Mantan Instruktur Jabhah Nusrah itu Telah Bebas (1)

News

by Arif Budi Setyawan

Senin (30/1/2023) sekira pukul 08.15 WIB, saya sudah sampai di gerbang halaman Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Tuban, Jawa Timur. Hari itu, saya berencana ikut menyambut kebebasan seorang narapidana terorisme (napiter) bernama Ahmad Ulul Albab. Tak hanya menyambut, namun saya juga akan ikut mengantar yang bersangkutan pulang ke rumahnya di daerah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

Suasana pagi itu masih lengang karena bukan merupakan hari kunjungan. Tampak di deretan kursi ruang tunggu ada 3 orang laki-laki yang duduk-duduk sambil mengobrol. Dilihat dari pakaian dan gerak-geriknya mereka jelas bukan tamu dinas Lapas Tuban.

Belum sempat saya masuk ke halaman karena harus membalas beberapa pesan WhatsApp yang masuk, datang menghampiri Ali Fauzi, Direktur Yayasan Lingkar Perdamaian Lamongan bersama dua orang anggota timnya. Kami bersama-sama kemudian menuju ruang tunggu.

“Kami mau jemput anak saya yang mau bebas hari ini,” jelas Muslih (60), ayah dari Ulul Albab menjawab sapaan kami yang ikut bergabung di ruang tunggu. Kami lalu saling memperkenalkan diri dan terlibat perbincangan sebentar.


Obrolan kami terpotong dengan kehadiran 2 perempuan muda berpakaian rapi membawa map. Dari logo ID-card yang terkalung keduanya berasal dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Keduanya kemudian menghampiri kami karena melihat ada Ali Fauzi.

Setelah berbincang sebentar, kami kemudian bergegas masuk ke dalam Lapas setelah dipersilahkan oleh petugas pengamanan pintu utama. Rupa-rupanya kedua perempuan dari BNPT itu sudah menghubungi ke dalam sebelum menemui kami.

Rombongan keluarga penjemput hanya Muslih yang ikut masuk. Ali Fauzi bersama mbak-mbak dari BNPT kemudian masuk ke dalam Lapas untuk mengikuti prosesi pembebasan napiter. Saya menunggu di ruang pengamanan pintu utama.

Sambil menunggu Ulul Albab keluar, saya sempat mengobrol dengan Muslih. Termasuk mengajukan permohonan agar saya diizinkan ikut mengantarkan Ulul Albab sampai ke rumah. Beliau mempersilahkan dengan senang hati agar saya ikut dalam rombongan keluarga.

Beliau juga kemudian menjelaskan bahwa rencana menjemput anaknya ini sebenarnya dadakan, sehingga wajar kalau informasi yang diterima saya tidak ada keluarga yang akan menjemput. Anaknya juga pasti tidak tahu kalau akan ada yang menjemput.

Muslih termasuk sosok yang pendiam, tapi murah senyum. Persis seperti sosok anaknya yang akan bebas ini. Saya memang sempat beberapa kali mengunjungi anaknya di Lapas Tuban. Anaknya cukup asyik diajak diskusi, tetapi karena cenderung pendiam, harus pandai-pandai yang mengajak diskusi.

Pada beberapa diskusi itu, saya mendapatkan banyak cerita tentang bagaimana ia sampai terlibat dalam gerakan Jamaah Islamiyah (JI), apa yang ia lakukan selama di Suriah, sampai pelajaran yang didapatkan selama di penjara, serta apa yang ia inginkan setelah bebas nanti.

Sekilas Tentang Ahmad Ulul Albab

Ahmad Ulul Albab (27 tahun) berasal dari sebuah perkampungan di Kota Kudus yang berdekatan dengan kampung asal Abu Rusydan, mantan napiter dan mantan Amir Jamaah Islamiyah (JI) di masa lalu yang kembali ditangkap oleh polisi pada akhir 2021 yang lalu.

Ulul -demikian panggilan akrabnya di Lapas- merupakan alumni sebuah pesantren yang terafiliasi kelompok JI di daerah Jepara tahun 2013. Orangtuanya mengirimnya ke sana untuk belajar agama sebagai bekal mengarungi hidup agar lebih terarah dan bisa mengarahkan orang-orang di sekitarnya.

Selama di pondok dia berusaha belajar dan melatih akhlak sebaik-baiknya, dan juga selalu berusaha melaksanakan semua arahan dari para ustaz dengan sebaik-baiknya.

Hingga menjelang kelulusannya, dirinya dipanggil oleh salah satu ustaz dan ditawari untuk mengikuti kegiatan olahraga bersama yang akan diadakan di daerah Yogyakarta. Kegiatan olahraga bersama itu diikuti oleh perwakilan dari beberapa pesantren dan dirinya dipilih untuk mewakili pesantrennya.

Setelah kegiatan olahraga bersama itu selesai, beberapa waktu kemudian dirinya dihubungi oleh salah satu instruktur dalam kegiatan olahraga bersama itu. Dia dinyatakan lolos seleksi untuk mengikuti training center di sebuah sasana yang berada di daerah Ungaran Jawa Tengah. Ternyata, kegiatan olahraga bersama itu merupakan proses seleksi masuk sasana.

(baca juga: Joko Priyono alias Karso Pentolan Sasana JI Bebas Bersyarat)

Di sasana itulah dirnya mendapatkan penjelasan tentang organisasi JI, sejarahnya dan perkembangan terakhirnya. Penanggung jawab sasana kemudian meminta semua peserta pelatihan di sasana untuk melakukan baiat. Itulah pertama kalinya Ulul menyadari bahwa dirinya dan teman-temannya di situ terpilih untuk sebuah program jamaah. Sebelumnya dia tidak paham sama sekali dengan adanya jamaah ini, tahunya hanya sekolah yang benar di pesantren.

Saat itu sebenarnya diberikan pilihan untuk ikut lanjut atau tidak. Tetapi karena ditekankan oleh penanggung jawab sasana bahwa dia dan teman-temannya adalah orang-orang terpilih, maka dia pun merasa bangga menjadi yang terpilih.

Lagi pula tujuan kegiatan itu ia yakini sebagai sebuah kebaikan. Mereka dilatih untuk persiapan misi kemanusiaan sekaligus berkontribusi pada jihad global di konflik Suriah. Bisa membantu kaum muslimin di belahan bumi yang jauh itu menurutnya merupakan suatu tindakan yang mulia.

“Misi utama ke Suriah memang untuk membantu kaum muslimin, bukan untuk berperang. Sementara agar bisa membantu kaum muslimin kami harus dapat perlindungan dari salah satu kelompok pejuang. Karena kami mendapatkan perlindungan maka kami harus berkontribusi pada kelompok yang melindungi kami. Itulah yang membuat ketika kami di sana ada yang kebagian tugas ribath (menjaga perbatasan), melatih bela diri, memperbaiki kendaraan, dan lain-lain”, tuturnya dalam salah satu sesi diskusi.

“Antum pernah jadi instruktur bela diri di sana?,” tanya saya penasaran saat itu.

“Iya, saya sempat menjadi instruktur bela diri di kelompok Jabhah Nusrah selama hampir 2 bulan,” jawabnya.

Sepulang dari Suriah setelah bertugas di sana selama kurang lebih 2,5 tahun, Ulul sempat merintis usaha budi daya ikan cupang selama 1,5 tahun sebelum akhirnya ditangkap Densus 88 pada pertengahan Mei 2019.

“Saya ditangkap di rumah ketika sedang melayani pembeli ikan cupang. Ternyata pembeli ikan cupang yang saya layani pagi itu anggota Densus yang mau menangkap saya,” kenangnya.


(Bersambung)

 

Komentar

Tulis Komentar