Kesadaran Menjaga Lingkungan Itu Diawali dengan Memahami Kondisi Lingkungan

Other

by Arif Budi Setyawan

Ketika seseorang membuang sampah sembarangan maka sebenarnya itu mencerminkan kualitas kepeduliannya pada lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. Betapa tidak? Orang yang sedang berada di luar wilayah tanah yang miliknya atau di area publik lalu membuang sampahnya sembarangan, bukankah yang demikian ini orang yang seakan-akan hidup sendirian di muka bumi?


Ngeselin banget kan kalau ketemu orang yang kayak gini? Dipikirnya sampah itu tidak mengganggu orang lain. Dirinya sih memang tidak terganggu karena lewat bentar doang, tapi bagaimana dengan orang-orang yang berada di area itu sepanjang hari?


Lebih ngeselin lagi ketika orang yang suka buang sampah sembarangan itu termasuk orang-orang yang mengkampanyekan ajakan “Berantas intoleran”, atau “Tegakkan toleransi”, atau “Hiduplah dengan penuh tenggang rasa”.


Lha buang sampah sembarangan yang mengganggu orang lain itu apa bukan termasuk tindakan intoleran?


Orang-orang seperti ini masih banyak di negeri ber-flower ini. Orang yang ingin orang lain toleran terhadap dirinya, tetapi dirinya sendiri tak peduli jika masih berperilaku intoleran.


Di sisi lain ada orang-orang yang mulai sadar untuk peduli kepada lingkungan. Tidak sekadar pada sesama, tetapi sampai pada lingkungan hidup dalam lingkup global. Para aktivis Greenpeace adalah salah satunya.


Tapi yang paling bagus adalah meningkatnya kesadaran orang-orang untuk mulai mengurangi emisi gas buang, mengurangi penggunaan kantong plastik, menggunakan produk-produk daur ulang atau ramah lingkungan, dsb.


Matikan mesin motor


Ada sebuah contoh kebiasaan baik yang pernah saya lihat dan patut ditiru. Ada seorang kawan yang selalu mematikan mesin motornya tatkala berhenti di lampu merah yang ada counter down timer-nya. Ia baru akan menyalakan mesin 3 detik menjelang lampu hijau menyala. Saya mendapati ia sudah melakukannya sejak tahun 2012 sampai sekarang.


Ketika ditanya kenapa melakukan hal itu? Dia bilang untuk mengurangi emisi gas buang. Tidak cukup hanya dengan menggunakan motor dengan emisi rendah. Memang terlihat aneh. Dan jika hanya melihat dirinya saja, maka hal itu seakan tidak berarti. Tapi bayangkan jika ada sejuta atau semiliar orang seperti dirinya? Pasti telah mengurangi ribuan ton emisi gas buang.


Dia menambahkan :


“Saya tidak mau menambah kerusakan. Saya harus menggunakan bahan bakar sebatas apa yang saya perlukan. Sedangkan ketika berhenti di lampu merah motor kita sebenarnya tidak memerlukan bahan bakar. Jika saya menggunakan bahan bakar melebihi keperluan saya maka saya termasuk orang yang zalim”.


Ini perilaku dan pernyataan seorang awam yang sadar akan kondisi lingkungan alam di mana semua manusia tinggal di atasnya. Betapa jauh pemahamannya akan lingkungan hidup. Jauh melebihi para da’i dan ustaz yang hari ini kebanyakan belum paham pentingnya menjaga lingkungan.


Hari ini masih jarang saya temui ustaz atau da’i yang konsen mendakwahkan menjaga lingkungan. Padahal setahu saya, Islam melarang umatnya berbuat kerusakan dan memerintahkan agar selalu mendatangkan perbaikan. Dan itu termasuk membuat kerusakan lingkungan dan memperbaiki kondisi yang ada dengan minimal tidak menambah kerusakan.


Mungkin mereka kurang memahami kondisi lingkungan. Bukannya tidak paham urgensi perintah dalam syariat Islam untuk menjaga kebersihan dan mendatangkan perbaikan. Tapi mungkin karena merasa bumi masih baik-baik saja.


Jika bumi yang dilihat sebatas di sekitar tempat tinggalnya barangkali memang masih ada benarnya. Tetapi jika melihat kondisi bumi secara menyeluruh, tentu jelas sekali bahwa bumi ini sudah semakin rusak.


Jadi, memahami kondisi lingkungan secara luas adalah awal dari kesadaran menjaga lingkungan.



Sumber ilustrasi: Pixabay.com

Komentar

Tulis Komentar