Masa Remaja Yang Penuh Warna (2)

Other

by Arif Budi Setyawan

Setelah menghabiskan beberapa buku karya Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam, saya mendapati beberapa pemahaman penting dari beliau, yaitu :

Pertama, bahwa hukum jihad di masa ini adalah fardhu’ain sejak jatuhnya Andalusia ke tangan Spanyol dan ummat Islam berkewajiban untuk mengembalikannya. Jika kaum muslimin di sekitarnya tidak mampu, maka kewajiban itu meluas ke wilayah kaum muslimin yang lain sampai ke seluruh dunia.

Kedua, jihad Afghan adalah tempat yang tepat untuk mulai menghidupkan jihad demi tercapainya sejengkal wilayah yang bebas berdaulat untuk melaksanakan syariat Islam yang telah lama dirindukan oleh kaum muslimin, sekaligus sebagai batu pijakan bagi jihad selanjutnya dalam rangka mengembalikan tanah-tanah kaum muslimin yang dirampas oleh negara-negara penjajah sejak jatuhnya Andalusia.

Dengan kata lain, kewajiban kaum muslimin untuk mengembalikan tanah-tanah mereka harus dimulai dari Afghanistan, di mana saat itu rakyatnya sedang berperang melawan salah satu super power dunia yaitu komunis Russia. Jika Allah SWT memberikan kemenangan bagi mujahidin Afghan dan memperoleh sebuah wilayah yang berdaulat, di situlah umat Islam bisa menegakkan syariat islam, berhijrah, dan melakukan I’dad dalam rangka misi pembebasan tanah-tanah Islam dari cengkeraman negara-negara agresor.

Ketiga, jihad Afghan adalah sebuah kemuliaan tertinggi dalam perjuangan meninggikan Islam di muka bumi karena kemuliaan Islam akan semakin jelas terlihat manakala diperjuangkan dan dibela dengan pengorbanan darah syuhada.

Dan pada waktu itu saya meyakini dan membenarkan pendapat beliau itu dalam konteks fakta yang terjadi pada jihad Afghan pada masa itu. Tak pernah terbayangkan oleh saya pada waktu itu bahwa jihad akan keluar dari konteks perang melawan agresor atau penjajah. Dalam bayangan saya pada waktu itu teori kebangkitan Islam –setelah membaca buku-buku Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam- adalah dimulai dengan berjihad melawan negara agresor seperti yang terjadi di Afghanistan lalu setelah menang akan membentuk sebuah negara Islam, kemudian dari negara Islam itu akan membentuk sebuah pasukan untuk menaklukkan negeri-negeri di sekitarnya untuk dijadikan wilayah Islam.

Sekarang jika saya pikir-pikir, seandainya hanya sampai di situ pemahaman saya dalam teori perjuangan membela dan meninggikan Islam, saya rasa saya tidak akan terlibat kelompak jihad radikal. Dan ini terbukti ketika mayoritas santri alumni pesantren kami tidak terlibat jaringan jihadis radikal. Hanya sebagian yang sangat kecil saja yang pernah terlibat. Mayoritas dari kami membenarkan dan mendukung setiap upaya jihad yang dilakukan saudara-sadara kami di negeri-negeri yang memungkinkan terjadinya perlawanan terhadap pihak musuh yang sangat jelas terlihat kekejaman mereka terhadap kaum muslimin di negeri itu. Adapun untuk ‘jihad’ di luar konteks itu, mayoritas menahan diri untuk tidak terlibat.

Pada saat itu cara membela saudara-saudara yang tertindas dan sedang berperang melawan musuhnya menurut saya adalah dengan jalan membantu dalam bentuk dana atau datang ke negeri mereka dan membantunya dalam berjuang melawan musuh mereka. Sama sekali tak terbayangkan jika nantinya akan ada penafsiran membela mereka dengan aksi penyerangan terhadap warga negara musuh yang sedang berada di negeri kita.

(Bersambung, In sya Allah)

Komentar

Tulis Komentar