Hotel Mumbai : Film Dokumenter Potret Terorisme di India

Other

by Rizka Nurul

"Lailahaillallah Muhammadarrasulullah .." Zahra mengucapkan sebuah kalimat suci. Sedangkan ujung senapan kini tepat berada di kepalanya.
"Saudaraku, dia muslim." Kata Imran ragu-ragu berbicara dengan orang yang ada di telepon
"Tembak saja, bunuh dia!" Kata orang tersebut
"Tapi .." Imran masih ragu
"Bunuh dia! Dia bersama orang-orang kafir," Kata orang itu lagi
Imran tak sanggup. Imran berteriak sambil pergi meninggalkan Zahra dengan jalan terseok-seok akibat kakinya tertembak. Zahra ditinggalkan bersama lima jenazah disampingnya, termasuk Suami tercinta, David.
Itulah cuplikan film Hotel Mumbai. Film tersebut baru saja tayang di bioskop-bioskop Indonesia.
Film yang dibintangi oleh Dev Fatel ini menceritakan tentang kejadian terorisme di Mumbai, India pada 26-28 November 2008. Beberapa titik serangan menjadi sasaran pengeboman dan penembakan yang membabi buta yaitu Stasiun, Leopold Cafe, Hotel Taj Mahal Palace, Rumah Sakit Cama, Nariman House dan Oberoi Trident.
Namun mengapa Hotel Taj yang menjadi fokus dalam film ini? Hal ini karena 4 dari 10 pelaku berfokus di hotel ini dan membuat ratusan turis terjebak selama 12 jam lebih. Diantara tempat yang diserang, Hotel ini juga menjadi penyumbang korban terbanyak dari total aksi di Mumbai.
Ada beberapa hal yang menjadi catatan di film ini adalah bagaimana saat itu, Mumbai belum siap akan serangan terorisme. Mumbai merupakan pusat bisnis di India dan banyak turis ada disana. Banyaknya korban salah satunya karena keterlambatan kedatangan tim anti teror yang berada di New Delhi, 1.300 km dari Mumbai.
Hal yang menarik adalah bagaimana film ini menunjukkan sisi kemanusiaan pelaku. Bagaimana pelaku merasa galau sebelum ia mengakhiri semuanya. Meskipun seseorang yang menelepon (diduga pemimpinnya) mencoba meyakinkannya. Ia takut bahwa ia tidak akan mendapatkan apa yang dijanjikan seperti kiriman uang untuk keluarganya, surga dan lain sebagainya.
Banyak orang yang menyangka bahwa pelaku kejahatan tak gentar, namun ada titik mereka ragu. Ini juga pernah diceritakan oleh salah satu pelaku Bom Bali I, Ali Imron kepada saya. "Bohong kalau begitu meledak mereka teriak. Begitu bom meledak, saya diam. Dipikiran saya, berapa banyak korban, pasti ada orang muslim."
Banyak orang tidak bisa memberi toleransi kepada mereka pelaku kejahatan. Namun sesungguhnya mereka juga punya alasan, punya keraguan dalam hatinya ketika melakukan kejahatan selayaknya manusia lainnya.

Komentar

Tulis Komentar