Akhir Cerita Sunda Empire dan Keraton Agung Sejagat

Other

by Ikhlasul Ansori

“Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh juga”. Peribahasa tersebut mungkin dapat digunakan untuk menjelaskan bahwa seahli apa pun seseorang pasti pernah gagal. Bagi saya, peribahasa tersebut dapat digunakan terhadap orang-orang yang mendirikan kearjaan-kearjaan baru di Indonesia dengan narasi-narasi di luar nalar pikiran. Seperti keraton Agung Sejagat di Purworejo dan Sunda Empire di Bandung yang mengklaim menguasai dunia dan mempunyai kekuasaan mutlak atas dunia, kekayaan Bank Swiss dan PBB.

Dengan klaim sejarah dan kekuasan yang absurd, mereka berhasil mendapatkan pengikut, mungkin dengan menggunakan karisma masing-masing pemimpin dan janji atas jabatan dan kekayaan mereka mampu mendapatkan pengikut sampai beberapa ratus orang. Seperti saat Deklarasi Keraton Agung Sejagat yang dihadiri oleh banyak pengikut mereka.

Namun sehebat-sehebat mereka dalam memberikan narasi dan janji-jani manis pada akhirnya kerajaan yang mereka deklarasikan hancur dalam waktu singkat.

Tidak seperti imperium-imperium besar seperti Kekaisaran Romawi dan Kekaisaran Mongol yang hancur karena Perang, wilayah yang terlalu luas dan perpecahan. Kehancuran Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire dikarenakan pemimpin mereka ditangkap Polisi atas kasus Penipuan dan Penyebaran Informasi palsu. Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat ditangkap pada 16 Januari 2020 atas tuduhan penipuan karena memungut biaya untuk anggota yang bergabung, sedangkan Raja Sunda Empire Rangga Sasana ditangkap pada 28 Januari 2020 atas tuduhan penyebaran informasi palsu terkait Sunda Empire.

Hal yang cukup ironi, sebenarnya, karena mereka mengaku sebagai penguasa dunia dan PBB berada di bawah naungan mereka, tetapi mereka justru tunduk kepada polisi yang berada di bawah naungan Pemerintah Indonesia.

Memang sejak awal kehebohan berita tentang kedua kerjaan dadakan tersebut, kebayakan orang sudah menyadari ada yang tidak beres. Di mana klaim mereka atas kekuasan dunia dan kekayaan dunia itu terlalu di luar akal sehat. Terutama ketika Raja Sunda Empire, Rangga Sasana hadir di Acara Indonesia Lawyers Club di TVONE. Dia menjelaskan Narasi Sunda Empire dengan semangat dan mengatakan banyak hal yang terdengar tidak masuk akal dan melenceng. Seperti bahwa PBB didirikan di Bandung. Saya yakin bahwa para audiens yang ada di acara tersebut sebenarnya kesal mendengar perkataannya yang amat bodoh tersebut.

Sebenarnya kita bisa memahami dengan mudah kenapa kerajaan-kerjaan dadakan seperti mereka selalu muncul dan ada orang yang mengikutinya. Kita bisa melihat dari fenomena sosial, ekonomi, dan sejarah. Dalam fenomena sosial, kepercayaan masyarakat terhadap adat-adat dan kepercayaan mistis masih sangat besar, terutama di pulau Jawa. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya yang percaya terhadap klaim-klaim mistis dan ghaib yang dinarasikan kerjaan tersebut.

Secara ekonomi, kerajaan-kerjaan tersebut menjanjikan jabatan dalam kerajaaan, kekayaan dan kenaikan status sosial bagi yang mau bergabung dengan mereka. Di zaman revolusi digital 4.0 yang serbadigital, siapa lagi yang tidak tergoda dengan tawaran tersebut, terlebih lagi mereka yang berasal dari kalangan tidak terdidik dan ekonomi ke bawah pasti akan tertarik untuk bergabung dengan kerajaan-kerajaan tersebut.

Secara faktor sejarah, para aktor-aktor yang mendirikan kerajaan mereka menggunakan ketidaktahuan masyarakat terhadap sejarah. Manipulasi sejarah yang dilakukan oleh Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire merupakan suatu upaya untuk membenarkan keberadaan kerajaan mereka, yang sebenarnya tidak punya bukti kuat untuk disebut sebagai kerajaan. Keraton Agung Sejagat mengklaim sebagai penerus Majapahit melalui sebuah prasasti Batu, atau Sunda Empire yang mengklaim PBB dan NATO berasal dari Bandung.

Mungkin kita bisa bilang bahwa kemuculan-kemunculan kerajaan-kerajaan baru di Indonesia merupakan sebuah fenomena sosial di awal tahun 2020. Kejadian tersebut menunjukan bahwa konsep kerajaan masih dipandang oleh beberapa orang dapat mengangkat derajat sosial atau membawa keuntungann finansial bagi mereka.

Walaupun pada akhirnya kita tahu, “Sehebat-hebatnya mereka berbohong pasti akan ketahuan juga”.

Komentar

Tulis Komentar