Adakah Harapan Kepulangan WNI Simpatisan ISIS?

Analisa

by Rizka Nurul

Februari lalu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM, Mahfud MD menyatakan bahwa pemerintah Indonesia akan memberi keputusan terkait WNI Simpatisan ISIS. Pertimbangan sementara telah disebutkan bahwa anak usia 10 tahun ke bawah sangat mungkin dipulangkan. Namun, pemerintah akan mengirim tim yang terdiri dari BIN, BNPT dan kementerian lain yang terkait ke pengungsian. Keputusan akan dikabarkan sekitaran bulan Mei 2020.

Hingga memasuki bulan Juli, belum ada keputusan apa pun terkait nasib para WNI Simpatisan ISIS. Pemerintah masih berfokus dalam mengatasi pandemi dan persiapan new normal. Pemulihan di dalam negeri akan menjadi prioritas semua negara dalam masa pandemi ini.

Sejauh ini, beberapa lembaga negara yang ditugaskan telah setuju merumuskan PRR atau Persecution, Rehabilitation and Reintegration. Penanganan ini akan ditujukan kepada WNI Simpatisan ISIS di Suriah maupun mereka yang terlibat foreign fighter di berbagai negara. Penanganan ribuan simpatisan ISIS di berbagai camp di Suriah juga akan melibatkan kerjasama dengan berbagai negara.

Sejauh ini, Jerman menjadi salah satu negara yang memilih memulangkan warga negaranya. Setidaknya sudah 100 orang dipulangkan dari Camp pengungsian di Suriah pada Februari lalu. Juni tahun lalu, Jerman juga memulangkan 4 anak-anak dari pengungsian di Suriah. Dilansir dari DW, Returnees ini akan melalui proses hukum, rehabilitasi dan deradikalisasi dalam proses panjang setelah pemulangan. Jerman memilih untuk menggunakan pendekatan holistik dimana semua pendekatan dilakukan untuk kepentingan jangka panjang dan lebih luas.

Sedangkan Australia menganggap negara perlu melindungi warganya dan tetap menjaga jarak dari returnees ini. Namun Australia telah memulangkan 8 anak dari pengunsgian pada Juni 2019. Anak-anak ini berasal dari keluarga Syarouf. Ayah dan ibu mereka meninggal dunia di wilayah ISIS bersama dua adik laki-laki mereka. Nenek mereka kemudian menjemput dan berhasil didokumentasikan dengan baik oleh ABC News. Keluarga ini kemudian menjadi salah satu sumber rekomendasi kebijakan selama rehabilitasi.

Pemerintah Indonesia bisa saja menolak repatriasi dan meski melanggar statuta PBB terkait pelarangan warga stateless. Namun ancaman justru bisa jadi lebih besar karena WNI eks ISIS ini bisa melalui jalur-jalur ilegal sehingga tak terdeteksi. Menurut beberapa pengungsi, banyak penyelundup yang telah menawarkan jasa dengan syarat membayar sejumlah uang hingga Turki atau Irak. Bukan tidak mungkin mereka yang tidak dipulangkan ini yang awalnya ingin kembali justru melakukan aksi.

Ancaman lainnya bisa jadi menjadi ancaman dunia dimana negara lain menjadi sasaran teror sedangkan mereka masih berstatus WNI. Ini akan berdampak lebih luas lagi dimana WNI secara keseluruhan bisa saja dianggap ancaman seperti fenomena islamophobia.

Selain itu, kamp Al-Hol saat ini tidak lagi kondusif. Beberapa kali kerusuhan terjadi di camp terbesar tersebut karena petugas keamanan Kurdistan yang diminimalisir akibat perang dengan Rusia dan Suriah. Bahkan kerusuhan diinisiasi oleh perempuan-perempuan yang masih setia dengan ISIS. Mereka sempat berniat keluar dari kamp menuju perbatasan Turki. Bukan hanya di kamp Al Hol, perseteruan antar wanita juga terjadi di kamp Al Roj. Mereka saling membakar tenda bahkan bertengkar hingga menggunakan kekerasan.

SDF sendiri telah melakukan pendataan ulang pengungsi di berbagai kamp untuk kemudian menjadi catatan negara asal. Semua data akan diakumulasikan oleh International Coalition Forces.

Komentar

Tulis Komentar