Ketua RT Pengamen, Takmir Masjid Mantan Teroris, Mau Jadi Apa Kampungnya?

News

by Eka Setiawan

Memberikan kesempatan untuk berbuat baik, tak terkecuali kepada mantan narapidana terorisme (napiter) bisa dilakukan dengan berbagai cara. Pertobatan dari dunia kriminal mereka perlu didukung warga sekitar tempat tinggalnya, toh semua orang pastinya pernah salah bukan berarti itu yang melulu diungkit sepanjang hayat.

Prinsip itu juga yang dipegang betul oleh Hendi Kartika, selaku Ketua RT003/RWXI Kampung Sedayu Sumur Adem, Kelurahan Bangetayu Kulon, Kecamatan Genuk, Kota Semarang. Hendi sendiri sehari-hari bekerja sebagai pengamen, binaan PT. KAI di Semarang.

“Awalnya ada banyak yang kontra, ‘Ketua RTne pengamen, takmir masjid’e teroris, arep dadi apa kampunge’ (Ketua RTnya pengamen, takmir masjidnya teroris, mau jadi apa kampungnya)?,” kata Hendi ketika berbincang dengan ruangobrol, Minggu (31/5/2020) siang di samping rumahnya.

Hendi bersama grupnya Gunung Jati Musik, pekerjaan sehari-harinya memang pengamen. Bersama grupnya, memainkan lagu-lagu orkes keroncong, pernah main ditanggap kelompok begal alias rampok, main musik di depan Raja-Raja Nusantara di Cirebon hingga pernah ditanggap Roy Suryo ketika itu Menpora dan Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono di Stasiun Tawang Semarang.

Nah, mantan napiter yang jadi warganya itu adalah Sri Puji Mulyo Siswanto, pernah 2 kali berurusan dengan hukum sebab kasus terorisme. Kali pertama turut menyembunyikan Noordin M Top, dan kasus ke-2 menyembunyikan Abu Tholut alias Imron Baihaqi, salah satu pentolan kelompok Jamaah Islamiyah (JI) di Indonesia.

Hendi sendiri sudah setahun lebih menjabat ketua RT di kampung itu. Dia paham betul apa yang terjadi dengan warganya, dinamika sosial di sana, khususnya masih ada hubungan yang renggang dengan Sri Puji itu.

Berangkat dari pengalamannya di dunia jalanan, Hendi akhirnya membuat keputusan penting. Hendi paham betul soal kriminal, karena sempat bertahun-tahun bersentuhan dengan mereka.

“Pak Puji saya angkat jadi takmir masjid di sini, tujuannya apa biar sama-sama berbaur, meskipun ada yang protes, biarin saja, toh ini untuk kebaikan bersama,” lanjut Hendi yang memiliki rambut kucir panjang di belakang.

Ternyata keputusan yang diambil itu tepat. Kini, berjalannya waktu, warga akhirnya bisa berbaur dengan Sri Puji itu, pun sebaliknya. Sekat-sekat yang sempat ada, perlahan terkikis dengan interaksi. Mereka jadi saling kenal.

Sri Puji, tentunya bersama Hendi juga kini akitf melakukan kegiatan sosial terutama di lingkungannya. Di saat pandemi Covid-19 ini, mereka membuat Lumbung Peduli RT. Di wilayah itu ada 45 kepala keluarga (KK).

Lumbung Peduli RT adalah gerakan swadanya, dibantu pula oleh seorang pengusaha bernama Candra di kampungnya, membagi paket-paket sembako dibagikan ke warga yang benar-benar membutuhkan. Warga di kampung itu memang sebagian besar swasta, mulai dari sopir pribadi, penjahit, tukang bangunan hingga diver ojek online.

Sri Puji yang kini juga aktif di Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani), sebuah yayasan didirikan mantan napiter termasuk anggotanya, bersama Hendi dan didukung Candra, sudah 2 kali membagikan puluhan paket sembako. Mereka juga bekerja sama dengan Rumah Pancasila dan Klinik Hukum, yang memang sama-sama bergerak di bidang sosial.

“Ini untuk membangkitkan lagi semangat gotong royong di antara warga, jadi saling bantu,” kata Sri Puji.

Kegiatan lainnya juga membuat kolam lele, ini juga ada dukungan dari Kementerian Sosial, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Universitas Diponegoro Semarang. Kolam lele itu lokasinya persis di depan rumah Hendi.

“Ini yang kelola Pak Puji dan saya, sempat satu kali panen, lebih dari 100kg, dulu satu warga sampai dapat 3kg (hasil dibagi ke warga),” tutup Hendi.

 

FOTO:

Sri Puji Mulyo Siswanto (paling kanan) dan Hendi Kartika (Ketua RT) ketika ditemui di kampungnya, Kampung Sedayu Sumur Adem, RT03/RWXI, Kelurahan Bangetayu Kulon, Kecamatan Genuk, Kota Semarang.

 

 

 

 

Komentar

Tulis Komentar