Taliban Menang di Afghanistan dan Pengaruhnya terhadap JAD

Other

by Kharis Hadirin

Pada Jumat (02/07) lalu, militer AS mengumumkan untuk hengkang dari wilayah Bagram, Afghanistan atas intruksi dari Presiden Joe Biden setelah hampir 20 tahun berada di sana. Kepergian militer AS sekaligus juga memberikan peluang besar bagi milisi Taliban untuk mengambil alih kekuasaan yang selama ini dikendalikan oleh negeri Paman Sam tersebut.

Semenjak Afghanistan ditinggalkan AS, Taliban berhasil menguasai seperempat negara, termasuk Kabul yang menjadi ibu kota dari negara tersebut. Bahkan kelompok yang berdiri pada September 1994 itu juga secara terbuka menyatakan futuh atau kemenangan atas Afghanistan dan akan mengambil alih pemerintahan negara tersebut dengan merubahnya pada sistem syariat Islam.

Lalu, bagaimana pengaruh kemenangan kelompok Islam Sunni ini di Afghanistan terhadap kelompok JAD di Indonesia?

Penaklukan  Afghanistan di tangan Taliban dan merubahnya menjadi negara syari’at, tentu menarik untuk dilihat pada tingkat global. Termasuk kelompok-kelompok militan yang selama ini aktif menyuarakan penerapan syariat Islam di Indonesia, terutama kelompok Jama’ah Anshorud Daulah (JAD).

Seperti diketahui, semenjak adanya futuh di Afghanistan, Indonesia menjadi salah satu negara yang menjadi sorotan oleh banyak kalangan praktisi di isu terorisme. Pasalnya, ada kemungkinan bahwa dengan futuh-nya Taliban akan mampu menarik banyak kelompok Muslim konservatif Indonesia untuk ‘hijrah’ ke negeri Mullah tersebut.

Di sisi lain, Indonesia pernah memiliki kelekatan sejarah dengan Afghanistan, terutama saat terjadinya invasi pasukan Beruang Merah (Uni Soviet) ke Afghanistan di era awal 80-an. Saat itu, terdapat ratusan WNI yang memutuskan untuk berangkat ke Afghanistan untuk berjihad maupun mengikuti pelatihan militer tadrib asykari bersama kelompok mujahidin dari negara-negara Arab.

Negara Islam Indonesia (NII) dan Jama’ah Islamiyah (JI), merupakan dua organisasi jihad Indonesia yang mengambil peranan penting di Afghanistan saat itu.

Kondisi serupa juga terjadi pada kelompok ISIS di Suriah. Saat kelompok ini pertama kali mengumumkan pendirian Khilafah Islamiyah medio 2014 lalu dengan menunjuk Abu Bakar Al Baghdady sebagai Amirul Mukminin, respon kalangan ikhwan tanah air cukup masif. Berbagai acara digelar, mulai dari aksi damai, seminar, kajian atau taklim, pembaiatan massal hingga mobilisasi massa untuk hijrah ke Suriah. Bahkan hingga kini, meski negara ISIS di Suriah telah hancur, serpihan kelompok ini masih banyak ditemui di Indonesia dengan menyebut diri sebagai kelompok JAD.

Karenanya, dengan adanya futuh Taliban, apakah akan memberikan pengaruh yang sama dan memancing kelompok jihad di Indonesia untuk 'hjirah' ke Afghanistan sebagai terjadi di Suriah? Menjawab pertanyaan tersebut, paling tidak ada 4 alasan yang penting untuk diketahui.

Pertama, adanya perbedaan pandangan dalam hal akidah, terutama paham takfiri atau mengkafirkan kelompok-kelompok yang dianggap bertentangan.

Penulis mencoba untuk mengkonfirmasi kepada beberapa mantan narapidana terorisme (napiter) yang juga pernah menjadi bagian dari kelompok ISIS. Ia adalah Abu Zahra (nama alias) di mana saat ini dirinya masih banyak bersinggungan dengan jaringan JAD, terutama wilayah Sulawesi. Melalui komunikasi via daring, dirinya tidak menolak adanya perbedaan tersebut.

(Karena) Taliban kan akidahnya berbeda, terutama soal paham takfiri-nya.” Jelas Abu Zahra saat dihubungi penulis, Sabtu (7/8).

Kedua, Taliban tidak mendukung Daulah (ISIS). Kalau pun ada dukungan terhadap ISIS, hal tersebut dinilai tidak mewakili otoritas organisasi secara penuh.

Ketiga, kedekatan elit Taliban dengan tokoh-tokoh Barat. Hal ini dianggap sebagai indikasi adanya ketidaksepemikiran dengan narasi yang kerap dikampanyekan oleh ISIS. Termasuk juga kunjungan delegasi dari Taliban ke Istana Negara di Jakarta pada medio Juli 2019. Dalam kunjungan tersebut, terdapat beberapa tokoh elit Taliban yang juga turut hadir seperti Mullah Abdul Ghani Baradar (Wakil Pimpinan Taliban) dan Zabinhullah Mujaheed (juru bicara Taliban).

Para delegasi Taliban yang ditemui oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu, memaparkan keinginannya untuk membangun hubungan kerja sama politik antara Afghanistan dengan Indonesia pada masa yang akan datang.

Kunjungan Taliban ke Indonesia untuk membangun kerjasama politik ini pun sempat menuai pro-kontra, terutama di kalangan Muslim konservatif. Banyak yang mendukung, namun tidak sedikit pula yang menilai bahwa Taliban saat ini sudah menyimpang jauh semenjak ketiadaan Mullah Muhammed Omar yang kontra terhadap Barat dan pengaruhnya.

Keempat, Taliban sudah dianggap murtad oleh ISIS. Salah satu majalah yang juga menjadi alat propaganda ISIS, Rumiyah edisi ke-10 tahun 1438 H atau sekitar Mei 2017 pernah merilis fatwa tentang kesesatan Taliban. Dalam edisi tersebut, juga diterangkan bahwa Taliban dianggap telah ingkar dan seluruh anggotanya sudah murtad. Tak hanya Taliban, fatwa tersebut juga diberikan kepada kelompok Al Qaedah pimpinan Aiman Az Zawahiri karena dianggap menolak untuk berbaiat kepada pimpinan ISIS, Abu Bakar Al Baghdady.

Sementara itu, narasi di media sosial para simpatisan JAD juga banyak memberikan sorotan negative terhadap Taliban. Salah satunya akun Facebook Hal ini bisa dilihat di salah satu akun media sosial Facebook milik simpatisan kelompok JAD, “Boru Xinai”.

Perbedaan DauIah lslam dgn organisasi yg mengatasnamakan lslam dan mujahidien seperti al qoidah dan taliban adalah perbedaan aqidah yg mendasar yaitu kufur bi thoghut (ingkar kepada thoghut). Terutama thoghut Nasionalisme Ashabiyah kebangsaan dan Demokerasi. Dan juga kufur dgn hukum thowaghit. Yaitu mengkufuri hukum-hukum buatan manusia dan hukum pengkotak-kotakan negara. Dan tdk ada toleransi didalamnya tdk seperti yg dilakukan Alqoidah dan taliban di afghanistan yg hanya bertujuan mendirikan wilayah "Islam" nasionalisme khusus afghanistan dan membuka kedutaan di negeri Qatar yg artinya mengakui keabsahan negara thoghut qatar.” tulisnya melalui halaman Facebook.

Fenomena Taliban dan kemenangannya atas pemerintah Afghanistan saat ini memang mengundang perhatian banyak orang. Selain jejak darah sepanjang berdirinya kelompok militan ini, tentu juga rasa kekhawatiran akan pengaruh Taliban terhadap negara-negara yang rentan terjadinya serangan teror.

Walau demikian, meski gelombangnya tak semasif seperti yang terjadi di Suriah, negara tetap tidak boleh menutup mata. Sebab bisa jadi suatu saat Taliban yang tadinya menolak ISIS, tiba-tiba beralih mendukungnya dan menyeru untuk hijrah ke Afghanistan, atau mengeluarkan fatwa untuk melawan negara asal para simpatisannya. Negara perlu untuk tetap waspada.

 

Komentar

Tulis Komentar