Mantan Presiden Direktur Perusahaan IT Terjerat Propaganda ISIS (1)

Other

by Kharis Hadirin

Sepekan belakangan, media nasional kita dipenuhi oleh berita soal wacana pemulangan 660 WNI Eks-ISIS yang kini masih terjebak di kamp-kamp penampungan di Suriah. Wacana ini pun ramai menjadi perbincangan kalayak. Umumnya, mereka menolak para WNI yang terjerat propaganda ISIS tersebut dikembalikan ke tanah air. Toh, mereka ke Suriah juga atas keinginan sendiri, bahkan secara sadar telah membakar paspornya.

Penolakan masyarakat terhadap wacana pemerintah untuk memulangkan Eks-ISIS ini tentu bukanlah tanpa alasan. Indonesia sudah beberapa kali dihantam serangan teror oleh jaringan ISIS yang tersebar di seluruh wilayah tanah air.

Kasus yang cukup menyita perhatian publik bahkan internasional, yakni pengeboman yang terjadi di Jl. Thamrin, Jakarta. Termasuk para pelaku pengeboman 3 gereja di Surabaya yang ditengarai pernah mencoba berusaha masuk ke Suriah sebelum akhirnya tertangkap otoritas keamanan Turki dan dideportasi ke Indonesia.

Kisah tentang ISIS tak ubahnya bak cerita dalam sinetron, penuh dengan adegan drama. Meski banyak dibumbui kekejaman dan aksi kekerasan, terselip pula kisah-kisah haru dan penuh perjuangan di dalamnya.

Seperti dalam kisah berikut, seorang mantan pengikut ISIS yang kini aktif mengkampanyekan berbagai kobohongan ‘Negara Islam’ yang diklaim sebagai tempat turunnya Sang Juru Selamat, Imam Mahdi.

Namanya memang tak banyak muncul di media, namun sosoknya sangat tak biasa. Sebelum terjebak propaganda ISIS, ia sempat memiliki perusahaan IT. Tak tanggung-tanggung, namanya tertulis sebagai Presiden Direktur. Bahkan kegiatan dinas keluar negeri, baginya seperti aktivitas buang hajat di jamban umum karena saking seringnya. Ia adalah Iman Santosa alias Abu Umar.

Siapa menduga, jabatan yang tinggi dan status sosial yang baik justru membuat dirinya malah memilih untuk bergabung bersama kelompok ISIS. Tidak hanya sendiri, bahkan ia memboyong keluarganya untuk hijrah dan meninggalkan tanah air demi hidup di bawah naungan khilafah.

Membaca latar belakangnya, tentu banyak orang tidak akan pernah percaya. Atas alasan apa seorang individu dengan kelas sosial yang tinggi harus melepas statusnya untuk bergabung dengan kelompok ISIS di Suriah? Jenis propaganda seperti apa yang membuat seseorang dengan karir yang baik rela melepas jabatannya?

Untuk mendapat jawaban itu, tentu kita perlu melepas ego sektoral agar tidak terjebak pada paradigma yang muncul berdasar subjetktifitas semata. Terlebih saat ini, narasi tentang kepulangan WNI Eks-ISIS mendapat penolakan yang cukup keras dari berbagai kalangan dan tidak layak untuk menerima pertolongan. Padahal, bisa jadi di antara mereka hanyalah ‘korban’.

Bisnis Kolaps

Sebelum merintis bisnis, ia sempat bekerja di salah satu perusahaan milik BUMN di Jakarta. Dengan kemampuan dirinya di bidang teknologi komunikasi, peluangnya dalam karir menjadi besar. Berbekal ketekunan dan keuletannya, ia akhirnya berhasil meraih jabatan sebagai manajer.

Tidak puas dengan jabatan yang diperolehnya, ia menantang dirinya untuk merintis bisnis sendiri. Dan pada 2007, ia resmi keluar dari perusahaan BUMN dan mendirikan perusahaannya sendiri di bidang multimedia.

Dunia bisnis, apa pun bentuknya, tak ubahnya komidi putar. Kadang di atas, kadang di bawah. Hari ini mungkin untung besar, namun bisa jadi esoknya bangkrut hingga harus gulung tikar.

Kondisi inilah yang dialami oleh Iman. Ia tidak membayangkan jika bisnis yang dirintisnya harus mengalami nasib buruk meski sudah berusaha dengan berbagai cara agar tetap hidup.

Dan memasuki tahun 2014, perusahaan yang didirikan oleh Iman terpaksa gulung tikar. Ia benar-benar bangkrut. Kondisi ini semakin memburuk saat istrinya didiagnosis menginap penyakit TBC tulang. Sisa tabungannya di bank habis untuk biaya perawatan, sementara penyakit istrinya tak juga kunjung membaik. Berbagai upaya sudah dilakukan namun hasilnya tetap sama, tak ada kemajuan sama sekali.

Dalam kondisi frustasi seperti itu, di tempat yang berbeda terjadi peristiwa besar. Sebuah organisasi militer sayap kanan di Suriah bernama ISIS atau Islamic State of Iraq and Sham berhasil menegakkan Khilafah Islamiyah.

Peristiwa ini terjadi pada hari Minggu (29/6/2014) atau bertepatan tanggal 1 Ramadhan 1435 H, ISIS secara resmi mendeklarasikan Khilafah Islamiyah atau Islamic State (IS) dengan mengangkat Abu Bakar Al Baghdady sebagai amir atau khalifah.

Tergiur jaminan kesehatan

Kabar mengenai berdirinya Khilafah Islamiyah di Suriah rupanya terdengar juga oleh Iman. Awalnya, sebagai orang awam, ia tak berminat sedikit pun dengan berbagai kampanye tentang khilafah yang dibentuk oleh kelompok ISIS. Bahkan istilah khilafah, baginya seperti barang asing yang jarang didengar.

Hingga suatu saat, ia menerima informasi kampanye khilafah Islamiyah ala ISIS yang disebar melalui media. Kampanye dalam bentuk narasi propaganda yang menyebut berbagai fasilitas mewah dan jaminan kesejahteraan yang akan diberikan bagi siapa pun yang memutuskan untuk hijrah ke Suriah dan menjadi warga khilafah.

Tak hanya itu, mereka yang menjadi warga khilafah juga akan mendapat fasilitas kesehatan secara gratis dan tanpa dipungut biaya sedikit pun. Termasuk juga tempat tinggal.

Informasi ini membuat Iman yang kala itu dalam kondisi bangkrut dan frustasi, melihatnya sebagai sebuah harapan untuk pengobatan bagi sang istri tercinta. Ia segera menyampaikan berita tersebut kepada keluarga. Bagi Iman, dengan berangkat ke Suriah dan bergabung bersama ISIS barangkali menjadi alternatif lain di saat perekonomiannya sedang sulit, di tambah kondisi istrinya yang sedang sakit. Kecintaannya kepada sang istri membuat dirinya nekat mengambil resiko.

Perjalanan hijrah ke Suriah

Saat itu, tidak ada firasat buruk sama sekali terlebih propaganda ISIS yang begitu rapi dan nyaris tanpa celah. Iman kemudian meminta istrinya untuk mencari informasi tentang Khilafah Islamiyah ala ISIS ini di berbagai berita dan media sosial.

Banyak beredar di media tentang video-video propaganda yang menunjukkan kondisi Suriah dan masyarakat yang bergabung bersama ISIS hidup damai dan sejahtera, juga kesaksian orang-orang asing termasuk WNI yang berhasil masuk ke Suriah dan mendapat berbagai fasilitas sesuai apa yang telah dijanjikan oleh negeri khilafah. Keadaan ini tentu saja membuat Iman dan keluarga menjadi semakin yakin akan kebenaran isu khilafah tersebut.

Melalui Twitter, Iman berkenalan dengan seseorang asal Afrika dan saling berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Inggris. Kepada Iman, orang Afrika tersebut mengaku bahwa dirinya adalah anggota ISIS dan bersedia membantu Iman dan keluarganya agar bisa masuk ke Suriah.

Hingga pada awal Agustus 2015, Iman Santosa beserta keluarga besar berjumlah 26 orang, memutuskan untuk berangkat ke Suriah dengan rute penerbangan Jakarta – Istambul, Turki.

Komentar

Tulis Komentar