Tereksposnya Privasi dalam Pemberitaan: Sebuah Konsekuensi Mantan Napiter ?

Other

by Arif Budi Setyawan

Kasus terorisme merupakan salah satu topik yang selalu menarik untuk jadi bahan berita. Penangkapan terduga teroris, sidang kasus terorisme, kegiatan mantan teroris, perpindahan napi teroris ke lembaga pemasyarakatan (lapas), bebasnya narapidana terorisme (napiter) dari lapas  dan sebagainya, semuanya menarik untuk jadi bahan berita.


Mengapa bisa begitu? Saya tidak tahu. Mungkin perlu diadakan survei kepada para jurnalis dan para kru redaksi media untuk mengetahui jawabannya.


Sebagai mantan napiter yang punya banyak kawan sesama mantan napiter, juga sebagai aktivis penelitian, saya menemukan banyak cerita yang bersifat keluhan dari para mantan napiter terkait masalah privasi mereka yang terekspos oleh media.


Salah satunya ada mantan napiter yang jadi khawatir akan keselamatan dirinya dari orang-orang di kelompoknya yang lama. Mungkin memang tidak sampai pada tahap ancaman jiwa, tetapi minimal ia khawatir teman-teman dari jaringan lamanya akan datang mengganggu ketenangan hidupnya. Hal ini terjadi karena dua hal.


Pertama, ia telah keluar dari kelompoknya dan bertobat dari pemikiran lamanya. Dan sejak di penjara ia telah merasa terintimidasi karena telah dianggap kafir oleh orang-orang di kelompok lamanya.


Kedua, alamat rumahnya tersebut jelas dalam pemberitaan media masa pada saat penangkapan dirinya. Itu jelas akan semakin memudahkan orang untuk menemukan rumahnya.


Dan kekhawatiran itu sempat terbukti.


Ada salah satu orang dari jaringan lamanya yang datang untuk merecoki hidupnya pasca ia bebas dari penjara. Mereka menanyakan apakah ia akan mengikuti kegiatan pembinaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), pemerintah setempat, dst.


Baginya itu cukup mengganggu. Tapi untungnya hal itu hanya terjadi di awal ia bebas dari penjara.


Contoh yang lain:


Ada mantan napiter yang menjadi narasumber dalam sebuah acara di TV. Dalam tayangan acara itu disebutkan bahwa status dirinya adalah mantan napiter. Rupa-rupanya teman-teman anaknya di sekolah kemudian mem-bully anaknya setelah menyaksikan tayangan acara itu.Padahal ayahnya sudah bebas bertahun-tahun dan sebelum itu tidak pernah ada masalah.


Contoh yang lain lagi:


Ada napiter yang sebentar lagi akan bebas yang curhat kepada kawan saya yang membesuknya. Ia sempat menanyakan apakah ia bisa meminta agar tidak ada liputan media ketika ia bebas nanti? Maksudnya apakah ia memiliki hak untuk itu dan apakah biasanya media akan mematuhi permohonan seperti itu?


Ia khawatir para kolega bisnisnya akan tahu bahwa dirinya ‘menghilang’ adalah karena dipenjara. Padahal ia masih akan melanjutkan bisnis lamanya itu.


Saya pun pernah merasakan hal yang serupa dengannya. Khawatir akan terjadi ‘kepo massal’ pada orang-orang yang mengenal saya ketika mereka tahu bahwa saya pernah dipenjara karena kasus terorisme.


Sebenarnya bagi saya pribadi masalahnya bukan karena takut stigma. Tapi lebih ke malas menjelaskan duduk perkaranya kepada banyak orang. Inginnya masyarakat (orang lain) tahu sedikit demi sedikit.


Dan menurut saya, perlu bukti kuat dan nyata bahwa saya sudah baik-baik saja setelah menjalani hukuman pidana.


Tapi hal itu justru hilang dengan sendirinya dan berjalan lebih cepat ketika saya proaktif membaur ke masyarakat. Dan status saya sebagai kontributor ruangobrol.id sangat membantu dalam proses itu.


Memang tidak semua mengalami masalah seperti itu. Dan tidak semua yang punya masalah seperti itu bisa seberuntung saya.


Rata-rata mereka akan pulih dan percaya diri dengan sendirinya setelah punya pekerjaan yang layak. Semua kekhawatiran itu rata-rata adalah bermotif ekonomi. Kehilangan partner bisnis, kehilangan pasar, sampai terusir dari kontrakan karena ketahuan sebagi mantan napiter, adalah kekhawatiran bermotif ekonomi.


Jadi, menurut saya tereksposnya privasi mantan napiter adalah sebuah konsekwensi dari status sebagai mantan napiter. Sebagai konsekwensi dari apa yang diperbuat di masa lalu.


Maka dari itu, kepada masyarakat, tokoh masyarakat, dan para pejabat pemerintahan agar memperhatikan para mantan napiter yang ada di sekitarnya. Terutama kepada masyarakat sekitar. Jangan takut dan jangan dijauhi. Karena jika kita menjauhi mereka, itu akan menambah masalah mereka.


ilustrasi: pixabay.com

Komentar

Tulis Komentar