Menyorot 171 Eks Jamaah Islamiyah Lampung dalam Pencegahan Terorisme

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Fakta bahwa kelompok JI bukannya meredup tetapi justru semakin berkembang dalam senyap.


Fenomena ikrar setia 120 eks Jamaah Islamiyah (JI) Lampung pada Februari 2022 dan ditambah lagi 51 orang di akhir Mei lalu membuka sebuah peluang baru dalam pencegahan terorisme di Indonesia. 171 eks JI itu bila ditangani dengan baik memiliki potensi besar dalam upaya pencegahan radikalisme-terorisme di Indonesia.

Lalu apa saja potensinya dan bagaimana mengeluarkan potensi itu? Berikut adalah analisa saya sebagai mantan anggota JI di masa lalu dan peneliti terorisme.

JI Masih Menjadi Ancaman Regional

Sejak 2002 atau selama 20 tahun terakhir, nama kelompok Jamaah Islamiyah masih menjadi salah satu perhatian utama dalam isu terorisme di Asia Tenggara. Kelompok ini dituduh berada di belakang serangkaian aksi pengeboman pada rentang 2000-2009. Selain itu disebut-sebut juga sebagai pemain utama pada konflik Ambon dan Poso 1999-2001.

Kemunculan kelompok Mujahidin Indonesia Timur 2012 dan ISIS pada 2013 memang sempat menenggelamkan nama JI di kancah ‘perterorisan’ di Indonesia. Tetapi sejak terbongkarnya kasus bengkel senjata milik anggota JI di Klaten di awal 2014, nama JI kembali muncul ke permukaan.

Meskipun hingga akhir 2019 kasus terorisme yang terungkap masih didominasi oleh kelompok JAD dan MIT, namun memasuki tahun 2020 penangkapan anggota JI perlahan mulai meningkat dan terus meningkat. Hingga akhirnya di sepanjang 2021 penangkapan anggota JI mendominasi kasus terorisme di Indonesia.

Menurut keterangan Direktur Identifikasi dan Sosialisasi Densus 88 Anti Teror Polri Kombes MD Shodiq dalam seminar virtual pada Oktober 2021 lalu, saat ini ada 6.000 - 7.000 anggota JI di seluruh Indonesia. Aparat penegak hukum sudah menangkap dan memproses hukum 876 pelaku teror dari kelompok tersebut.

Sedangkan menurut keterangan Kabid Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono kepada wartawan, Minggu (22/8/2021) , bahwa dari keterangan tersangka yang telah ditangkap, di antara 6000-7000 anggota JI, ada sekitar 1.600 personel aktif di JI.

Densus 88 mengakui belum bisa mengintervensi regenerasi kelompok teroris JI, karena JI memiliki karakteristik khusus yang bisa terus berkembang sehingga regenerasi kelompok tersebut patut terus diwaspadai.

Mencegah Perkembangan JI

Fakta bahwa kelompok JI bukannya meredup tetapi justru semakin berkembang dalam senyap. Hal itu membuat banyak pihak berpikir keras bagaimana cara menghentikan pergerakan mereka. Apalagi kemudian diketahui bahwa JI memiliki infrastruktur yang cukup kuat berupa lembaga pendidikan dan yayasan-yayasan dakwah atau sosial yang tersebar di seluruh Indonesia.

Penangkapan yang masif pada anggota JI di berbagai wilayah rupanya menimbulkan kekhawatiran bagi sebagian anggota JI lainnya. Khawatir semua anggota aktif JI akan ditangkapi semua. Hal ini setidaknya terjadi pada anggota JI di wilayah Lampung, di mana Lampung termasuk daerah dengan jumlah penangkapan anggota JI terbesar.

Mereka yang khawatir ini kemudian berinisiatif ‘menyerahkan diri’ kepada negara dalam rangka ingin melakukan rekonsiliasi. Upaya mereka ini disambut baik oleh aparatur negara, dalam hal ini Densus 88 Satgaswil Lampung. Adanya pelepasan baiat dan ikrar setia NKRI pada Februari dan Mei kemarin adalah awal dari rekonsiliasi.

Persoalan selanjutnya adalah bagaimana membina dan memanfaatkan para eks JI ini dalam kegiatan pencegahan di masyarakat. Menurut saya ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh aparat negara dalam membina dan memberdayakan para eks anggota JI itu, yaitu:

Pertama, meyakinkan bahwa mereka pasti diterima kembali di masyarakat bila mau menjelaskan duduk perkaranya dari awal hingga akhirnya mereka keluar dari JI.

Ini penting sekali karena biasanya mantan anggota kelompok teroris malu dengan masa lalunya. Padahal dengan berani mengungkapkan masa lalu dan menyatakan tekad berubah, bisa meyakinkan masyarakat soal adanya kelompok terlarang. Sekaligus juga meminta dukungan masyarakat atas upaya mereka meninggalkan kelompok lamanya.

Kedua, memberikan kesempatan kepada para eks anggota JI ini untuk berkarya membangun umat di bawah arahan dan bimbingan aparat negara.

Para eks anggota JI itu memiliki semangat dan kemampuan yang besar dalam berkarya untuk umat, namun bernaung di bawah organisasi terlarang. Pemerintah harus bisa menyalurkan energi mereka ini pada upaya-upaya positif. Misalnya, untuk menyalurkan infak mereka bisa dibuatkan sebuah lembaga amal yang menyantuni masyarakat atau mantan anggota JI yang membutuhkan. Atau membangun sekolah yang mengajarkan agama dan wawasan kebangsaan yang seimbang.

Ketiga, menjadikan tokoh eks anggota JI menjadi mitra pemerintah di bidang yang menjadi keahliannya.


BACA JUGA: Siasat Pendanaan Jamaah Islamiyah: Legal dan Berorientasi Jangka Panjang

Banyak di antara eks anggota JI yang merupakan ahli di bidang teknik, kedokteran, wirausaha, pendidikan, dan lain-lain. Mereka bisa dilibatkan dalam program pemerintah yang memerlukan keahlian tersebut. Selain itu bisa juga diajarkan untuk bisa menjadi credible voice yang membantu pemerintah dalam kampanye pencegahan radikalisme-terorisme.

Proses untuk dapat memanfaatkan eks anggota JI itu pasti memerlukan waktu yang tidak sebentar dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu mari kita berikan kesempatan dan dukungan kepada aparat negara dalam membina para eks anggota JI itu. (*)

Komentar

Tulis Komentar