Sumur Tua di Kota Lama dan Wabah Penyakit Mematikan

Other

by Eka Setiawan

Wabah Corona Virus Diseae (COVID)-19 telah menjangkiti lebih dari 200 negara di dunia. Catatan sejarah menyebut, wabah seperti ini sebelumnya pernah terjadi. Ada satu hal yang jadi jejak manusia melawan wabah seperti ini, yakni sebuah sumur tua di Kota Lama Semarang.

Sumur tua itu terletak di komplek Taman Sri Gunting, sebelah timur Gereja Blenduk Semarang. Pantauan pada Minggu (5/4/2020) siang di sana, di sekitaran sumur sedang ada pembangunan jalan. Sebuah alat berat parkir di sana.

Sebuah ember plastik berwarna biru diikat tali tambang plastik warna biru ada di mulut sumur. Itu adalah perangkat untuk menimba air dari dalam sumur. Airnya jernih dan bersih.

Penelusuran berbagai sumber, sumur itu dibangun pada tahun 1841 pada saat Gubernur Hindia Belanda dijabat oleh Cornelius Speelman. Ketika itu, terjadi wabah penyakit, termasuk di Kota Semarang.

Adalah wabah kolera dan penyakit malaria yang terjadi ketika itu. Penduduk pribumi ketika itu kerap mengkonsumsi air yang diambil dari sumber dangkal dan rawa-rawa di sekitaran kota lama.

Wabah kolera terjadi karena warga tidak mengkonsumsi air bersih, sementara rawa-rawa yang kerap digunakan warga untuk mengambil air merupakan populasi nyamuk anopheles, penyebab malaria.

Dua penyakit itu menjangkiti warga. Beberapa sumber menyebut, kematian akibat wabah itu mencapai lebih dari 200 kasus per hari.

Pemerintah Kolonial Hindia Belanda jelas was-was dengan kondisi seperti ini. Apalagi, sebelumnya, sekira tahun 1708, mereka baru saja membuka perkampungan Eropa di Kota Lama.

Para pejabat pemerintah kolonial, tentu tidak mau tertular wabah itu, hingga diputuskanlah membuat sumur bor tersebut. Tujuannya, agar warga pribumi bisa mendapatkan air bersih. Perlahan, wabah kolera dan malaria itu teratasi setelah warga mulai menggunakan air bersih itu.

Meskipun sudah berusia ratusan tahun, keberadaan sumur itu masih berguna hingga saat ini. Debit airnya masih tinggi, jernih pula airnya. Beberapa warga kerap terlihat mengambil air dari sumur itu, dimasukkan ke jeriken-jeriken kaleng untuk dijual keliling menggunakan gerobak. Mobil pemadam kebakaran di Kota Semarang juga kerap terlihat mengambil air dari sumur ini.

Mengutip jurnal bertajuk Dari Mantri hingga Dokter Jawa: Studi Tentang Kebijakan Pemerintah Kolonial dalam Penanganan Penyakit Cacar dan Pengaruhnya terhadap Pelayanan Kesehatan Masyarakat Jawa pada Abad XIX sampai Awal Abad XX, ditulis Baha’ Uddin, diakses online pada Sabtu (4/4/2020) dari www.academia.edu, memang terlihat adanya berbagai wabah penyakit di Jawa yang menyebabkan kematian dalam jumlah besar.

Dari tabel tersaji Perkiraan Angka Kematian Penduduk Jawa 1820-1880 dan Penyebabnya; yakni Tahun 1821 ada 125.000 jumlah kematian penyebab utamanya adalah penyakit kolera.

Selanjutnya, kurun waktu 1825-1830 ada 200.000 jumlah kematian, penyebab utamanya adalah Perang Jawa.

Kurun waktu 1834-1835 ada 140.000 kematian, penyebab utamanya penyakit cacar, kolera, migrasi, kegagalan panen yang disebabkan sistem Tanam Paksa.

Kurun waktu 1846-1851 ada 600.000 kematian, disebabkan demam tipus, gagal panen, kelaparan, kolera dan cacar. Kurun waktu 1864-1865 ada 125.000 kematian disebabkan wabah kolera dan malaria. Kurun waktu 1874-1875 terjadi 175.000 kematian disebabkan wabah kolera dan malaria. Sementara pada tahun 1880 tercatat 100.000 kematian akibat malaria dan gagal panen.

 

FOTO RUANGOBROL.ID/EKA SETIAWAN

Sumur Tua di Kawasan Kota Lama Semarang, Minggu (5/4/2020). Sumur yang sudah berusia ratusan tahun ini jadi salah satu jejak sejarah manusia melawan wabah penyakit.

Komentar

Tulis Komentar