Pengalaman Mengisolasi Diri Terulang Lagi Karena Corona

Other

by Febri Ramdani

Virus corona atau bisa juga disebut dengan Covid-19 memaksa semua orang untuk tetap berada di dalam rumah. Segala aktifitas masyarakat menjadi sangat terhambat dan perekonomian dunia pun ikut tersendat.

Kegabutan demi kegabutan mulai menghantui banyak orang. Ruang gerak mereka amat sangat terbatas karena banyak hal yang seharusnya di lakukan secara tatap muka tapi di alihkan ke online. Seperti sekolah, kuliah, kerja, dan sebagainya.

Entah mengapa, kejadian social distancing ini. . . eh mungkin lebih tepatnya physical distancing ya, karena kita masih bisa berinteraksi dengan kerabat kita menggunakan media sosial.

Anyway, jaga jarak tersebut kembali mengingatkan saya akan masa-masa lalu dimana pada saat itu saya merasa bahwa hidup seakan sudah hampir tidak ada artinya. Depresi, stres, serta kegalauan selalu menghampiri diri saya setiap saat selama beberapa tahun.

Hal itu terjadi beberapa waktu sebelum khilafah ISIS berdiri dan pasca deklarasi kelompok ekstrim tersebut. Membatasi diri untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar, hanya keluar untuk keperluan tertentu saja.

Dalam masa-masa tersebut, seharusnya saya sedang sibuk dengan aktifitas perkuliahan. Namun, keluarga saya pada saat itu tidak mendukung saya untuk mengeyam pendidikan di jenjang perguruan tinggi.

Di tambah, pada suatu waktu, banyak anggota keluarga yang dekat dengan saya berbondong-bondong hijrah ke Suriah. Kondisi kesehatan mental saya yang pada saat itu sudah buruk, menjadi tambah hancur karena kejadian itu. Alhamdulillah, saya tidak sampai kepikiran untuk bunuh diri.

Memang jika dilihat, virus Covid-19 ini memberikan banyak kerugian bagi umat manusia. Malahan, belakangan ini ada beberapa korban meninggal karena terjangkit Covid-19 ditolak mentah-mentah oleh warga saat hendak di makamkan. Tidak jauh berbeda dengan kasus beberapa teroris yang telah wafat dan di tolak warga saat hendak di kuburkan.

Keluarga si pasien yang terjangkit Covid-19 pun juga terkadang suka ikut mendapatkan stigma yang negatif, juga ikut di kucilkan oleh masyarakat. Miris sekali.

Padahal jika semua proses dilakukan sesuai prosedur mulai dari pembungkusan hingga penguburan, maka virusnya akan ikut mati disana. Yang penting kita tidak ikut melayat.

Kesabaran kita benar-benar sedang diuji oleh Tuhan. Bagaimana sikap kita dalam menghadapi wabah pandemi ini. Banyak ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk tetap bersabar. Salah satunya ada di Surat Al-Baqarah (2) ayat 155, yang artinya :

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”


Semoga kita semua selalu diberikan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi wabah pandemi ini. Dan bisa segera kembali melanjutkan kehidupan sosial kita bersama dengan keluarga dan teman-teman kita.

Komentar

Tulis Komentar