang ada hari itu, saya mendapati semua yang dipaparkan rata-rata merupakan kerja-kerja yang bersifat menguji atau membuktikan sebuah teori.

Misalnya, PeaceGen memaparkan kerja-kerja kreatif mengedukasi anak-anak muda melalui inisiatif berbasis teknologi informasi. Juga soal upaya membangun library bersama lintas lembaga sesama anggota SEAN-CSO. Lalu IMAN Research Malaysia memaparkan hasil riset dan temuan-temuan dalam seri webinar mereka selama Covid-19. Kemudian Australian Multicultural Foundation memaparkan soal proyek e-learning tools mereka.

Dari situ saya kemudian menyimpulkan bahwa besok saya harus menampilkan story yang menjelaskan kerja-kerja Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) selama ini. Saya perlu bukti bahwa KPP selama ini selalu melakukan inisiatif ground up (dari bawah ke atas). Seperti kerja-kerja pendampingan narapidana (Napiter), program penguatan peran RT-RW, dan lain-lain.

Saya tentu tidak bisa bercerita panjang lebar karena keterbatasan waktu dan kendala bahasa, maka sore itu saya menghubungi Ridho (videographer KPP) untuk meminta copy versi final film “The Terror’s Dots Connector”. Dalam film itu selain menjelaskan siapa saya, juga cukup menjelaskan kerja-kerja KPP selama ini.

Film pendek itu juga membuat saya sangat percaya diri, karena saya akan menunjukkan sesuatu yang berbeda. Lupakan bahasa Inggris yang pas-pasan. Dan entah kenapa, sejak saat itu saya tidak ada nervous atau sakit perut atau apalah.

Hari H di mana saya harus tampil saya masih cukup tenang. Sambil menyimak paparan peserta sebelum saya, saya sibuk memperhatikan para audiens. Terutama para tokoh dari Australia. Saya ingin membuka sesi presentasi dengan membuat mereka senang dulu. Akhirnya dapat bahan, yaitu soal saya pernah baca jurnal Matteo dan Prof Greg yang selalu pakai batik.

Selama presentasi mendapat 3x applause, yaitu:

Pertama, ketika saya menyampaikan: “I wrote books like "Internetistan: Jihad Zaman Now" and "Menanti yang Kembali (Waiting for the Returns)" and many articles for various printed media in Indonesia. But before becoming what I am today, I was a Radical-jihadist activist from 2002 until 2014. I was sentenced to 4 years and 10 months for assisting terrorism activity in Indonesia. Then I was released earlier, on 23 October 2017, because of well behaved”.

Kedua, mendapat applause sekaligus tawa audiens ketika saya menyampaikan: “I must admit that while in prison, I lost much of my English vocabulary, which makes my English not perfect”.

Dan ketiga (dan ini applause paling ramai) ketika saya menyampaikan:

Even though I am a former terrorist convict with broken English, I was trusted to run the project funded by the SEAN CSO in Lampung. This is the fourth programme I have run since joining Kreasi Prasasti Perdamaian in 2019”.

Pada saat film “The Terror’s Dots Connector” diputar, semua antusias menyimak. Selesai film diputar dan mendapat applause dari semua audiens, barulah saya memaparkan soal program SEAN-CSO di Lampung.

Setelah turun dari podium, karena saya pembicara terakhir, Prof Greg Barton menyambut dengan jabat tangan dan mengucapkan, “Great presentation Arif, very inspiring”.

Pada sesi tanya jawab, saya tidak bisa jawab panjang lebar karena lagi-lagi terkendala bahasa. Tapi saya sampaikan: “You can ask me more after this session, because my English not good, so I worry if you don’t understand my convey. Haha!”

Nah, yang paling menyenangkan adalah respon peserta setelah sesi presentasi dan tanya jawab selesai. Saya menerima banyak pertanyaan sejak saat itu sampai di hari terakhir, selalu ada yang mengajak diskusi. Sayang, tidak bisa cerita banyak-banyak karena kendala bahasa. Padahal ada banyak hal keren yang seharusnya saya ceritakan.

Dari semua pertanyaan dan diskusi itu, ada beberapa point yang menarik. Di antaranya adalah:

Ada beberapa yang punya ide untuk menggunakan film itu dalam kegiatan mereka, dan bila memungkinkan akan mengundang saya, minimal secara daring. Di antara yang tertarik seperti ini adalah Al Qalam Institute Philipines, IMAN Research Malaysia, Gagandilan Mindanao Women (GMW), dan satu lagi dari Thailand (saya lupa nama lembaganya).


BACA JUGA: 

Credible Voices Goes To International: Persiapan

Credible Voices Goes To International: Perjalanan

Maka kepada mereka ini saya sampaikan: “Silahkan kirim surat permintaan resmi dari lembaga Anda kepada kami untuk menggunakan film kami dalam kegiatan lembaga Anda. Kami akan dengan senang hati memberikan copy-nya dengan beberapa kesepakatan yang saling menguntungkan. Mungkin kami tidak perlu cash money, tapi kami lebih perlu laporan dan dokumentasi kegiatan lembaga Anda ketika menggunakan film kami itu. Lalu kami bisa publikasikan dokumentasi dan laporan kegiatan tersebut dalam media kami”.

Menurut saya, surat resmi permintaan dari lembaga luar negeri atas penggunaan karya-karya KPP, dan laporan serta dokumentasi kegiatan mereka itu penting menjadi dokumen digital yang bisa dipublikasikan di website KPP. Dan ini menjadi lebih berarti dari sekedar cash money. Karena saya yakin setelah itu akan membuka peluang-peluang baru.

Akhirnya, saya pulang dengan perasaan bahagia dan bangga. Meskipun masih terkendala bahasa, tetapi ternyata bisa menginspirasi banyak orang. Alhamdulillah.

Dan semua itu tidak akan terwujud tanpa izin dan kuasa Allah SWT kemudian melalui kerjasama tim di KPP. (*)

Komentar

Tulis Komentar