Masa Remaja Yang Penuh Warna (5-habis)

Other

by Arif Budi Setyawan

Demikianlah warna-warni pemikiran saya dalam dunia pergerakan pada saat itu. Ada warna kelompok ‘jaringan pesantren’, ada warna PKS, ada warna Jamaah Tabligh, ada warna Muhammadiyah, ada sedikit warna NU dan juga HTI.

Tapi dalam kehidupan sehari-hari saya juga masih seperti remaja pada umumnya. Masih suka nonton TV, nonton film, baca komik, ngefans klub sepakbola, nonton MotoGP, balap Formula 1 mendengarkan musik sekedarnya, dll.

Acara TV favorit saya adalah dokumenter semacam Planet Animal dan Discovery Channel yang pernah ditayangkan hampir setiap hari oleh stasiun TV TPI pada masa itu. Untuk komik saya suka serial Dragon Ball dan Detektif Conan yang biasa saya sewa dari tempat persewaan komik dan novel di kota. Saya ingat tarifnya yang hanya Rp. 300 per komik/novel untuk masa sewa 2 x 24 jam. Saya juga fans Juventus, Liverpool, Mika Hakkinen dan Juan Pablo Montoya (F1), dan Valentino Rossi (motoGP).

Untuk musik saya suka pop, klasik, dan rock alternatif. Tetapi karena karya musik klasik tak sepopuler pop dan rock alternatif, jadinya mulai pudar seiring berjalannya waktu. Untuk penyanyi Indonesia saya suka Bimbo, Ebiet, Fadly Padi, Faang Wali, dan satu-satunya penyanyi wanita yang saya suka suaranya : Siti Nurhaliza.

Untuk aktivitas olahraga favorit saya adalah bersepeda keliling kota di sore hari, makanya saya lebih hapal seluk beluk kota dari ibu kost saya…hehehe.

Di sekolah saya juga bisa bergaul dengan baik dengan anak-anak SMK yang pada masa itu identik dengan geng, tawuran, merokok, pacaran, dll. Saya tidak merokok, tidak kenal pacaran, tapi soal geng saya ikut ngumpul mereka di terminal kalau pas mau pulang seminggu sekali.

Uniknya, ketika saya ngumpul bersama mereka, mereka banyak yang kemudian mematikan rokoknya untuk menghormati saya. Memang di kelas saya cukup disegani sebagai ketua kelas, pengurus OSIS, aktivis rohis, dan murid kesayangan beberapa guru pengajar, tapi saya tetap gaul dengan mereka. Saya selalu menjadi langganan mereka pinjam alat tulis jika ada yang lupa bawa yang memang sengaja saya sediakan lebih untuk antisipasi membantu teman-teman. Kadang ada juga yang pinjam uang buat ongkos naik angkutan ketika kehabisan uang saku karena keperluan tak terduga.

Geng sekolah saya saat itu adalah penguasa terminal, tidak ada yang berani dengan geng kami. Pernah kejadian ada kawan kami yang memang kalau di terminal suka menyendiri dipalakin anak SMK lain, terus besoknya kami datangi rame-rame tuh anak yang malakin, dibilangnya oleh ketua geng kami : “ ini kawan kami, jangan dipalak lagi. Nggak lihat apa di bahunya ada badge tulisan SMK kami ha ?”

Si pemalak langsung ketakutan dan bilang, “ ampun mas, saya nggak tahu kalau dia satu SMK sama sampean”. Wah, hebat bener nih geng sekolahku…begitu pikir saya waktu itu.

Begitulah saya. Di satu sisi saya adalah aktivis muda lintas kelompok pergerakan, mantan santri, tapi di sisi lain saya juga masih seperti para remaja seusia saya yang lain. Saya mengenal dan mengidolakan ‘Abdullah ‘Azzam dan Usamah bin Ladin, tapi saya juga punya tokoh pembalap favorit, tim sepakbola favorit, penyanyi favorit, acara TV favorit, punya geng sekolah,dll.

Saya jujur mengakui semuanya apa adanya dan saya tidak perlu malu mengungkapkannya. Biar saja beberapa orang mungkin akan mentertawakan saya, tapi saya ingin agar orang tahu bahwa seorang jihadis juga bisa memiliki kehidupan yang penuh warna di masa remajanya. Biarlah orang menyimpulkan menurut pemahamannya masing-masing. Sekali lagi saya hanya ingin menunjukkan sisi lain dari diri saya yang pernah menjadi jihadis radikal, agar orang mendapat gambaran yang lebih lengkap tentang diri saya.

(Habis)

Komentar

Tulis Komentar