Catatan Perjalanan : Yogyakarta dalam Cerita (5-End)

Other

by Arif Budi Setyawan

Menjelang pukul 5 sore saya bergeser dari kawasan Titik Nol Kilometer ke arah kawasan Malioboro di mana keramaian semakin terasa. Tidak seperti siang hari tadi. Kali ini benar-benar ramai. Di kawasan Benteng Vredeburg semakin banyak pedagang asongan yang berkeliling maupun yang menggelar dagangan di pinggir jalur pedestrian.


Di sebelah utara pintu masuk Benteng Vredeburg berjejer lapak-lapak bongkar pasang para pedagang oleh-oleh khas Yogyakarta, mulai dari bakpia, souvenir, sampai buah-buahan dan aksesoris handphone. Tadi siang tempat ini kosong.


Sore itu tujuan saya memang ingin melihat Malioboro di malam hari. Bagi saya gambaran kota Yogyakarta yang paling melekat dan sangat ikonik ya Malioboro.


Dulu sekali ketika masih usia SD, pertama kali saya mulai punya imajinasi tentang kota Yogyakarta adalah dari lagunya KLA Project yang berjudul ‘Yogyakarta’. Dan ketika sudah remaja usia SMK saya baru bisa membuktikan apa yang disebutkan oleh Katon Bagaskara dalam lagu itu :


...Masih seperti dulu


Tiap sudut menyapaku bersahabat,


penuh selaksa makna


Terhanyut aku akan nostalgia


Saat kita sering luangkan waktu


Nikmati bersama


Suasana Jogja


Di persimpangan langkahku terhenti


Ramai kaki lima


Menjajakan sajian khas berselera


Orang duduk bersila


Musisi jalanan mulai beraksi


Seiring laraku kehilanganmu


Merintih sendiri


Ditelan deru kotamu ...”


Saya benar-benar mendapati gambaran imajinasi di masa kecil tentang kota Yogyakarta sebagaimana lirik dalm lagu itu di kawasan Malioboro.


Keramahan di setiap sudut, ramai pedagang kaki lima, warung makan lesehan, dan musisi jalanan memang benar-benar sangat mudah ditemui di kawasan Malioboro. Apakah lagu itu memang terinspirasi dari suasana di Malioboro ya ?


Agar semakin kuat berkesan, malam itu saya mencoba beberapa makanan yang dijual di warung-warung lesehan. Sengaja siangnya saya tidak makan biar bisa muat banyak. Suasananya memang bisa menambah nikmat makanan yang disajikan.


Ditambah obrolan ringan dengan sesama pengunjung membuat suasana semakin gayeng (bahasa lokal yang artinya asyik).


Puas dengan makanan lanjut dengan mencari musisi jalanan yang paling menarik. Petang tadi sudah ketemu dengan kelompok pemain angklung modern. Saya mendapat info dari salah satu pengunjung bahwa di utara ada kelompok musik akustik yang sudah cukup terkenal bernama “Astro Acoustic”.


Saya coba googling dulu tentang nama itu. Ingin tahu seberapa terkenal.


Ternyata sudah cukup banyak video mereka yang ada di Youtube dengan jumlah view yang cukup lumayan.


Karena penasaran saya pun bergegas mencari keberadaannya. Tak lama kemudian sampailah saya di tempat mereka menggelar konser.


Wah, ramai benar penontonnya. Ada beberapa orang yang sibuk mengabadikan aksi mereka dengan kamera profesional maupun kamera smartphone.


Lengkap sudah. Keramahan, makanan enak, oleh-oleh yang murah, pertunjukan musisi jalanan, semua sudah saya lihat dan rasakan. Alhamdulillah... Saatnya pulang.


Banyak pelajaran yang saya dapatkan sepanjang hari itu. Tentang keramahan, ketulusan, kegigihan, kesabaran, dan kreativitas manusia dalam setiap proses yang mereka lalui dalam kehidupan masing-masing.

Komentar

Tulis Komentar