RAN Penanggulangan Ekstrimisme Kekerasan Libatkan Masyarakat Atasi Terorisme

Other

by Akhmad Kusairi

Setelah lebih tiga tahun, akhirnya Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE) Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme. Saat ini, Perpres RAN PE tersebut sudah beredar di publik.

Direktur Eksekutif Society Against Radicalism and Violent Extremism (SeRVE) Siti Darojatul Aliah mengharapkan semua pemangku kepentingan dapat bekerja lebih nyata melalui RAN-PE tersebut.  “Akhirnya selesai juga sejak 2017. Kita dorong itu, kita konsultasi dengan CSO, kita berikan masukan saat Perpres masih dalam bentuk draft. Matriknya, rencana aksinya. Kita menyambut baik apa yang sudah dilakukan. Karena memang kita perlu bekerja lebih konkrit,” kata wanita yang akrab dipanggil Dete itu saat dihubungi Ruangobrol Jumat (22/1/2021)

Lebih lanjut, Dete menjelaskan pentingnya sinergi nasional dalam pencegahan ekstremisme kekerasan. Menurutnya, pemerintah tidak bisa bekerja sendirian, baik itu pada tataran Kementerian, Lembaga, maupun Pemerintah Daerah. Masyarakat sipil, universitas, bahkan dunia usaha perlu untuk dilibatkan. Seharusnya setiap sektor dan elemeni bisa bekerja bersama untuk mengatasi radikalisme yang trendnya sedang mengalami peningkatan.

“Sinergitas nasional dan dinas di tingkat provinsi, CSO, perguruan tinggi, dan dunia usaha. Karena Pemerintah gak bisa kerja sendiri. Apalagi trendnya, pola rekrutmen kelompok ektremis sekrang ini sudah makin panen. Meskipun belum sampai melakukan aksi. Namun secara pemikiran, sudah terperngaruh, mereka mulai panen secara jumlah,” ungkap Dete. Pendiri SERVE ini yakin bahwa dengan adanya RAN PE, lalu ditambah dengan Menteri Agama dan Kapolri yang baru, pemerintah sudah memiliki modal untuk mencegah gerakan radikal jadi semakin besar. Kemudian untuk mendukung pencegahan itu, CSO harus mampu bersinergi dalam program-programnya agar tidak bertabrakan satu sama lain.

Sambutan baik soal terbitnya RAN PE ini juga datang dari Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid. Menurutnya, RAN PE merupakan sebuah langkah berani dari pemerintah. Sebab, di dalam peraturan terebut terdapat 135 aksi nasional yang akan dijalankan oleh 20 Kementerian.

Yenny mengaku pihaknya sudah mengawal terbitnya Perpres tersebut sejak tahun 2017. Dia mengharapkan kebijakan RAN PE ini mampu menjadi payung bagi kebijakan anti terrorisme yang sifatnya komprehensif. Sebab, Perpres ini membuka kemungkinan adanya keterlibatan masyarakat sipil dalam mengatasi persoalan radikalisme di tanah air.

“Ini jelas langkah maju. Di negara lain, ruang bagi keterlibatan masyarakat sipil dalam mengatasi persoalan radikalisme dan terorisme cenderung dibatasi. Padahal kita sama-sama paham bahwa persoalan tersebut tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan keamanan saja,” kata Yenni.

Pemberantasan radikalisme juga memerlukan pendekatan kemanusiaan, keagamaan dan juga pendidikan. Pada konteks inilah masyarakat sipil bisa memainkan perannya dengan baik. “Karena tidak semua ruang di masyarakat bisa dimasuki oleh aktor negara. Perlu ada sinergi dengan aktor-aktor masyarakat. Perpres ini memfasilitasi adanya sinergi tersebut,” tutur Yenny.

Berkaitan dengan implementasi dari RAN PE ini nantinya, Wahid Foundation (WF) memiliki beberapa catatan penting. Pertama, ekstremisme kekerasan menjadi masalah seluruh elemen bangsa dan karenanya tidak dapat diselesaikan dan dicegah hanya oleh satu pihak. Kementerian/Lembaga tidak dapat menanganinya sendiri, namun memerlukan dukungan dan partisipasi aktif masyarakat, bahkan dunia usaha.

Sejauh ini usaha-usaha mendorong kebijakan seperti RAN PE ini telah melibatkan partisipasi lebih dari 50 organisasi masyarakat sipil dan organisasi keagamaan. Selain itu, upaya tersebut juga keterlibatan 18 institusi pemerintah di tingkat nasional dan lokal, dan pelibatan para akademisi kampus. Elemen-elemen ini sebaiknya dapat saling bekerjasama. Kemudian ditambah lagi dengan partisipasi masyarakat, termasuk kelompok minoritas.

“RAN PE menegaskan prinsip ini sebagai salah satu sasarannya, yaitu Pasal 8. ‘Dalam melaksanakan RAN PE, kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dapat bekerja sama dan melibatkan peran serta masyarakat’,” jelas Yenny

Kedua, faktor dan pemicu ekstremisme kekerasan tidak pernah tunggal dan karenanya hampir mustahil diatasi hanya dengan satu pendekatan. RAN PE ini disusun untuk merespons faktor-faktor tersebut seperti dampak yang ditimbulkan dari konflik komunal, kesenjangan ekonomi, perbedaan pandangan politik, perlakuan yang tidak adil, dan intoleransi. Sehingga dalam implementasi RAN PE institusi yang terlibat bukan semata-mata BNPT, tetapi lebih dari 20 kementerian/lembaga.

“Begitupun dengan keterlibatan organisasi masyarakat sipil, dari pencegahan hingga penanganan setelah terjadinya kasus-kasus ekstremisme kekerasan,” kata Yenny lagi

Ketiga, prinsip transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip pelaksanaan rencana aksi. Agar pelaksanaan dijalankan sesuai rencana dan tidak membawa dampak buruk bagi usaha-usaha pencegahan. Kebijakan ini menekankan pentingnya mekanisme pemantauan dan evaluasi. Seperti ditegaskan pada pasal 7 ayat (3) Laporan capaian pelaksanaan dan hasil evaluasi pelaksanaan RAN PE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipublikasikan sebagai wujud akuntabilitas publik.

“Prinsip ini memberi jaminan bahwa masyarakat sipil dapat berpartisipasi dalam pemantauan, pengawasan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut,” jelas Yenny

Keempat, pentingnya memiliki kerangka pelaksanaan dan adanya usaha sosialisasi kepada masyarakat luas. Menurut Yenny sosialisasi menjadi langkah penting agar publik dapat memahami maksud dan konteks berbagai rencana aksi sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.

“Dengan kerangka pelaksanaan yang jelas dan sosialisasi yang luas, berbagai pihak, baik di tingkat pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat sipil, akan mampu mengoptimalkan sumberdaya untuk bersama-sama merealisasikan rencana aksi,” pungkas Yenny Wahid.

Sekadar diketahui berdasarkan lampiran Perpres no 7 tahun 2021 dijelaskan bahwa RAN PE ini mencakup 3 (tiga) pilar pencegahan dan penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme. Pilar pertama adalah pencegahan yang mencakup kesiapsiagaan, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi. Pilar kedua adalah penegakan hukum, pelindungan saksi dan korban, dan penguatan kerangka legislasi nasional dan. Lalu Pilar ketiga adalah kemitraan dan kerja sama internasional. Secara keseluruhan, baik dalam proses maupun pelaksanaannya.

Komentar

Tulis Komentar