Mantan Presiden Direktur Perusahaan IT Terjerat Propaganda ISIS (2-Habis)

Other

by Kharis Hadirin

Tiba di Bandara Istanbul, Iman Santosa alias Abu Umar beserta rombongan sempat menginap di salah satu hotel sembari menunggu informasi dari seseorang yang akan bertanggung jawab mengantar mereka memasuki perbatasan Suriah.

Sesuai intruksi, rombongan berjumlah 26 orang tersebut kemudian dibagi menjadi 4 kelompok dan nantinya akan masuk ke Suriah secara bergelombang.

Kelompok pertama berjumlah 7 orang, termasuk salah satunya adalah Iman. Mereka diantar menggunakan bus. Namun saat mencapai perbatasan, rombongan ini dihadang oleh otoritas keamanan Turki. Mereka gagal masuk. Ketujuh orang tersebut kemudian dibawa oleh pihak keamanan untuk diinterogasi. Dari informasi mereka, diketahui bahwa rombongan ini hendak masuk ke Suriah dan bergabung bersama ISIS. Mendapati itu, mereka lalu dideportasi ke Indonesia.

Adapun 3 rombongan lainnya dengan jumlah 19 orang, mereka semua berhasil masuk ke Suriah. Dan setibanya di Suriah, rombongan ini dibawa menuju Raqqah, pusat pemerintahan ISIS.

Sementara Iman beserta rombongan yang tertangkap di perbatasan, masih menjalani sejumlah pemeriksaan sebelum akhirnya diterbangkan menuju Jakarta. Tak ada kabar yang bisa ia terima sebab seluruh perangkat elektronik disita oleh pihak keamanan.

Menjadi korban propaganda ISIS


Setelah hampir 2 minggu ditahan di Turki, Iman dan rombongan diterbangkan menuju Jakarta. Tiba di tanah air, kemudian dijemput oleh tim Densus 88 guna penyidikan lebih lanjut.

Lalu bagaimana dengan kondisi istri Iman di Suriah? Di Raqqah, ia bersama keluarga mencoba untuk datang ke rumah sakit dan menjelaskan soal riwayat penyakit yang dideritanya. Namun rupanya pihak rumah sakit tidak memiliki fasilitas peralatan medis yang lengkap dan menyarakan agar dirujuk ke rumah sakit yang dikuasai oleh ISIS di wilayah Mosul, Irak.

Atas rekomendasi tersebut, istri Iman bersama ibunya dan ditemani oleh tentara ISIS akhirnya memutuskan untuk berangkat ke Mosul. Dan ternyata, sesampainya di Mosul, istri Iman juga mendapati hal yang sama seperti di Raqqah meski sempat mendapat perawatan sementara. Pihak rumah sakit belum memiliki peralatan medis yang cukup. Karena itu, oleh dokter yang menanganinya ia direkomendasikan agar dibawa ke Turki atau Jerman guna untuk memperoleh perawatan kesehatan yang lebih baik.

Namun, untuk menyeberang ke Turki atau Jerman tentu bukanlah perkara mudah dengan melihat status mereka sebagai bagian dari kelompok ISIS. Dan kalaupun bisa, keluarga ini akan dimintai biaya pengobatan dengan jumlah yang tidak sedikit. Mendengar jawaban tersebut, terpikir bahwa bukankah seharusnya pihak ISIS akan menanggung seluruh biaya pengeluaran sebagaimana dalam kampanye-kampanye mereka selama ini.

Kekecewaan terhadap ISIS rupanya tak hanya berhenti sampai di situ. Yang dirasa cukup berdampak tentu soal kebijakan yang mewajibakan kepada seluruh kaum lelaki yang hidup di bawah naungan khilafah untuk ikut berjihad di medan pertempuran. Tentu saja, keluarga Iman Santosa yang memang sejak awal keberangkatan ke Suriah bukan untuk itu merasa seperti ‘dikadali’ propaganda ISIS. Sementara keinginan mereka untuk ke Suriah saat itu adalah karena adanya beragam tawaran menggiurkan. Seperti kesejahteraan lebih baik, kesehatan, pendidikan gratis, jaminan keamanan, bebas dari pungutan pajak, tersedia tempat tinggal, hingga makan berkecukupan.

Kelompok laki-laki yang menolak untuk ikut berperang pun akhirnya ditangkap oleh tentara ISIS karena dianggap tidak taat. Sementara mereka, para WNI yang merasa tertipu ini sejak semula menjelaskan latar belakang mereka sebagai pengusaha dan berangkat ke Suriah juga dengan harapan bisa berkonstribusi pada bidang yang ditekuninya, bukan untuk ikut perang.

Melihat berbagai kejanggalan ini, keluarga Iman memutuskan untuk pulang dan kembali ke tanah air. Namun rupanya jalan pulang tak semudah yang mereka kira. Selain harus menyewa para penyelundup yang tentu diperlukan biaya yang mahal, juga resiko keamanan jika sampai tertangkap oleh tentara ISIS. Ancamannya tak hanya dipenjara, namun juga dieksekusi mati karena dianggap sebagai penghianat.

Dan menjelang Juni 2017, setelah berjuang hampir 2 tahun di Suriah, istri Iman beserta keluarganya akhirnya berhasil keluar dan kembali ke tanah air. Dari 26 orang keluarganya, 3 orang ditahan oleh pihak kepolisian dan ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Iman Santosa sendiri, Dwi Djoko Wiwoho, dan Heru Kurnia. Ketiganya ditahan atas dugaan keterlibatan dalam membantu pendanaan untuk keberangkatan ke Suriah.

Dan pada Selasa 22 Mei 2018, oleh hakim PN Jakarta Barat, Iman Santoso divonis empat tahun penjara. Hukuman ini jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa sebelumnya, yaitu 7 tahun penjara.

Kini, Iman masih menjalani masa tahanannya di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya Jakarta. Sebelumnya, ia sempat menghuni di Lapas Pasir Putih Nusa Kambangan, Cilacap, sebelum dirinya dipindah ke Jakarta. Sesuai agenda, masa tahanan Pak Iman akan berakhir pada pertengahan 2020 ini.

Komentar

Tulis Komentar