Wildan Mukhollad: Kupersembahkan Kesyahidanku untuk Ibu (1)

Other

by Kharis Hadirin

Wildan Mukhollad, begitulah nama lengkapnya. Ia lahir pada 1995 di sebuah desa kecil bernama Payaman, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Ayahnya seorang pengusaha material bangunan yang cukup sukses di desanya, sementara ibunya berasal dari keluarga sederhana dan lulusan dari salah satu pesantren di Lamongan.

Ayah Wildan dulunya berasal dari keluarga miskin. Namun berkat keuletanya, ia berhasil menjadi pengusaha sukses di kampungnya. Keluarga kecil ini hidup rukun dengan harta yang berkecukupan dan penuh kehangatan kasih sayang.

Sejak duduk di bangku sekolah dasar, Wildan termasuk sebagai siswa yang cukup cerdas dan aktif di kelas. Bahkan ia pernah beberapa kali mewakili sekolahnya untuk mengikuti perlombaan cerdas cermat tingkat SD se-Kabupaten Lamongan. Di usianya yang masih dini pun, ia sudah mampu menghafalkan Al-Qur’an Juz Amma (Juz 30) dengan fasih dan lancar.

Tentu prestasi itu semua sebagai buah dari pendidikan yang diajarkan oleh ibunya yang memang sejak awal cukup keras dalam mendidik anak-anaknya. Berkat ketekunan sang ibu dalam mendidik, sebagian dari anak-anaknya berhasil memperoleh pendidikan hingga keluar negeri melalui program beasiswa. Termasuk salah satu kakak perempuan Wildan yang berhasil mendapatkan beasiswa dari Pondok Pesantren Gontor untuk belajar di Universitas Al Azhar Kairo, Mesir. Tentu tak sembarang orang bisa memperoleh kemewahan berupa beasiswa dari suatu lembaga. Dan kakak Wildan menunjukkan bahwa ia layak menerima penghargaan tersebut untuk menuntut ilmu di altar suci universitas tertua di Timur Tengah tersebut.

Keberhasilan mereka rupanya memberikan pengaruh positif bagi Wildan Mukhollad kala itu. Meski dirinya terlahir sebagai anak bungsu dari enam bersaudara, kondisi demikian lantas tak membuatnya terlena dengan berbagai fasilitas yang ditawarkan oleh kedua orang tuanya. Kisah sukses saudara-saudaranya justru mampu memberikan kekuatan untuk menghidupkan mimpi-mimpinya untuk mengejar cita-cita setinggi langit.

Tak ingin kalah dengan saudara-saudaranya, ia memaksa dirinya untuk belajar bak kuda pedati. Baginya, tak ada kata lelah untuk mengejar mimpi meraih pendidikan setinggi-tingginya. Bagi Wildan, menyerah untuk pendidikan hanyalah untuk mereka yang berjiwa pecundang. Karenanya, sejak duduk di bangku sekolah dasar, ia melesat jauh meninggalkan teman-teman sebangkunya. Di saat anak-anak seusianya masih terperangkap dalam dunia permainan, si kecil Wildan justru meloncat dan mencari dunianya sendiri.

Baginya, melihat berbagai tumpukan buku di atas rak lemari rumahnya adalah kenikmatan dunia. Ia sadar, ada harga yang harus diperjuangkan. Di sisi lain, sesuatu mau tidak mau juga perlu untuk dikorbankan. Karenanya, semenjak kecil, Wildan tidak memiliki banyak teman pergaulan.

Ia terasingkan oleh dunia anak-anak. Sebab dirinya lebih menyibukkan diri pada ilmu pengetahuan yang lebih jauh lebih luas dari sekadar Desa Payaman yang kelak akan menghantarkannya pada berbagai kesuksesan.

Orang tuanya bercerai

Berbagai kesuksesan dalam dunia pendidikan yang diraih oleh saudara-saudara Wildan, berhasil memberikan dorongan semangat yang kuat untuk bisa berprestasi seperti mereka. Karenanya, sejak duduk di kelas 2 SD, ia selalu tampil sebagai juara kelas.

Namun inilah realita hidup. Terkadang apa yang dibayangkan tak selalunya berjalan seimbang. Kebahagiaan tak selalunya datang, bahkan terkadang ia harus diuji dengan kesengsaraan.

Wildan Mukhollad, di usianya yang masih mungil terpaksa harus menerima kenyataan pahit. Orang tuanya terancam bercerai. Saat itu, ia masih duduk di bangku kelas 6 SD.

Kenyataan pahit dari dampak perceraian kedua orang tuanya, yang tadinya hidup seatap serumah, tiba-tiba terpisah. Jelas, ini bukanlah yang ia harapkan. Namun dunia orang dewasa membuatnya harus memilih jalan hidupnya sendiri yang akan berdampak pada masa depannya nanti.

Pada akhirnya, ia dihadapkan pada dua pilihan yang tak pernah diharapkan pada siapapun di dunia ini, “memilih tinggal bersama ayah atau ibu”.

 

*Sumber gambar: (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Komentar

Tulis Komentar