Oleh: Rosyid Nurul Hakiim
Hong Kong
Hongkong dalam bahasa Kanton berarti fragrant harbor atau pelabuhan yang wangi. Nama ini diberikan sesuai kondisinya di masa lalu. Menilik historinya, wilayah ‘istimewa’ di bawah naungan Tiongkok ini merupakan pelabuhan dengan komoditas dagang berbagai rempah yang wanginya semerbak.
Bahkan, salah satu cerita, nama Hong Kong muncul dari perdagangan kayu gaharu dan aneka produk olahannya di Provinsi Guangdong yang selalu dibawa ke kota pelabuhan di sisi selatan Tiongkok itu, untuk dijual ke dunia luar. Gaharu terkenal bau wanginya yang khas.
Berasal dari kota pelabuhan, Hong Kong berkembang jadi salah satu kota metropolis dunia. Hal ini tak bisa dilepaskan dari peran besar Kerajaan Inggris, yang mengembangkan daerah ini sejak tahun 1842. Perang Opium terjadi antara tahun 1839 hingga 1842 berujung kemenangan Inggris atas China (Tiongkok). Hasilnya, Hong Kong dikuasai Inggris.
Perlahan, pembangunan ala Inggris pun dikerjakan. Terutama sistem transportasinya. Sejak 1960an, demi menyelesaikan persoalan kemacetan lalu lintas di Hongkong, pemerintah lokal di sana sudah mencanangkan sistem transportasi kereta bawah tanah.
Butuh 16 tahun untuk menyempurnakan moda transportasi itu, yang mengantarkan penumpangnya melintasi tiga daerah utama; Lantau, Hong Kong dan Kowloon. Pada tahun 1979, kereta bawah tanah pertama di Hong Kong mulai dioperasikan.
Bagi mereka yang pernah menjejakkan kaki di London, maka sistem transportasi di Hong Kong akan langsung mengingatkannya pada Tube (kereta bawah tanah di London). Bentuk keretanya, warna warni jalur kereta pada petanya, aroma oli ekskalatornya hingga suara-suara peringatannya dari pengeras suara. Tentu kalau di Hong Kong dilakukan dalam dua bahasa; Kanton dan Inggris.
Belum lagi bus yang wara-wiri di jalanan Hong Kong. Corak tempat duduknya mirip dengan bus yang beroperasi di London.
Menggunakan seluruh moda transportasi di Hong Kong cukup mudah. Pelancong ataupun penduduk lokal hanya perlu memiliki kartu octopus, yang dapat dibeli di bandara atau stasiun MTR.
Tak hanya transportasinya saja yang mirip London, tetapi aneka pusat perbelanjannya juga mirip negeri Ratu Elizabeth itu. Soho salah satunya. Lokasinya berada di komplek pertokoan wilayah Central, Hong Kong dengan brand-brand ternama bercokol. Sekilas, Soho mengingatkan pada daerah Picadilly, Leicester Square atau Marble Arch di London
Meski demikian, di balik sejarah panjangnya, hiruk pikuk khas kota metropolis dan kemiripannya dengan London, Hong Kong mempunyai cerita menarik dari sudut pandang berbeda. Ini soal sejarah Islam di sana.
Islam, di wilayah yang kembali pada pangkuan China (Tiongkok) pada tahun 1997 itu berkembang dan menjalin harmoni dengan masyarakat lain. Tercatat, ada sekira 300.000 penduduk Muslim di Hong Kong, 150.000 di antaranya adalah orang Indonesia.
Untuk mengenal bagaimana Islam berkembang di Hong Kong, pelancong sebaiknya mengunjungi tiga dari enam masjid di sana. Masing-masing; Masjid Ammar di distrik Wan Hai, Masjid Kowloon dekat stasiun MTR Tsim Sha Tsui dan Masjid Jamia di wilayah Central.
Masing-masing memiliki cerita menarik.
Masjid Ammar
Masjid ini mudah dijangkau dengan menggunakan trem, kereta klasik bertingkat yang membawa penumpang dari timur hingga barat Pulau Hongkong. Turun di halte Tonnochy Road (jika menggunakan MTR maka berhentilah di Stasiun Wan Chai) dan berjalan beberapa puluh meter melewati gang di Distrik Wan Chai, Masjid Ammar cukup mudah ditemukan dengan bantuan Google Maps.
Melihat arsitekturnya, masjid ini terkesan kotak dan menjulang tinggi. Masjid ini terdiri atas 5 lantai. Berjalan menuju Masjid Ammar, suasananya cenderung sepi nan asri. Hanya beberapa orang dan mobil saja yang berlalu lalang.
Dinginnya udara Hong Kong di bulan Maret yang hanya 20 derajat menjadi semakin dingin dengan sederet pohon-pohon besar rindang tepat di seberang masjid. Pejalan kaki bisa berlindung dari semburat panas matahari.
Masjid yang Jamaahnya lebih banyak berasal dari etnis China ini masuk daftar wajib untuk dikunjungi karena makanannya. Bahkan, masjid inilah yang sebaiknya dikunjungi terlebih dahulu. Sebab, bagi pelancong Muslim menyantap hidangan halal menjadi penting. Hidangan khas Hong Kong yang didominasi dengan sajian mengandung babi, mungkin membuat pelancong Muslim lebih berhati-hati. Sebab, keinginan untuk menyantap hidangan khas suatu daerah pasti masuk dalam list hal-hal yang dilakukan di tempat wisata.
Hidangan di Masjid Ammar inilah yang bisa menjadi solusinya. Berada di lantai 5, kantin masjid menyediakan hidangan khas Hong Kong dengan jaminan halal. Beragam dimsum menggugah selera dapat dinikmati di tempat ini. Sehingga ketika lelah berkeliling Hong Kong dan membutuhkan energi yang halal, maka mampirlah ke Masjid Ammar. (bersambung)
Menilik Jejak Islam di Hongkong (1)
Otherby Administrator 20 April 2018 9:28 WIB
Komentar