Kesedihan Tersembunyi di Tengah Samudera Lepas

Interview

by Abdul Mughis

Mereka seperti hidup di dalam penjara tengah samudera. Bertahun-tahun, para pekerja migran asal Indonesia itu tidak bisa pulang ke kampung halaman.

Demi menafkahi anak istri, mereka nekat mengadu nasib di tengah samudera lepas sebagai anak buah kapal (ABK) pencari ikan di kapal asing. Berharap mendapatkan gaji besar, namun justru mereka terperangkap eksploitasi yang mengarah perbudakan di atas kapal.

Kisah mereka sungguh menyesakkan dada. Kerja paksa tanpa aturan waktu, tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan, makan tidak layak, gaji tidak dibayarkan, korban kekerasan, dipindah-pindah dari kapal satu ke kapal yang lain dan seterusnya.

Mereka seperti hidup di dalam penjara tengah samudera. Bertahun-tahun tidak bisa pulang ke kampung halaman. Ada yang meninggal akibat tidak ada penanganan kesehatan. Bahkan tidak jarang, jenazah para ABK itu dilarungkan di tengah laut tanpa persetujuan keluarga. Ada pula yang hilang tidak diketahui keberadaannya.

Salah satu contohnya adalah Muhammad Ibnu Septiandi, warga Desa Mulyoharjo RT 04 RW 02, Kecamatan Pagerbarang, Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Dia merupakan salah satu ABK perikanan di Kapal FV Xin Nya 10 berbendera Cina. Berangkat pada Jumat, 7 Juni 2019 silam melalui perusahaan Agency Shenzhen Szap Overseas Fisheris Co.Ltd bersama agensi PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB) Tegal dengan kontrak kerja 2 tahun.

Chotimah menunjukkan foto Ibnu. (foto abdul mughis)[/caption]

Tetapi hingga saat ini, pemuda kelahiran Tegal, 12 September 1996 itu tidak diketahui keberadaannya. Tetapi pada 13 September 2020, Ibnu dilaporkan meninggal akibat bunuh diri dengan cara terjun ke laut lepas oleh perusahaan tempatnya bernaung. Jenazahnya tidak ditemukan.

Ayah dan ibunya, Dahuri dan Chotimah, ditemui di rumahnya pada Kamis (12/5/2022), masih merasa tidak percaya bila Ibnu bunuh diri.

Tidak ada saksi yang benar-benar melihat Ibnu bunuh diri dengan cara terjun ke laut,” ungkap Chotimah.


Menurut dia, ada sejumlah kejanggalan mengenai kabar tentang Ibnu ini. Selain, kabar tersebut sempat ditutup-tutupi oleh perusahaan. Pihak keluarga memperoleh informasi bahwa Ibnu hilang sejak 12 Agustus 2020. “Tetapi kami baru dikabari 13 September 2020. Itu pun yang mengabari adalah teman ABK satu kapal. Bukan dari pihak perusahaan atau agensi,” katanya.

PT Mandiri Tunggal Bahari tidak memberikan penjelasan perihal apa yang sedang menimpa Ibnu. “Padahal saat itu kami bolak-balik ke perusahaan untuk menanyakan gaji Ibnu. Mereka bilang tidak ada masalah apa-apa,” katanya.

Setelah pihak keluarga mendesak, usai mendapat kabar dari teman ABK satu kapal itu, lanjut Chotimah, salah satu staf PT Mandiri Tunggal Bahari baru menjelaskan bahwa Ibnu meninggal bunuh diri jatuh ke laut.

“Pribadi Ibnu tidak seperti itu. Apalagi hingga bunuh diri. Ibnu orangnya rajin beribadah, juga pernah nyantri di pondok pesantren di Babakan Tegal selama tiga tahun,” terangnya.

Dia juga mengetahui persis bahwa Ibnu ketika berangkat dari rumah tidak membawa masalah yang berat. “Apabila frustrasi pun bisa dipastikan bukan masalah yang dibawa dari rumah,” katanya.

Terakhir, Ibnu berkomunikasi dengan keluarga pada 25 Juni 2020 saat Hari Raya Idul Fitri awal pandemi. Saat itu, Ibnu mengabarkan bahwa wilayah operasinya berada di sekitar lautan Afrika. “Tidak ada hal yang aneh. Tidak ada masalah dengan teman-temannya maupun dengan kapten kapal. Namun Ibnu sempat menyampaikan ingin pulang,” katanya.

Hak Ibnu belum Diberikan

Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia Kabupaten Tegal, Zaenudin menyayangkan, kasus Ibnu hingga sekarang belum tuntas. Bahkan di antara hak-hak Ibnu hingga sekarang belum diberikan. Ibnu dianggap telah meninggal meski hingga sekarang tidak memiliki surat kematian.

Tidak ada satu pun perwakilan perusahaan yang menyambangi rumah orang tua Ibnu,” katanya.


Pihak perusahaan pernah bertemu dengan pihak keluarga Ibnu. Itupun dilakukan di rumah kepala desa setempat. “Saat itu, pihak keluarga Ibnu hanya diberikan uang Rp 5 juta. Bilangnya itu uang tali asih,” katanya.

Kepala desa setempat merekomendasikan agar hak-hak Ibnu diurus oleh temannya, AFM, mantan Lurah Desa Kedungsugih. “Beberapa waktu kemudian, sisa gaji Ibnu senilai Rp 26,9 juta telah dibayar oleh PT Mandiri Tunggal Bahari. Pihak keluarga Ibnu diberikan uang Rp 70 juta. Uang itupun dipotong sebesar 25 persen atau senilai Rp 20 juta oleh AFM,” katanya.

Janggal

Ibnu sejauh ini belum mendapatkan uang asuransi. Baik asuransi dalam negeri maupun asuransi luar negeri.

“Uang asuransi dalam negeri nilainya diprakirakan mencapai Rp 150 jutaan. Seharusnya Ibnu juga mendapatkan uang asuransi luar negeri yang diprakirakan nilainya mencapai Rp 500 juta. Pertanyaannya, uang Rp 70 juta yang diberikan oleh agensi itu uang apa? Ini sangat janggal,” katanya.

AFM, saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa pihaknya dimintai bantuan oleh lurah setempat. Dia juga mengaku tidak pernah meminta uang tersebut.

“Saya tidak pernah meminta kepada siapa pun. Dia sendiri yang ngomong. Nanti saya mengasih ini yang penting bisa. Itu disaksikan kepala desa, perangkat desa, saudaranya ada semua. Saya tidak pernah seperti itu. Saya sudah biasa menolong seperti itu,” ungkapnya.

Mengenai motor Ibnu yang disita dan meminta tebusan Rp 1 juta, AFM mengakui hal itu untuk mengganti biaya transportasi selama pengurusan asuransi Ibnu ke Jakarta.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah, Sakina Rosellasari menegaskan selama ini tidak akan tinggal diam. “Kami memiliki Satgas Penanggulangan Pekerja Migran Unprosedural, melibatkan Disnaker, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Imigrasi, dan Polda Jateng, untuk turun ke lapangan bersama-sama melihat cara manning agency. Kami tidak lepas tangan,” ujar dia. (*)

Komentar

Tulis Komentar