Operasi Tinombala Apa Kabarnya?

Other

by Kharis Hadirin

Lebih dari 2 bulan sejak Kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) membantai sejumlah warga di Sigi, Sulawesi Tengah. Namun, kabar perkembangan operasi Satuan Tugas (Satgas) Tinombala yang memburu kelompok itu masih saja belum terdengar.

Seperti diketahui, sejak peristiwa naas di akhir November 2020 tersebut terjadi, Pemerintah telah mengintruksikan pengejaran dan pengepungan terhadap para pelaku. "Pemerintah akan melakukan tindakan tegas dan memburu pelaku melalui Tim atau Satgas Operasi Tinombala terhadap para pelaku kekejian dan kebengisan terhadap suatu keluarga yang menyebabkan terbunuhnya 4 orang di Sigi," ujar Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam keterangannya seperti dikutip Tagar.id, Minggu (29/11/2020).

Bahkan, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengaku pihaknya akan menindak tegas kelompok MIT dengan mengirim pasukan khusus dari Jakarta. “Kelompok MIT harus dikejar sampai dapat,” paparnya di depan awak media, tiga hari setelah kejadian pembantaian. Seiring dengan pernyataan tersebut, ramai-ramai media mencoba mengupas tentang berbagai kemampuan yang dimiliknya oleh Pasukan Khusus TNI tersebut, seperti keahlian tempur, taktik gerilya hutan, hingga intelijen.

Seolah tidak ingin ketinggalan, Komandan Korem 132/Tadulako, Brigadir Jenderal TNI Farid Makruf, bahkan cukup optimis pasukan khusus TNI yang diturunkan akan mampu menumpas Ali Kalora dan gerombolannya. “Pasukan yang datang mereka terdiri dari Kostrad dan Marinir yang mempunyai keahlian intel dan tempur,” jelas Farid seperti yang ditulis oleh JPPN, Selasa (1/12/2020).

Sebagai praktisi yang aktif melakukan kajian di isu ini, Penulis juga setuju bahwa TNI memiliki kapasitas dan kemampuan yang mumpuni untuk menumpas Kelompok MIT. Meskipun demikian, ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan penting. Pertama adalah soal penguasaan medan. Kelompok MIT sudah menggunakan wilayah Gunung Biru sebagai persembunyian dan tempat bertahan sejak masa kepemimpinan Santoso. Tokoh MIT yang tewas diterjang peluru aparat ini sudah memimpin MIT sejak 2012. Posisinya kemudian digantikan oleh Ali Kalora pada tahun 2016 hingga saat ini. Dari hitungan itu saja, MIT berarti sudah naik turun gunung dan membedah Gunung Biru selama kurang lebih 9 tahun.

Kedua adalah soal pengalaman Kelompok MIT untuk menghindari kejaran aparat. Bertahun-tahun kelompok ini bertahan di lebatnya hutan Gunung Biru. Sesekali mereka turun, menambah logistik atau melakukan aksi teror, dan menghilang lagi di tengah hutan. Kawasan hutan tersebut sudah menjadi semacam 'rumah' untuk mereka. Selain itu, secara psikologis, anggota Kelompok MIT ini berada dalam kondisi pelarian.

Sebagai pelarian, naluri bertahan hidup menjadi prioritas utama dalam berbagai keterbatasan. Kondisi ini tentu akan memaksa mereka untuk berdamai dan menyatu dengan alam. Selain itu, mereka juga harus terus bergerak demi menghindari pengejaran. "Dorongan" semacam ini akan sulit dikalahkan dengan lawan yang hanya menjalankan tugas saja. Perlu ada "dorongan" yang sama besarnya.

Meskipun demikian, Penulis tetap berharap Satgas Tinombala segera memberikan kabar baik atas perkembangan operasi perburuan kelompok ini. Sebab, hal tersebut tidak saja akan menjadi kabar bahagia bagi semua pihak, tetapi juga bagi keluarga korban.

Komentar

Tulis Komentar