Klepon Bikin Heboh dan Konsumsi Hoax Netizen

Other

by Rizka Nurul

Kemarin (21/7), dunia maya dihebohkan oleh sosok makanan bernama klepon. Sebuah gambar atas nama Abu Ikhwan Aziz menuliskan bahwa klepon bukanlah makanan islami. Namun kurma yang ia jual justru lebih islami dari makanan tradisional tersebut.

Berbagai respon ramai-ramai datang dari netizen yang maha benar. Mereka mengecam pandangan ini karena sejatinya klepon telah mendapat restu dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Selain itu, bahan pembuatannya juga alami dan justru mereka mempertanyakan, "apa perlu klepon isi kurma agar lebih islami?".

Keesokan harinya, tersiar kabar bahwa post tersebut merupakan hoax. Sebuah akun di facebook menjelaskan bahwa ini kemungkinan ulah Buzzer. Hal itu karena akun Abu Ikhwan Aziz tidak benar-benar ada. Bahkan sekalinya ada pun hanya miliki 4 post. Selain itu, akun tersebut juga menyalahkan buzzer bayaran yang islamophobia dengan menuduh mereka yang islami sebagai sasarannya. lagi-lagi netizen mengamini akun tersebut.

Ada hal yang menarik dari kasus per-klepon-an ini. Netizen menunggu klarifikasi dari akun lain untuk mengetahui bahwa ini hoax atau tidak. Padahal ketika netizen tentu tahu fungsi google dimana mereka bisa mengarahkan ke situs MUI dan memeriksa apakah klepon itu halal? Netizen juga tentu bisa melakukan check tentang akun Abu Ikhwan Aziz dengan fitur search di facebook dan instagram. Hal yang juga penting dan tidak mungkin netizen tidak paham adalah tombol publish, share, dan foward. Ketiga tombol ini tidak sebaiknya digunakan sebelum kita mengetahui kebenaran suatu berita, alih-alih fitnah masuk neraka.

Dikutip dari liputan6.com, hoax masuk karena masyarakat Indonesia cenderung menolak keberagaman dan mencari persamaan pendapat dimana budaya kolektivisme tidak diiringi kemampuan mengolah data. Hal itu ditutukan oleh Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran. Selain itu, penyebab konspirasi dan hoax mudah dipercaya karena Indonesia terbiasa dengan cerita mistis dan cerita yang penuh kekerasan, sensualitas, drama, intrik dan misteri.

Riset yang dilakukan oleh Dedy pada 2016-2017 misalnya, isu tenaga kerja China menjadi yang paling banyak dikonsumsi terutama media sosial. Surat kabar menempati posisi kedua dengan jumlah pemberitaan 43 persen, sedangkan televisi dan majalah hanya 3 persen saja. Sementara di ranah media sosial, Twitter menyumbang 86,74 persen pembicaraan, diikuti oleh Facebook 10,85 persen. Sisanya adalah forum online dan blog.

Komentar

Tulis Komentar