Zaman Permainan

Other

by Rizka Nurul

Masa 1990an, kita sering kali bermain bola, congklak, sondakh atau permainan petak umpet. Permainan ini dilakukan dengan riang gembira bersama teman sebaya. Kadang, para bocah harus rela dimarahi orang tuanya karena lupa waktu yang sudah hampir petang. Permainan memang sering membuat kita lupa waktu.
Beranjak zaman milenial, permainan berubah menjadi virtual. Hal itu dimulai dengan adanya nitendo, sega sampai play station. Perkembangan membawa permainan kini ada dalam genggaman, handphone. Segala macam permainan dari tradisional hingga paling modern disajikan dalam bentuk tidak nyata.
Namun saat ini, permainan virtual akan kalah tenar dengan permainan emosi. Permaianan ini dilakukan oleh satu company bernama media. Segala media dari media propaganda sampai media masa terpecaya melakukan permainan ini.
Permainan ini dipelopori oleh barat. Pemerintah Barat melakukan propaganda untuk menyebarkan nilai-nilai barat melalui media. Pada awal munculnya media, barat menyebarkan kebudayaan melalui film dan musik di media masa yang didengungkan secara terus menerus. Permainan ini terus berlangsung hingga saat ini dengan aktor yang bermacam-macam. Mulai dari pemerintah lokal, pemerintah dunia hingga kelompok ekstrimis seperti ISIS.
Namun belakangan media membuat permainan baru, yaitu permainan emosi atau yang terkenal dengan gimik. Pada dunia entertaiment, media membuat isu tertentu hingga menguras emosi penonton dan bahkan membenci seorang artis. Isu tersebut terus diperbincangkan agar sang artis laku, acara TV memiliki rating tinggi dan pemasukan kepada perusahaan pun besar.
Bukan hanya dunia entertaiment, dunia news juga melakukan permainan ini. "Tukang Cireng ditangkap oleh Densus 88", misalnya. Orang yang tidak mau membaca secara jelas akan langsung menyatakan bahwa penangkapan itu tidak manusiawi. Semakin lama, argumen akan beralih kepada kejahatan aparat dan cerita konspirasi lainnya. Faktanya, terduga teroris itu memang didapati membuat bom dan kebetulan sehari-hari berprofesi sebagai tukang cireng.
Permainan emosi lainnya dilakukan oleh kelompok ekstrimis secara sempurna. Misalnya, mereka merekam video seorang tentara mereka berlumuran darah. Judul pada video tersebut, "Seorang Mujahid ditembak saat membeli roti". Faktanya, tentara tersebut memang berkamuflase dengan menggunakan pakaian sehari-hari, namun membawa senjata. Sehingga ketika peperangan dengan pakaian tersebut, ia tertembak oleh musuh. Dalam hukum humaniter international saja, tentara dewasa yang melakukan penyerangan, dapat diserang meski tidak menggunakan pakaian tentara.
Banyak orang terlena oleh sisi humanitarian dari permaian emosi yang diciptakan oleh media saat ini. Sehingga, sisi humanis seseorang akan tergerak dengan melepaskan penjelasan kejadian sebenarnya. Begitu, sodara-sodara ..

Komentar

Tulis Komentar