Menyusul Ibu Hingga Negeri Syam

Review

by Akhmad Kusairi

Pasca mendeklarasikan kekhalifahan pada 2014 silam, Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) sangat aktif membuat dan menyebarkan konten propaganda di Media Sosial. Propaganda yang paling banyak menyentuh masyarakat adalah janji untuk hidup sesuai dengan syariat Islam. Tak hanya itu saja, mereka juga dijanjikan sebuah pekerjaan dengan gaji tinggi, pendidikan, kesehatan, hingga fasilitas hidup serba berkecukupan di wilayah ISIS.

Propaganda ISIS itu di antaranya membuat sang ibu dan kakak perempuan satu-satunya memutuskan untuk berangkat hijrah ke Suriah. Febri mengetahui rencana Ibunya tersebut tidak setuju dan bertengkar hebat sampe tidak bicara lama. Karena ketidaksetujuannya tersebut, Febri diaggap kurang bagus dalam menjalani kehidupan atau tidak beragama dengan baik.

Akhirnya ibu dan keluarga besarnya benar-benar pergi ke Suriah. Mengetahui itu Febri cemas dan mulai depresi kerena hidup seorang diri. Om, tante, dan kerabat lainnya mendadak menutup diri. Tak satu pun dari mereka yang bisa dihubungi. Febri pun memutuskan meninggalkan rumah dan hidup sebatang kara di kawasan Jakarta Selatan.

Dari jejak komputer keluarganya dia melihat proganda ISIS di bawah naungan Abu Bakr Al-Baghdadi. Sebuah negeri bak surga dengan penerapan syariat Islamnya. Kontras dengan kondisi perekonomian keluarga Febri yang sedang terpuruk.

Febri pribadi tidak percaya soal kehidupan yang serba indah di Suriah. Tapi ketika menemukan situs-situs yang mempromosikan itu, akhirnya tergoda juga. Namun, awalanya bukan itu alasan lelaki kelahiran 19 Februari 1994 ini untuk pergi ke Suriah. Melainkan kerinduannya pada sang ibu. Selain itu dia juga merasa durhaka terhadap Ibunya serta mau menebus kesalahan. Karena sebelum pergi, Febri sempat marahan sama ibu.

Pada akhirnya pada bulan September 2016 lalu, Febri berangkat ia menyusul ibu dan kakaknya. Semua barang yang ada di rumahnya ia jual untuk biaya keberangkatannya. Sepekan berada di Turki, ia hidup layaknya seorang turis. Akhirnya bertemulah ia dengan penghubung yang membawanya ke perbatasan Suriah. Di sana sudah ada beberapa orang asing dari Eropa Timur yang punya tujuan sama. Sebelum naik ke bus, semua identitas dan perbekalan harus ditinggal. Febri hanya membawa barang satu ransel. Selebihnya disita di perbatasan.

Namun ternyata, Febri dan rombongan masuk ke dalam perangkap salah satu fraksi Jihad di Suriah. Sebulan lamanya mereka ditahan dan menghadapi sejumlah intimidasi agar mau ikut bergabung dan berperang bersama mereka. Mereka terus membujuk kami sambil mengintimidasi, kalau tidak mau akan dibunuh, dipenggal.

Hingga akhirnya Kelompok teroris itu melepaskan mereka. Dari sana, perjalanan mulai berlanjut ke daerah lain, hingga mereka tiba di Raqqah. Di kota tersebut, ternyata Febri bertemu dengan orang Indonesia yang menjadi pengurus salah satu fraksi ISIS. WNI itulah yang akhirnya mempertemukan Febri dengan ibu dan keluarga besarnya. Namun dengan syarat, hanya boleh dua hari saja, setelah itu ia harus mengikuti pelatihan militer.

Beruntungnya, saat itu kondisi kesehatannya sedang menurun. Febri mengalami diare dan muntah-muntah. Karena hal tersebut, ia pun bisa lolos dari kewajiban latihan militer. Gambaran kota-kota yang bagus dan rapi dalam video propaganda ISIS yang Febri lihat sebelum berangkat, ternyata jauh dari realita.

Febri dan keluarganya merasa tertipu. Sehingga Febri bersama keluarga akhirnya memutuskan berjuang untuk keluar dari teritori ISIS. Setelah keluar dari wilayah ISIS Febri dan keluarga berhasil menyusup ke perbatasan untuk menyerahkan diri ke SDF (Syirian Democratic Forces). Mereka ditahan selama dua bulan sebelum akhirnya diserahkan ke UNCHR dan perwakilan Indonesia di Irak. Pada 13 Agustus 2017, Febri bersama ibu dan 16 orang kerabatnya tiba di Jakarta.

Ingin mendengarkan kisahnya secara langsung, silakan dengarkan dalam podcas Febri melalui tautan berikut ini

Menyusul Ibu (Episode 1), Menyusul Ibu (Episode 2).

Komentar

Tulis Komentar