Pak Ucup, Dapoer Bistik Solo, Integrasi Mantan

Other

by Rosyid Nurul Hakiim

Hari ini kantor ruangobrol.id kedatangan kawan lama, Machmudi Hariono atau orang-orang lebih mengenalnya sebagai Yusuf atau Pak Ucup. Beliau memang lebih nyaman dengan panggilan itu karena berharap bisa sedikit mendekati Nabi Yusuf yang sudah mashur kegantengannya.

Pak Ucup adalah satu diantara mantan kombatan yang banyak berinteraksi dengan kami. Pria asal Jombang ini pernah ‘Sekolah’ di beberapa Lembaga Pemasyarakatan karena kepemilikan senjata dan bahan peledak. Sebelumnya, dia juga pernah berlatih militer bersama beberapa orang Indonesia di Filipina Selatan.

Bukan latar belakangnya itu yang membuat ingatan saya mengembara. Pak Ucup justru mengingatkan saya pada sajian khas Solo, bistik. Panganan khas dari hasil akulturasi budaya barat dan Jawa. Dari asal mulanya Beef Steak, lalu diubah dengan citarasa jawa menjadi kuliner berkuah coklat dengan rasa manis gurih. Bistik inilah yang menjadi hidangan utama di Dapoer Bistik Solo, sebuah inisiatif wirausaha sosial yang berusaha ikut menyelesaikan masalah radikalisme dan terorisme.

Pak Ucup tidak pernah bisa dilepaskan dari berdirinya Dapoer Bistik. Restoran sederhana di Jalan Kebangkitan Nasional No.62, Penumping, Solo ini ada sejak tahun 2011 silam. Berawal di sebuah sudut jalan di Kota Semarang, lalu dalam perkembangannya pindah ke Solo dan menjadi rujukan bagi mantan narapidana teroris (napiter) untuk berkumpul dan berinteraksi dengan masyarakat.



Meski terdengar menyeramkan, namun Dapoer Bistik Solo sudah menjalankan fungsinya dengan baik sebagai ruang mantan napiter untuk berintegrasi dan memulai hidup baru di tengah masyarakat. Hal ini dimulai dengan kisah Pak Ucup sendiri.

Setelah lulus dari ‘sekolah’ (baca: bebas dari penjara), komunikasi yang sudah dibangunnya dengan Noor Huda Ismail sejak di dalam penjara dibukanya kembali. Ketika itu, Noor Huda yang masih menjadi wartawan Washington Post. Berproses bersama, Pak Ucup sepakat menggunakan kemampuan memasaknya untuk bersama-sama Noor Huda Ismail membangun Dapoer Bistik Solo.

Sebagai sebuah bisnis, lika liku dan naik turunnya keuntungan sudah dialami oleh Dapoer Bistik Solo. Namun, hal yang menarik adalah, upaya ini justru mampu membuka cara pandang baru bagi Pak Ucup. Ketika sebelumnya, dia hanya melihat sesuatu dengan satu cara pandang saja. Bersama Dapoer Bistik Solo, sikap tersebut perlahan berubah. Interaksi dengan pelanggan dan juga staf restoran yang lain, justru membuatnya mampu lebih berimbang dalam menanggapi sesuatu. Bahkan, kelompok masyarakat yang sebelumnya dia anggap musuh, justru berbalik menjadi kawan, karena dari interaksinya itu, dia melihat kebaikan di dalam kelompok tersebut. Selain itu, Pak Ucup bahkan bisa menggelar pelatihan memasak dengan napiter-napiter di Lapas Kedungpane, Semarang. Tujuannya untuk memberikan skill bagi mereka agar bisa lebih mudah berintegrasi dengan masyarakat.

Dari Dapoer Bistik Solo saya belajar bahwa untuk menangani radikalisme dan terorisme, pendekatan keamanan saja tidak lah cukup. Perlu kreatifitas dan pendekatan humanis untuk bisa memberikan kesempatan lebih baik bagi para mantan napiter.

Komentar

Tulis Komentar