Dinamika Pasca Bom Bali (1)

Other

by Arif Budi Setyawan

Seiring semakin seringnya saya mengunjungi teman-teman sesama simpatisan JI, saya jadi tahu beberapa kebiasaan unik di antara mereka dan semakin sering menonton video-video propaganda jihad dari luar negeri. Salah satu kebiasaan unik mereka adalah suka mendengarkan dan mendendangkan nasyid berbahasa Arab yang selalu menjadi back sound dari film-film daokumenter (baca: propaganda) jihad. Ada semacam kebanggaan ketika bisa mendendangkan nasyid ‘internasional’ seperti itu. Dan akhirnya saya pun bisa meminjam master CD-ROM berisi file MP3 nasyid-nasyid jihadi itu yang lalu saya gandakan di sebuah rental komputer.

Ketika saya mendengar beberapa tersangka pelaku yang terkait kasus bom Bali sudah dipindahkan ke sebuah Lapas yang bisa saya jangkau, saya pun berencana ingin membesuk mereka karena beberapa di antaranya adalah para ustadz yang pernah mengajar di pesantren saya dan juga beberapa kawan sesama santri Pesantren Al Islam dulu.

Pada pertengahan tahun 2004 barulah kesampaian niat membesuk mereka itu setelah saya mulai bekerja di sebuah kantor swasta dan telah memiliki motor (kreditan). Ketika pertama kali saya membesuk mereka, saya menanyakan tentang kronologi kasus yang menimpa mereka dan bagaimana mereka menyikapinya.

Rata-rata mereka semua menceritakannya dengan rasa bangga dan menganggap apa yang telah mereka lakukan tidak salah di sisi Allah SWT meskipun salah di mata manusia. Beragam sudut pandang penjelasan saya terima dari mereka. Ada yang membenarkan dengan alasan saatnya ummat Islam menunjukkan kepada dunia bahwa ummat Islam masih bisa memberikan perlawanan. Ada yang beralasan dengan adanya aksi seperti itu bertujuan agar musuh-musuh Islam mengurangi kezhalimannya terhadap ummat Islam. Ada juga yang terlibat karena alasan membantu sesama saudara muslim yang sedang membutuhkan bantuan. Ini terjadi pada beberapa orang yang terlibat dalam penyembunyian DPO kasus bom Bali.

Tapi dari semua sudut pandang penjelasan yang saya terima, ada satu kesamaan yaitu bahwa mereka menganggap apa yang dilakukannya tidak salah di sisi Allah SWT. Dan pada waktu itu saya sependapat dengan mereka tanpa berpikir lebih jauh karena merasa itu adalah pendapat mayoritas mereka yang notabene adalah sama-sama kader JI seperti saya.

Kesimpulan saya pada waktu itu adalah apa yang mereka lakukan dan apa yang menimpa mereka merupakan konsekwensi dari jalan perjuangan yang mereka ambil, dan saat ini kewajiban saya adalah memberikan dukungan moral kepada mereka serta membantu finansial mereka semampu saya. Oleh karenanya sejak saat itu saya mengagendakan untuk membesuk mereka sebulan sekali.

Setiap kali besuk ke Lapas saya selalu bertemu dengan para simpatisan ustadz dan kawan-kawan saya itu yang berasal dari berbagai daerah. Ternyata banyak juga simpatisan mereka. Jika semua simpatisan itu juga merupakan para simpatisan JI, berarti jaringan JI itu sudah cukup besar dan cukup loyal pada jamaahnya. Beberapa di antaranya kemudian ada yang menjalin kontak dengan saya, dengan alasan bisnis atau mempererat persaudaraan.  Hal itu membuat saya saat itu semakin bangga menjadi salah satu kader JI dan semakin mantap dengan JI. Saya merasa bahwa dengan memiliki ikatan sebagai sesama simpatisan atau kader JI, saya bisa memperoleh kebaikan dunia yaitu sebagai relai bisnis dan kebaikan akhirat sebagai sesama pejuang mewujudkan izzul Islam wal muslimin.

(Bersambung, In sya Allah)

Komentar

Tulis Komentar