Rekrutmen Teroris lewat Game Online

Other

by nurdhania

Game Press, sebuah website sumber informasi para jurnalis game, merilis berita pada Maret 2021 bahwa PUBG atau PlayerUnkonwn’s BattleGrounds menjadi game yang paling banyak diunduh di dunia. PUBG adalah sebuah permainan ber-genre battle royale yang memungkinkan 100 orang bermain bersama. Game first person shooter ini memiliki konserp yang relatif sederhana. Setiap pemain harus bertahan hidup dan menjadi orang terakhir yang bertahan. Menggunakan beragam senjata yang dapat diambil selama permainan, setiap pemain dapat saling melumpuhkan satu sama lain.

Meskipun bisa mengakomodasi hingga 100 pemain, PUBG bisa juga dimainkan hanya 4 orang saja. Untuk menemani para pemain berkomunikasi satu dengan yang lain, game ini dilengkapi dengan fitur chat.

Serunya bermain dengan banyak orang secara online tidak hanya eksklusif milik PUBG saja. Hampir sebagian besar game yang diproduksi sekarang memungkinkan untuk bermain bersama dan saling terhubung antar pemain. Karena itulah, kita tidak asing lagi dengan istilah MABAR atau main bareng.

Dibalik keasyikan bermain game, siapa sangka fitur komunikasi atau chat yang ada di game seperti PUBG atau sejenisnya menjadi salah satu media untuk merekrut anggota baru oleh kelompok teroris. Berdasarkan informasi dari salah seorang gamer, fitur voice chat atau text chat menjadi pintu masuk untuk berkenalan dengan orang lain yang memainkan game yang sama.

Berawal dari chat itu kemudian berlanjut pada tukar menukar nomor Whatsapp atau membuat group chat. Sisi inilah yang kemungkinan besar dimanfaatkan oleh kelompok teroris. Para ekstermis ini seperti tidak pernah kehabisan ide. Mereka menggunakan semua media informasi dan teknologi untuk bisa menyebarluaskan pengaruhnya. Bahkan, melalui fitur tersebut, mereka dikabarkan mampu merencanakan aksi.

Soal kelihaian kelompok teroris menggunakan game online ini pernah saya baca di asumsi.co. Media itu bahkan sempat mewawancara seorang pemuda yang sempat diajak untuk masuk dalam jaringan esktremis setelah berkenalan dengan seorang gadis di sebuah game online. Pada pemberitaan yang sama, seorang pengamat IT, Nathan Gusti Ryan, menjelaskan bahwa dark web dan game online memiliki aplikasi khusus privasi yang tidak terdikteksi oleh mesin pencarian web konvensional, seperti Google atau Microsoft Edge.

Sementara itu, pada pemberitaan lain di tahun 2018 yang saya temukan, Anton Setiawan (juru bicara Badan Siber dan Sandi Negara) pernah menyebutkan bahwa game online menjadi media komunikasi para teroris. Hal ini mulai terdeteksi sejak terror Perancis tahun 2015 lalu, lewat Plasystation 4.

Game online menjadi sarana rekrutmen atau perencanaan aksi dari kelompok ekstremis ini memang meresahkan. Karena seringkali kita tidak tahu apa yang didiskusikan melalui fitur chat, sebab yang tampak bagi kita hanya seseorang yang sedang asik bermain. Meskipun demikian, kita tidak sepatutnya juga terlalu parno dengan game online atau para gamers. Pada salah satu sisinya, game itu ternyata bisa meningkatkan ketajaman berpikir dan melatih problem solving. Kuncinya untuk terhindar dari rekrutmen melalui game online ini adalah soal kekritisan kita dalam berpikir dan selalu berusaha mencari kejelasan informasi bahkan sampai mencari informasi pembanding.

Baik bermain game online maupun tidak, tak ada salahnya untuk selalu mengingatkan agar waspada dan berhati-hati.

Komentar

Tulis Komentar