Masa Remaja Yang Penuh Warna (1)

Other

by Arif Budi Setyawan

Selepas lulus dari sekolah dasar, orangtua saya mengirim saya ke sebuah pesantren yang diasuh oleh para ustadz alumni Al Mu’min Ngruki Solo. Dulu orangtua saya menyebutnya sebagai pesantren cabang dari Al Mu’min Ngruki Sukoharjo. Dalam keluarga besar ibu saya ada saudara dari ibu dan beberapa kerabatnya yang merupakan alumni pesantren Al Mu’min.

Beberapa dari saudara dan kerabat ibu itu ada yang sukses mendapatkan beasiswa sekolah ke luar negeri dan menjadi pendakwah yang disegani. Itulah mungkin yang memotivasi kedua orangtua saya untuk menyekolahkan saya ke pesantren cabang Al Mu’min itu. Selain itu juga agar saya belajar hidup mandiri dan disiplin.

Sebagai anak pertama saya tak ingin mengecewakan harapan orangtua dan memang tidak ada pilihan lain. Lain cerita jika saya anak kedua atau anak bungsu, mungkin saya akan memiliki beberapa pilihan dari pilihan yang telah diambil oleh saudara-saudara yang lain.

Di pesantren saya mulai beradaptasi dan bergaul dengan sesama santri yang berasal dari berbagai daerah. Hubungan antar santri sangat harmonis dan penuh kekeluargaan. Demikian pula hubungan dengan para ustadz, cukup akrab dan bersahabat. Semua peraturan pondok benar-benar membuat saya belajar untuk disiplin dan hidup sederhana.

Dan sampai hari ini saya bisa selalu mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru berikut aturan-aturan yang ada di lingkungan tersebut adalah karena kebiasaan ketika di pesantren dulu. Bahkan ketika di penjara, saya merasa seperti kembali ke masa-masa saya di pesantren dulu, bedanya tidak ada ujian dan tidak ada liburan.

Kehidupan pesantren yang dipenuhi dengan seabrek peraturan dan pengajaran benar-benar membentuk karakter kepribadian saya hingga saat ini. Sampai-sampai anak pertama saya nanti juga akan saya masukkan ke pesantren untuk melatih kedisiplinan dan kemandirian serta mengasah kemampuan sosialnya. Tapi tentu saja bukan pesantren seperti yang saya ikuti dulu…hehehe.

Memasuki semester kedua ketika saya sudah sepenuhnya bisa beradaptasi dengan sistem pengajaran dan belajar serta seabrek peraturan pondok, saya mulai memperhatikan apa yang biasa dilakukan oleh kakak-kakak kelas dalam kesehariannya. Ternyata ada satu kebiasaan yang lazim mereka lakukan untuk mengisi waktu kosong, yaitu membaca buku.

Buku itu bisa didapatkan dengan cara membeli di koperasi pesantren atau dengan cara meminjam kepada sesama santri atau ustadz. Nah, pada waktu itu ada beberapa buku yang sedang menjadi favorit dan tren untuk dibaca para santri, yaitu yang paling nge-hitz adalah buku Serial Pemahaman Hijrah dan I’dad dan Serial Tarbiyah Jihadiyah. Kedua judul buku itu ditulis oleh Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam. Selain kedua buku itu ada beberapa karya Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam seperti Ayyaturrahman fii Jihadil Afghan, Runtuhnya Khilafah dan Upaya Menegakkannya, dan Wasiat Kepada Kaum Muslimin yang juga banyak dibaca oleh para santri. Sepertinya karya Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam menjadi favorit kami semua pada waktu itu.

Di dorong oleh rasa penasaran mengapa karya Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam menjadi begitu digemari dan seakan menjadi bacaan favorit para santri, akhirnya saya mencoba untuk meminjam salah satu buku karya Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam yang kalau tidak salah  berjudul “Wasiat untuk Kaum Muslimin”. Saya meminjam buku itu karena itu adalah buku yang paling kecil di antara buku-buku karya Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam yang lain.

Dari buku itulah untuk pertama kalinya saya mengetahui adanya Jihad di Afghanistan dan bahwa Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam adalah salah satu tokoh penting dalam jihad Afghan. Mulai saat itu saya kemudian tertarik untuk mencari tahu lebih lanjut tentang jihad Afghan dan Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam kepada para kakak kelas dan juga kepada para ustadz.

Dari keterangan-keterangan awal tentang Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam yang saya dapatkan, saya jadi semakin ingin tahu lebih jauh tentang jihad Afghan dan pemikiran-pemikiran Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam. Akhirnya saya mulai meminjam buku Tarbiyah Jihadiyah yang menurut para ustadz paling banyak menceritakan jihad Afghan sekaligus banyak berisi buah pikiran Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam.

(Bersambung, In Sya Allah)

Komentar

Tulis Komentar