Decluttering Bisa Jadi Pilihan Isi Liburan Akhir Tahun

Analisa

by nurdhania

Decluttering bisa jadi pilihan yang tepat untuk mengisi waktu libur akhir tahun kali ini. Ini sekadar saran bagi yang masih bingung mau ngapain, hehehe.

Decluttering gampangnya, beres-beres rumah atau bebenah. Tapi, lebih dari itu sebenarnya. Jadi gimana, ya?

Pertama kali mengetahui istilah ini dari serial Netflix berjudul Tidying Up with Marie Kondo, seorang ahli dan konsultan bebenah asal Jepang. Beliau juga dikenal dengan metode decluttering-nya yaitu Konmari.

Ini bisa diartikan sebagai removing things you do not need (unnecessary items) in order to make it more pleasant and more useful (Cambridge Dictionary). Yaitu, usaha menyingkirkan barang-barang yang tidak dibutuhkan untuk membuat rumah atau suatu tempat menjadi lebih menyenangkan, bisa juga dengan hanya menyimpan barang-barang yang memang dibutuhkan dan memercikan kebahagiaan bagi pemiliknya. Kegiatan ini juga bisa bantu mengurangi stres, lho. Rumah jadi lebih leluasa, adem dan menenangkan.

Proses kegiatan decluttering itu tidak mudah dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Saat saya menonton acara TV Marie Kondo di Netflix, dia mengajarkan beberapa cara dalam proses pemilahan barang. Bahkan disarankan beres-beres dimulai dulu dari pakaian, buku-buku dan seterusnya.

Kemudian dibagi dalam beberapa kotak, lalu beberes dalam satu hari dengan pilah satu barang, dan masih banyak lagi. Selain itu, hal yang terkadang membuat lama saat decluttering ketika harus merelakan atau melepaskan barang yang memang tidak diperlukan. Sering banget maju mundur dan ragu.

Sobat ngobrol bisa tonton di Netflix atau bukunya yang berjudul The Life-Changing Magic of Tidying Up: The Japanese Art of Decluttering and Organizing. Di google dan youtube juga sudah banyak yang membahas dan memberikan step by step metode decluttering ini.

Semakin banyak konten yang membahas decluttering di media sosial, saya kemudian terpikir. Apakah decluttering ini sebatas merapihkan rumah atau membuang barang tak diperlukan? Bisa ga sih pengalaman tidak menyenangkan di masa lalu, atau hal-hal buruk yang masih tersimpan dalam pikiran, jiwa, dan emosi ini kita declutter? Saya pun tergerak mencari tahu dan ternyata ada beberapa yang membahas soal decluttering soul atau jiwa.

Clutter atau kekacauan atau sesuatu yang berantakan tidak hanya pada barang-barang yang tampak fisik di rumah. Pengalaman buruk yang terjadi di masa lampau yang  masih menjangkiti hati dan pikiran sampai detik ini bisa jadi biang stres, tidak fokus, tidak sehat psikis dan overthinking.

Saat decluttering biasanya menggunakan beberapa kotak yang masing-masing kotak dituliskan Dibuang, Donasi, Recycle, dan Tetap disimpan. Kemudian mulai menyortir barang-barang yang kita miliki berdasarkan kotak tersebut.

Sama halnya dengan pengalaman hidup yang bisa kita pilah-pilah. Mana saja yang mau saya buang dan harus move on, dengan tidak mengungkit kembali peristiwa tersebut. Bagian mana yang menjadi pelajaran hidup hari ini dan kemudian hari, peristiwa mana yang bisa saya bagikan (donasi) juga ke orang lain sebagai ilmu pengetahuan dan pelajaran hidup, kemudian momen apa yang bisa jadi hiburan bagi saya sendiri atau lucu-lucuan bareng keluarga karena mengingat ada momen lucu pada saat itu.

Setiap individu tentu punya pengalaman yang berbeda dan cara mengatasinya. Jangan pernah lupa untuk minta bantuan orang lain baik itu keluarga, sahabat atau tenaga profesional. Karena, dalam declutter rumah kita disarankan minta bantuan keluarga, bahkan ada konsultannya seperti Marie Kondo.

Saya bisikin sedikit, untuk yang satu ini memang tidak mudah. Karena kadang-kadang masih ada perasaaan khawatir akan membebankan orang lain dengan keluh kesah cerita kita, jadi saya memilih untuk menuangkannya lewat jurnal atau coretan di handphone. Jangan ditiru, ya.

Saya jadi teringat saat berinteraksi dengan beberapa mantan napiter, kami saling berbagi cerita dan pengalaman. Kisah latar belakang atau tujuan masuk ke jaringan, proses masuknya, titik balik, sampai pertaubatannya berbeda-beda, bahkan era dan kelompok nya juga beda. Jadi, tentu saja ada sesi tanya jawab.

Saat ditanya peristiwa tertentu ada yang menjawab dengan detail, santai, semangat, dan sambil terbata-bata dan menahan air mata. Ada kalanya menolak untuk menceritakan, karena hal tersebut sangat traumatis atau ada kesedihan mendalam karena akibat ulahnya jadi merugikan keluarganya dan orang lain, sehingga memilih untuk tidak membahasnya sama sekali.

Ada pula yang ikut memberi motivasi untuk saya dalam menyongsong masa depan gemilang (bahasa nya udah kayak kutipan di sampul buku sekolah, hehe). Saya juga jadi belajar, bahwa meskipun orang bertanya soal masa lalu kita, kita berhak untuk tidak menjawab semuanya.

Toh, kita tidak bisa menyenangkan semua orang, kan. Kita bisa mengarahkan mereka untuk membaca buku atau tulisan yang pernah kita tulis soal masa lalu tersebut atau berbagi cerita hal lain. Tapi beda cerita kalau urusan hukum, interogasi, dan anamnesa dengan aparat keamanan dan psikolog, kalau itu harus detail.

Sebenarnya paling enak saat liburan tuh rebahan, bersantai, jalan bareng keluarga, dan nonton kan?, hihihi. Jadi, nikmatilah dan selamat liburan sobat ngobrol semua.

 

Komentar

Tulis Komentar