Drama Idul Adha di Tengah PPKM Darurat

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Rangkaian kegiatan Idul Adha tahun ini diselenggarakan di tengah pemberlakuan PPKM Darurat yang ketat. Hal ini dikarenakan fluktuasi peningkatan kasus positif terkonfirmasi Covid-19 masih terus terjadi. Pemerintah melalui Kementerian Agama telah menerbitkan surat edaran terkait tata pelaksanaan kegiatan Idul Adha dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19.

Poin penting dari aturan yang terdapat dalam surat edaran tersebut yang banyak memicu protes dari masyarakat adalah ditiadakannya shalat Id di masjid bagi daerah-daerah dengan level asesmen 3 dan 4. Daerah tempat saya tinggal secara aturan termasuk tidak boleh menyelenggarakan Salat Idul Adha  di masjid karena menurut satgas penanganan Covid-19 daerah kami masuk level asesmen 3.

Berikut adalah cerita dari kampung kami selama pelaksanaan kegiatan Idul Adha kemarin:

Sehari sebelum pelaksanaan Salat Idul Adha, beberapa tokoh masyarakat dan takmir masjid di daerah kami melayangkan protes dengan mempertanyakan apa indikator bahwa daerah kami masih termasuk level asesmen 3? Setelah mendapatkan penjelasan, para tokoh masyarakat dan takmir masjid berpendapat, tetap akan menyelenggarakan Salat Idul Adha dengan jumlah jamaah yang terbatas.

Dari pihak tokoh masyarakat juga berpendapat Salat Idul Adha tetap harus diadakan meski dengan jamaah yang dibatasi. Karena menurut kami salat tersebut sangat sakral. Tetap harus diadakan meski hanya sebagian kecil yang bisa ikut.

Kemudian untuk penyembelihan hewan kurban bisa diatasi dengan menambah lokasi titik penyembelihan, sehingga bisa memenuhi protokol kesehatan yang ditetapkan. Hal ini memang akan sedikit merepotkan, tapi demi kesehatan masyarakat kami siap mengubah teknis yang biasa dilakukan.

Pada hari H dilaksanakannya shalat Id masih ada drama lagi. Kami didatangi petugas gabungan dari TNI dan Polri yang terdiri dari 6 orang. Tujuannya adalah untuk memastikan jalannya salat sesuai dengan kesepakatan yang dibuat. Kesepakatannya adalah: harus menjaga jarak, mencuci tangan sebelum masuk masjid, dicek suhu badan, memakai masker, jika kapasitas sudah terpenuhi maka yang datang belakangan akan diminta pulang, khutbah dan salat tidak boleh lebih dari 30 menit, dan setelah selesai bubarnya pun tidak boleh berkerumun.

Para petugas gabungan dari TNI-Polri itu kemudian mengikuti dan mengawasi jalannya shalat Id dari awal hingga bubar. Dan alhamdulillah semua berjalan lancar.

Sementara untuk kegiatan penyembelihan hewan kurban dan distribusinya tidak diawasi dengan ketat, hanya ada peninjauan di setiap titik penyembelihan. Setelah memastikan tidak ada kerumunan yang melebihi batas toleransi, petugas lalu meninggalkan tempat penyembelihan.

Secara teknis sebenarnya hanya ada sedikit perbedaan antara proses penyembelihan hewan kurban di masa PPKM dengan di masa normal. Bedanya adalah jumlah orang yang dilibatkan lebih banyak dan terbagi ke dalam tim-tim kecil yang disebar ke titik-titik penyembelihan. Penambahan titik penyembelihan pun tidak lebih dari 100 persen.

Poin penting dari cerita pelaksanaan kegiatan Idul Adha di atas adalah: Pelaksanaan aturan pemerintah terkait pencegahan penyebaran virus Covid-19 di masyarakat seharusnya bisa didiskusikan seperti di kampung kami. Tidak diterapkan secara kaku dan otoriter. Di mana akhirnya diperoleh kesepakatan bersama dan membuktikan bahwa kami pun memliki itikad baik untuk turut berpartisipasi mencegah penyebaran  Covid-19.

ilustrasi: pixabay.com

Komentar

Tulis Komentar