Ramadan dan Lebaran Istimewa

Review

by Eka Setiawan

Ramadan tahun ini mengandung istimewa. Selain karena tentu saja ini adalah tahun ke-2 kita demikian juga ratusan negara di dunia masih dalam kondisi pandemi Covid-19, juga tentu saja larangan mudik.

Dua kondisi itu berkaitan. Di satu sisi mudik, yang notabene adalah pergeseran besar-besaran manusia dari satu tempat ke tempat lain, di sisi lain bayang-bayang penularan Covid-19 yang masih tinggi.

Jadi istimewalah tahun ini. Sebenarnya, Ramadan dan Idulfitri tahun lalu juga kondisinya sama. Sama-sama masih berstatus pandemi Covid-19 dan dilarang pula mudik oleh pemerintah.

Alhasil, ketika Idulfitri tahun lalu, saya sendiri memanfaatkan fasilitas teknologi. Yup! Memanfaatkan layanan video call untuk bertatap muka merayakan hari kemenangan bersama keluarga.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sendiri, hingga Jumat 23 April 2021 pukul 12.00 WIB, terdata 100.533 kasus aktif Covid-19, 63.623 spesimen dan 65.421 suspek.

Totalnya ada 1.632.248 terkonfirmasi positif Covid-19, 1.487.369 sembuh dan 44.346 orang meninggal dunia. Itu adalah data situasi Covid-19 di Indonesia yang dirilis rutin tiap harinya oleh BNPB melalui grup WhatsApp media yang saya ikuti.

Dengan data seperti itu, tentunya jadi alasan kuat pemerintah membuat kebijakan melarang mudik Lebaran. Ingat ya tidak boleh mudik! Sebab dikhawatirkan orang-orang yang pulang kampung itu membawa serta virus Corona-19. Sebab rata-rata mudik itu bagi mereka yang merantau di kota besar kemudian pulang ke kampung.

Tapi, ada yang berbeda pula di tahun ini. Sebab, seiring dengan kebijakan larangan mudik, di sisi lain tempat wisata diperbolehkan buka? Loh apa nggak jadi kerumunan ini Pak? Atau bisa saja jadi muncul klaster-klaster baru penularan virus?

Pemerintah sendiri, menurut Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Bakti Bawono Adjisasmito menyebut tempat wisata memang dibuka, namun tetap dalam prinsip kehati-hatian dan menghindari kepadatan ataupun kerumunan harus jadi prioritas.

Wiku mengatakan hal itu saat konferensi pers YouTube BNPB Indonesia pada Selasa 20 April 2021.

Memang pada keterangannya, lebih rinci lagi dijelaskan wisata yang diperbolehkan itu dalam jarak dekat. Wisata jarak jauh tidak diperbolehkan. Ini ada di Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021.

Okelaah protokol kesehatan harus diterapkan, dan ada penjelasan rinci lainnya. Tapi yang jadi pertanyaan: apakah ada jaminan kalau wisata jarak dekat bisa terhindar dari penularan virus?

Kalau menilik pola orang piknik di Indonesia, yang saya tahu ya, di beberapa wilayah, khususnya di daerah pantura, saya masih sering lihat mereka piknik Lebaran dengan menyewa truk bak terbuka. Menaikinya bersama-sama. Bahkan bawa-bawa bendera. Meriah sekali pokoknya.

Ada pula yang menyewa bus kemudian satu kampung atau satu kelompok arisan bahkan pengajian, kemudian ramai-ramai berangkat piknik. Sanak saudaranya dibawa. Anak-anak pun tentunya tak ketinggalan. Didandani cantik-cantik plus udelnya diolesi minyak kayu putih biar tak mabok perjalanan. Hehehe.

Nah, kalau sudah ada tradisi seperti ini lantas bagaimana mencegahnya? Saya yakin petugas-petugas yang ditempatkan di titik-titik pencegatan atau pemeriksaan akan kerepotan mengatur semua itu. Mau setop satu kendaraan, tapi masih banyak kendaraan lain berseliweran. Ahh repot sekali tentunya.

Akhir kata, tetap patuhi saja kebijakan pemerintah tak kalah penting tetap jaga kesehatan masing-masing ya! Siapa tahu Ramadan tahun depan kita masih jumpa!

FOTO RUANGOBROL.ID/EKA SETIAWAN

Komentar

Tulis Komentar